Kasus Perzinahan dalam Yohanes 8:1-11
BAB I
PENDAHULUAN
Berbicara
mengenai kasus perzinahan dalam tradisi bangsa Israel adalah sesuatu hal yang
menakutkan dan membayakan bahkan sampai kepada pembunuhan. Larangan perzinahan adalah salah satu perintah
Tuhan dari sepuluh hukum taurat. Jelas
orang yang melanggar perintah Allah akan mendapat hukuman. Bahkan ayat di atas sangat begitu jelas
undang-undangnya sesuai dengan perintah Allah.
Kitab Ulangan 17:7, dan Imamat 20:10 menjelaskan bagaimana orang yang
kedapatan yang berzinah dihukum mati atau dirajam dengan batu sesuai dengan hukum
Kitab Musa. Bagi yang melakukan
perzinahan tidak ada “tawar menawar” atau kata “ampun” tidak ada belas kasihan,
tidak ada diberi kesempatan. Berarti
bisa ditarik benang merah bahwa orang-orang yang melakukan perzinahan dalam
Kitab Perjanjian Lama begitu banyak yang mati tanpa ada diberi kesempatan untuk
bertobat.
Kasus
perzinahan ini sangat mengerikan karena tidak ada kesempatan diberi untuk
memperbaiki kelakuan moral mereka.
Tetapi syukur dengan datangnya Yesus Kristus kedunia sebagai hakim atas
hukum Taurat maka ada kesempatan diberi untuk berubah kepada orang yang jatuh
dalam perzinahan. Yesus tidak menghukum
ketika kasus yang perempuan yang kedapatan yang berzinah. Tetapi Yesus memberi kesempatan
untuk berubah dari kelakuan buruknya sehingga membawa kepada pertobatan
Hukuman rajam
bagi orang yang melakukan zinah adalah bentuk yang sangat brutal eksekusi,
tetapi yang anehnya logis dalam konteks zaman. Batu pertama harus dilemparkan
oleh para saksi perzinahan, dan kemudian setelah itu setiap anggota masyarakat
di mana dua pezinah hidup harus maju ke depan dan melempar batu.
A. Latar Belakang
Konteks dalam
Yohanes 8:2-11 adalah ketika Yesus sedang mengajar di halaman bait Allah,
beberapa orang farisi dan ahli taurat membawa seseorang perempuan yang tertangkap basah sedang berzinah dengan
laki-laki yang bukan suaminya. Dengan
maksud menguji Yesus, orang-orang farisi dan hali Taurat, mengatakan bahwa
perempuan itu harus dihukum mati, seperti yang diperintahkan oleh hukum
Musa (Imamat 20:10) . Namun Yesus
menentang pemahaman mereka yang sempit tentang
dosa.
Kejadian ini
berlangsung ketika Yesus mengajar di Bait Allah. Ahli-ahli Taurat dan Farisi
mencari Yesus ketika Ia dikerumuni orang banyak. Niat mereka adalah untuk
mencobai/menjebak Yesus dan membuat Ia bersalah dihadapan pemimpin-pemimpin
termasuk pemimpin dalam pemerintahan sipil (Romawi). Pokok pencobaan itu dasarnya adalah bagaimana
Yesus memandang Taurat Musa.
Ahli-ahli taurat adalah kaum terpelajar Yahudi
yang mempelajari hukum taurat. Sehingga
dalam kemampuan pengetahuan tentang Alkitab, bisa dikatakan mengerti kebenaran.
Untuk lebih
memahai secara detail konteks ini, berbagai terjemahan dibawah ini memudahkan
dan menjelaskan lebih detail arti dan makna yang mendalam:
Terjemahan KSI (2000) ©Pada waktu hari masih pagi sekali,
Isa sudah tiba kembali di Bait Allah. Semua orang datang kepada-Nya, lalu Ia
duduk dan mengajar mereka. MILT (2008)Dan para ahli kitab dan orang-orang Farisi
membawa kepada-Nya seorang wanita yang telah tertangkap basah dalam perzinaan.
Dan setelah menyuruhnya berdiri di tengah-tengah,
TB (1974) ©Mereka menempatkan perempuan itu di tengah-tengah lalu
berkata kepada Yesus: "Rabi, perempuan ini tertangkap basah ketika ia
sedang berbuat zinah. BIS (1985) ©Di
dalam Hukum Musa ada peraturan bahwa wanita semacam ini harus dilempari dengan
batu sampai mati. Sekarang bagaimana pendapat Bapak? BIS (1985) ©Mereka bertanya begitu untuk
menjebak Dia, supaya mereka dapat menyalahkan-Nya. Tetapi Yesus tunduk saja,
dan menulis dengan jari-Nya di tanah.
BIS (1985) ©Ketika mereka terus mendesak, Ia mengangkat kepala-Nya dan berkata
kepada mereka, "Orang yang tidak punya dosa di antara kalian, biarlah dia
yang pertama melemparkan batu kepada wanita itu. MILT (2008)
Dan setelah mendengarkan dan tertempelak oleh hati nuraninya, mereka
keluar seorang demi seorang, mulai dari mereka yang tua-tua sampai mereka yang
terakhir. Dan YESUS ditinggalkan sendirian, juga wanita itu yang sedang berdiri
di tengah-tengah. MILT (2008)Dan setelah
mendengarkan dan tertempelak oleh hati nuraninya, mereka keluar seorang demi
seorang, mulai dari mereka yang tua-tua sampai mereka yang terakhir. Dan YESUS
ditinggalkan sendirian, juga wanita itu yang sedang berdiri di
tengah-tengah. TL (1954) © Apabila Yesus
tegak, tiada dilihat-Nya seorang pun kecuali perempuan itu, lalu berkatalah Ia
kepadanya, "Hai perempuan, di manakah mereka itu? Tiadakah seorang pun
yang menyalahkan engkau?" MILT
(2008) Dan dia berkata, "Tidak seorang pun, Tuhan ." Dan YESUS
berkata kepadanya, "Aku pun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan
berdosa lagi!"
Ayat di atas berlanjut
lagi dimana Yesus berkata bahwa Dia adalah terang dunia. Tujuan Yesus mengatakan bahwa Dia sendiri
adalah terang itu, untuk menunjukkan bawha Yesus adalah Allah sendiri (Yohanes
8:48), dan berkuasa atas hukum taurat yang dapat memberi pengampunan dan
segalanya.
B. Pengertian
Perzinahan
Kata perzinaaan
berasal dari kata dasar zina yang berarti perbuatan bersenggama antara
laki-laki dan perempuan yang tidak terikat oleh tali perkawinan (pernikahan).
Perbuatan bersenggama antara seorang laki-laki yang terikat perkawinan dengan
seorang perempuan yang bukan istrinya, atau seorang perempuan yang terikat
perkawinan dengan seorang laki-laki yang bukan suaminya.
Di dalam
perjanjian lama di tegaskan bahwa perzinahan memiliki sanksi yang keras yaitu
setiap orang yang melakukanny akan dirajam sampai mati. (Im.20:10). Hukuman
mati ini menunjukkan bahwa perzinahan atau perselingkuhan merupakan pelanggaran
prinsip moral karena merusak ikatan pernikahan yang telah dirancang Allah.
BAB. II
SIKAP AHLI
TAURAT DAN FARISI
Sikap atau
tindakan para ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi yang suka menghakimi
orang bersalah dengan menggunakan hukum Musa (Taurat Tuhan) sebagai alasan
untuk menghukum dan menghakimi. Dimana
hukum tersebut menegaskan bahwa “siapa kedapatan berzinah harus
dilempar/dirajam dengan batu sampai mati (ayat 5).” Perempuan yang kedapatan
berbuat zinah ini hanya menangis dan terdiam. Berharap akan mendapatkan
pengampunan atau pembebasan. Yesus sebagai Hakim masih terdiam mendengarkan
tuduhan-tuduhan yang disampaikan oleh ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi.
A. Ahli Taurat dan
Farisi
Kata Farisi
berasal dari bahasa Ibrani פרושים p'rushim, dari perush, yang berarti
penjelasan. Dari literatur rabinik, kaum
Farisi digambarkan sebagai pengamat dan penegak hukum Taurat yang sangat teliti. Dalam gulungan naskah-naskah
Laut Mati, kaum Farisi dikatakan sebagai kaum yang suka mencari dan
memerhatikan hal-hal yang sangat kecil. Sekte Farisi adalah sekte yang paling banyak
pengikutnya dalam masa Perjanjian Baru. Nama mereka diambil dari kata kerja
parash, yang berarti memisahkan. Mereka adalah kelompok yang memisahkan diri,
atau kaum puritan Yudaisme, yang menghindari segala hubungan dengan kejahatan
dan berusaha menaati hukum lisan maupun tulisan secara mutlak sampai kepada hal
yang sekecil- kecilnya. Jadi bisa
dikatakan orang yang setia kepada Allah.
Asal usul orang-orang Farisi tidak pasti,
namun gerakan mereka diyakini telah tumbuh dari Assideans (yaitu
"saleh"), yang dimulai pada saat Pemberontakan Makabe terhadap Yunani
/ Suriah penguasa Antiokhus IV , atau "Antiokhus Epifanes," sekitar
165 SM . selama
sekitar 4 abad antara akhir dari catatan Perjanjian Lama dan kelahiran Yesus
Kristus , sebelum munculnya kerajaan Romawi.
Para Farisi mungkin
dimaksudkan untuk taat kepada Allah, tetapi akhirnya mereka menjadi begitu
setia dan ekstrimis di bagian yang sangat terbatas Hukum (ditambah semua yang
mereka sendiri ditambahkan ke dalamnya), sehingga mereka menjadi buta terhadap
Mesias ketika Dia berada di tengah-tengah mereka sangat. Mereka melihat
mukjizat-Nya, mereka mendengar Firman-Nya, tapi bukannya menerima hal itu
dengan sukacita, mereka melakukan semua yang mereka bisa untuk menghentikan Nya
- pada akhirnya sampai mendapatkan Dia dibunuh karena Dia jujur mengaku sebagai
Anak Allah
C. Sikap ahli
taurat dan farisi tentang perempuan
berzinah.
Memang secara hukum Musa itu benar bahwa
perempuan yang melakukan perzinahan akan dihukum. Tetapi yang anehnya adalah bahwa ahli taurat
dan orang Farisi hendak menjerumuskan Yesus. Mereka ingin memojokkan Yesus. Dalam hal ini para ahli taurat dan orang
farisi meminta Yesus menempatkan dia dalam situasi yang sulit. Kelihatannya para ahli taurat dan orang
Farisi adalah orang yang suci dan orang benar dimata Allah, namun realita
kehidupan mereka hanyalah kebohongan dan kemunafikan. Ini adalah
perangkap, perangkap siap karena mereka tahu ia ada di sana, tahu mereka bisa
menangkap wanita dalam bertindak dan karena mereka ingin jawaban dari Yesus
yang menjadi pertanyaan, yang menyebabkan kematian, kemungkinan kematian yang
dilahirkan dalam mereka roh jahat.
1. Bersikap
Deskriminasi
Di dalam hukum Musa bahwa perempuan
dan laki-laki yang melakukan zinah harus dirazam batu. Tetapi yang pada kenyataannya adalah
laki-laki disini tidak ditangkap. Secarahukum jelas apa yang akan menjadi nasib
perempuan itu, yaitu dihukum rajam artinya dilempari batu sampai mati (Yoh.
8:2). Tetapi sikap ahli kitab dan orang
Farisi ternyata cari menangnya sendiri atau menangnya lelaki, sebab dalam Kitab
Imamat ditulis sebagai berikut: Imamat
20:10. Tradisi masyarakat Yahudi sangat membela
pria! Ada hukuman bagi wanita yang kedapatan berzinah, tetapi tidak ada hukuman
bagi pria yang kedapatan berzinah. Dalam
pandangan pada masa kini, tradisi tersebut benar-benar tidak adil bagi kaum
wanita! Dalam masa Perjanjian Baru, agaknya tradisi yang tidak adil itu masih
berlaku. Melalui bacaan hari ini,
terlihat prinsip pembedaan dalam kisah itu, wanita yang kedapatan berzinah
dipermasalahkan, tapi sang prianya tidak diadili! Hal inilah yang digunakan
oleh para pemimpin agama pada saat itu.
Tradisi masyarakat Yahudi sangat
membela pria! Ada hukuman bagi wanita yang kedapatan berzinah, tetapi tidak ada
hukuman bagi pria yang kedapatan berzinah. Dalam pandangan pada masa kini,
tradisi tersebut benar-benar tidak adil bagi kaum wanita! Dalam masa Perjanjian
Baru, agaknya tradisi yang tidak adil itu masih berlaku.
2. Ingin Mencari-cari Kesalahan Yesus
Ketika
kedapatan perempuan sedang berbuat zinah, dalam hal ini orang-orang farisi dan
ahli taurat sengaja menjebak Yesus Kristus dengan mengingatkan Yesus Kristus
akan hukum Musa tentang hukum orang yang melakukan perzinahan. Kedua, kebencian para ahli Taurat dan orang
Farisi membuahkan perencanaan dalam hati mereka untuk menjerat Tuhan Yesus. Dalam kisah perempuan berzinah ini, jelas tahu
bahwa motif mereka menuduh wanita tersebut tidak tulus. Tujuannya bukanlah
untuk menegakkan hukum, tetapi ingin menjerat Tuhan Yesus (ay. 6). Namun Tuhan Yesus yang mengetahui motifasi
hati mereka, justru membalikkan jerat itu sehingga menjadi “senjata makan tuan”
(ay. 7). Mereka yang berusaha menjerat Tuhan Yesus
melalui kasus wanita berzinah tersebut justru menjadi malu, karena melaluinya
mereka justru menyadari keberdosaannya.
Hal yang menyedihkan tentang kisah perempuan
yang berzina adalah antagonisme mengerikan orang-orang Farisi memiliki bagi
Yesus. Mereka membencinya. Mereka ingin
menangkapnya keluar dan dengan demikian membuat dia mendapat masalah.
Pertanyaan para pengacara meminta Yesus menempatkan dia dalam situasi yang
sulit.
Yesus tidak
menyatakan bahwa laki-laki tidak berdosa hanya bisa menegakkan hukum. Jika hukuman tidak pernah bisa dilakukan
karena semua dosa manusia (Roma 3:23). Sebaliknya, hukum mengharuskan para
saksi dalam kematian kejahatan layak diperlukan untuk melemparkan batu pertama
(Ulangan 17:7). Yesus berkata, jika
orang-orang yang membawa wanita itu dan membuat tuduhan terhadap dirinya tidak
bersalah, maka mereka harus melaksanakan Hukum Musa. Tentu saja, ini
menempatkan keputusan mengenai apakah akan mengikuti Hukum Musa 'atau kembali
hukum Romawi di pundak orang-orang Farisi dan ahli Taurat.
Orang-orang
Farisi yang terang-terangan tidak adil. Dibutuhkan dua untuk melakukan perzinahan! Di
mana pria itu? Hukum Musa mengatakan bahwa baik wanita dan pria yang berzinah
harus dihukum mati.
Para imam dan
pemuka agama ini membawa wanita pezinah itu ke hadapan Yesus, bukan untuk minta
Yesus menjadi hakim, tapi ingin mengetes Yesus, ingin tahu apa yang akan
dilakukan Yesus padanya. Menurut hukum yang ada, yakni hukum Musa, wanita
seperti ini harus dilempari batu sampai mati, atau dengan kata lain, dihakimi
massa. Apakah Yesus akan melakukan hal itu?
Namun,
perempuan berdosa muncul sebelum Yesus dan orang-orang dengan tindakan yang
tepat untuk meletakkannya untuk mengejek penghinaan. Apakah para ahli Taurat
dan orang Farisi benar-benar hanya tertarik pada mengutuk wanita ini mendapat
perzinahan, atau memiliki kepentingan besar lain? Namun, minat ingin tahu
posisi Yesus Kristus pada kasus ini adalah untuk mengujinya dengan
memperhatikan menangkapnya kesalahan juga untuk menghukum dia bersama dengan
istrinya sesuai dengan hukum Musa.
BAB III
METODA
KONSELING YANG DILAKUKAN YESUS KRISTUS
Metoda
konseling Yesus dalam kasus ini, Dia tidak mau konflik secara terbuka dengan
orang farisi dan ahli taurat mengenai penghukuman. Sejenak Dia berdiam diri,
membungkuk dan menulis di atas pasir untuk menunjukkan bahwa Yesus kurang
setuju dengan cara mereka mempermalukan perempuan itu di depan umum. Atau saja
Dia menahan rasa malu seperti yang dialami perempuan hina itu. Dia menderita
seperti perempuan itu. Disamping itu, Yesus ingin menyadarkan farisi dan ahli
taurat dengan mengulang hukuman merekabahwa hukuman itu sangat sadis. Padahal
Yesus pernah mengajarkan, kalau ada kedapatan berdosa, baiklah dia dipanggil
dan ditanya oleh imam hanya empat mata, kalau dia menolak bolehlah memanggil
saksi, jika masih menolak baru ditanyakan di depan jemaat. Tapi ahli taurat
telah membawa penzinah ke depan umum dan segera menjatuhkan hukuman.
1. Yesus Tidak
Menghakimi Ahli Taurat dan Farisi
Yesus tidak
Menghakimi ahli Taurat. Ketika ahli-ahli
taurat menjebak Yesus Kristus di dalam hukum Musa dalam kasus perzinahan
perempuan ini, Yesus seolah-olah santai saja akan perkataan oleh ahli-ahli
taurat dan farisi. Namun dalam hal ini,
ada sesuatu hal misteri yang paling-merenungkan dari cerita ini, adalah saat
hari itu ketika Yesus, dalam menanggapi tuduhan orang Farisi, Yesus membungkuk
dan menulis di tanah dengan jarinya. Pertanyaan-pertanyaan
terus dipertimbangkan. Kemungkinan Yesus
menulis dengan jari ketanah untuk menulis daftar-daftar dosa, dan nama pacar
orang-orang farisi itu. Sehingga kalau
mereka mau membantah, Yesus akan menunjukkan semua dosa-dosa dan kemunafikan
mereka, tetapi pada saat itu mereka sadar bahwa mereka juga orang berdosa
ketika Yesus berkata siapa diantara kalian yang tidak berdosa hendaklah yang
pertama melemparkan batu kepada perempuan ini. Dan perkataan Yesus sangat menyinggung dan
menyadarkan mereka. Secara tidak
langsung tepatlah Firman Tuhan yang mengatakan:
"Kamu memang sangat jago atau sangat ahli kalau melihat selumbar di mata
saudaramu tetapi kamu tidak jago dan tidak mampu melihat balok di matamu
sendiri.
(BIS)"Sehingga dalam cerita ini, mereka pergi satu persatu,
mulai dari yang tua sampai kepada yang muda, akhirnya hanya Yesus yang tinggal
dan perempuan. Dan Yesus pun tidak
menghukumnya.
Penafsiran
yang lain adalah bahwa ketika Yesus
sedang membungkuk dan menulis dengan jari ke tanah adalah:
Pertama, Yesus
mau menunjukkan bahwa manusia itu rapuh; dia dari debu tanah dan akan kembali
kepada debu tanah juga. Dalam Kitab Kejadian kerapuhan manusia selalu
dilukiskan dengan debu tanah, artinya manusia itu fana dan tidak sempurna.
Kerapuhan manusia ini. selalu menjadi akar manusia jatuh dalam dosa dan salah. Kedua,
Yesus mau menunjukkan bahwa karena manusia itu rapuh dan tidak sempurna, dia
tidak mempunyai hak apa-apa untuk menghakimi sesamanya. Sikap menganggap diri
lebih baik, lebih benar, lebih saleh, dll itu menjadi pemicu lahirnya
kecenderungan selalu mempersalahkan orang lain dan tidak peduli pada
kepentingan banyak orang. Ketiga, dengan
membungkuk dan menulis di tanah, Yesus mau menunjukkan bahwa dosa kesalahan
manusia sebesar apa pun diampuni oleh Tuhan. Menulis sesuatu di tanah: gampang
hapus dan lenyap, tidak bisa disimpan. Mengapa manusia tidak bisa memaafkan
atau mengampuni satu sama lain?
Jadi dalam
penafsiran di atas adalah menjelaskan bahwa manusia itu tidak terlepas dari
dosa. Manusia perlu mendapat
penganmpuanan karena tidak sempurna. Namun
Tuhan memberi kesempatan untuk berubah dan tidak mengulangi dosa yang sama.
2. Yesus Mengasihi
Orang Berdosa
Yesus mengasihi
semua orang tanpa pandang bulu. Yesus
tidak pernah mengkotak-kotakkan atau membuat sebuah lingkaran. Sikap
Yesus dalam hal ini bertentangan dengan sikap orang-orang Farisi dan para ahli
Taurat yang bersikap menjauhi orang yang dianggap berdosa. Oleh karena itu, Ia
disebut sebagai sahabat orang Berdosa. Orang berdosa umumnya merasa dirinya
menjijikkan dan tidak layak untuk berdekatan dengan orang yang dianggap saleh.
Oleh karena itu, merupakan suatu hal yang aneh dalam pandangan umum bahwa Tuhan
Yesus (yang tidak pernah melakukan dosa) bersedia untuk bebincang-bincang atau
duduk makan bersama dengan orang berdosa. Tetapi Yesus mengasihi semua orang
bahkan sekalipun orang berdosa. Bahkan Yesus
makan bersama dengan orang-orang yang dianggap pendosa, orang-orang yang tersingkir. Sikap
Yesus yang demikian membuat orang-orang bertobat dan tidak berbuat dosa lagi,
misalnya kisah Zakeus, Perempuan yang tertangkap sedang berzinah. Yesus
menyembuhkan orang sakit bukan mengutuknya, Yesus mengampuni kesalahan bukan
menghukumnya. Yesus menyelamatkan semua orang dengan tanpa pandang bulu. Terutama dalam kasus ini, Yesus malah
mengasihi perempuan yang berzinah ini, secara logika, sepantasnya tidak berhak
perempuan ini mendapatkan kasih Yesus, namun karena kasih Yesus yang mengasihi
orang berdosa agar kembali kepada kebenaran karena tujuan Yesus untuk mencari orang
yang hilang. Perumpamaan Tuhan Yesus
tentang domba yang hilang (15:4-6), dirham yang hilang (15:8-9), dan anak yang
hilang (15:11- 32) memberi gambaran bahwa orang berdosa itu berharga di mata
Allah. Adanya satu orang berdosa yang mau bertobat pun sudah akan membuat para
malaikat di sorga bersukacita (15:7, 10).
3. Yesus Tidak
Menghakimi Perempuan yang Berzinah
Yesus Kristus
Tidak Menghakimi. Kristus tidak membenarkan dosa, namun
demikian, Tuhan jauh lebih tertarik dalam menyelamatkan orang dari dosa-dosa
mereka, daripada menghancurkan mereka karena dosa-dosa mereka. Dia datang supaya
orang bertobat dari dosanya, bukan pembalasan. Dia menawarkan keselamatan,
bukan penghukuman; Dia ingin menyembuhkan, supaya tidak terluka. Yesus datang
kedunia untuk rekonsiliasi bagi umat manusia, yaitu dengan pengampunan. "Demikianlah sekarang tidak ada
penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus. Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan
melawan kita Siapa yang akan membawa tuduhan terhadap orang-orang yang Allah
telah memilih? Siapakah yang akan menghukum mereka? Allah Dia yang telah
dibenarkan kita "(Roma 8:1, 31-34).
Sebenarnya
Yesus paling layak untuk melemparkan batu pertama sekali kepada perempuan. Namun sikap Yesus ini menunjukkan tujuan
dalam menebus umat manusia. Dia tidak
menghukum wanita tersebut sebagai orang
yang tidak layak diampuni, tetapi menghadapinya dengan lemah lembut dan
kesabaran supaya menuntunnya kepada pertobatan.
Bagi Yesus keselamatan akan tersedia jikalau meninggalkan kehidupan
berdosa yaitu tinggalkan perzinahan.
Dalam hal ini bukan berarti Yesus berkompromi dengan dosa perzinahan
melainkan Yesus menawarkan keselamatan dan jalan keluar dari kehidupan
berdosa. Hukuman-Nya menantikan wanita
itu kalau dia menolak untuk bertobat.
Akhirnya,
sekali lagi Yesus menunjukkan bahwa manusia berada di atas setiap Pria hukum
tidak dapat menghakimi dan menghukum, karena tidak ada yang tidak berdosa. Yesus sendiri datang bukan untuk menghakimi,
karena Bapa tidak menginginkan kematian orang berdosa, tetapi bahwa ia bertobat
dan hidup (Yehezkiel 18, 23:32).
Jadi tujuan dam
misi Yesus datang ke dunia bukan untuk menghakimi atau menghukum, melainkan mengasihi
termasuk mengasihi orang yang berdosa sekalipun (seperti seorang perempuan yang
kedapatan melakukan perzinahan). Yesus berkata : “aku datang bukan untuk
memanggil orang benar, melainkan orang berdosa” (Matius 9:13b). Inti kedatangan adalah dasarnya “kasih”
Allah.
4. Yesus Kristus
Mengampuni
Ketika seorang
perempuan kedapatan berzinahYesus mengampuni. Pengampunan dari pada Yesus aadalah
tergantung pada pertobatan dan pengakuan akan kesalahan. Untuk diterima ke
dalam keluarga Allah, harus menerima otoritas Kristus atas diri. Itulah yang wanita lakukan dalam kisah Injil,
sehingga ia diselamatkan.
Orang-orang
farisi mencoba meneguhkan Yesus dengan menjebaknya dalam dilema hukum Romawi
atau adat Israel yang harus ditetapkan
kepada perempuan yang terdapat berzinah.
Tetapi Yesus sikap yang diambil Yesus adalah menghargai perempuan
meskipun sudah berdosa. Harapan Yesus
perempuan itu tidak tersesat lagi, tidak salah tujuan lagi, inilah arti pokok
yang diberikan Yesus.
5. Yesus Kristus
Memberi Kesempatan Untuk berubah
Jangan berbuat
dosa lagi. Yesus Kristus dalam hal ini adalah
memperhatikan siapa saja yang menderita, menyembuhkan dan mengijinkan perempuan
untuk menyentuhNya, juga mengijinkan mereka melayaniNya. Hal ini tidak biasa dikalangan Rabbi di mana
Rabbi menolak perempuan melayani meja untuk mereka. Jelas bahwa pendekatan yang
radikal yang dilakukan Yesus terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Yesus juga
membuat perempuan dalam perumpamaan misalnya: ragi dalam pembuatan roti,
kelahiran anak, menghadiri pernikahan, ibu rumahtangga dan janda. Ia
menggunakan gambaran perempuan untuk mengumpamakan kewaspadaan, ketekunan dalam
berdoa, pengampunan dan sukacita atas kesalamatan umat yang hilang.
Yesus juga
memperlakukan perempuan sebagai orang yang bertanggungjawab, hal ini terlihat
dalam kasus perempuan yang berzinah. Yesus memang menentang mereka yang
munafik, tetapi bukan berarti dosa perempuan itu dimaklumi. Bahkan kepada perempuan itu tidak dikatakan
secara eksplisit bahwa dosanya sudah diampuni, mungkin inplisit, tetapi
dikatakan kepadanya untuk pergi dan tidak berbuat dosa lagi.
Kemudian kalau
dilihat pada satu peristiwa di mana perempuan berdosa mengurapi Yesus. Yesus
tidak mengabaikan bahwa ia adalah pendosa, tetapi mengakuinya dan menghadapi
dosa perempuan itu. Jadi masing-masing
perempuan itu bertanggunghjawab atas dosanaya sendiri dan memerlukan dosanya
diampuni.
Yesus tidak
membenarkan apa yang telah ia lakukan, atau memberhentikan dosanya tidak
penting, atau dimengerti. Dia tahu, dan dia tidak juga, bahwa apa yang telah
dilakukan salah. Tapi dia mengutuk dosa, tidak berdosa, dan memerintahkan dia
untuk tidak berbuat dosa lagi.
6. Yesus Adalah
Terang Dunia
Yesus berkata
lagi kepada mereka, “Akulah terang dunia; siapa saja yang mengikut Aku, ia
tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang
kehidupan.” Lalu kata orang-orang Farisi kepada-Nya, “Engkau bersaksi tentang
diri-Mu, kesaksian-Mu tidak benar.” Kata Yesus kepada mereka, “Biarpun Aku bersaksi tentang diri-Ku
sendiri, kesaksian-Ku itu benar, sebab Aku tahu, dari mana Aku datang dan ke mana
Aku pergi. Tetapi kamu tidak tahu, dari mana aku datang dan ke mana Aku pergi.
Kamu menghakimi menurut ukuran manusia, Aku tidak menghakimi seorang pun, dan
kalaupun Aku menghakimi, penghakiman-Ku itu benar, sebab Aku tidak seorang
diri, tetapi Aku bersama dengan Bapa yang mengutus Aku. Dalam kitab Tauratmu
ada tertulis bahwa kesaksian dua orang adalah sah; Akulah yang bersaksi tentang
diri-Ku sendiri, dan juga Bapa, yang mengutus Aku, bersaksi tentang Aku.” Lalu
kata mereka kepada-Nya, “Di manakah Bapa-Mu?” Jawab Yesus, “Baik Aku, maupun Bapa-Ku
tidak kamu kenal. Sekiranya kamu mengenal Aku, kamu mengenal juga Bapa-Ku
Kristus adalah
hakim dunia ini, dan pada saat yang sama juga kebenaran yang berinkarnasi. Ia
tidak datang untuk menghukum atau membinasakan , tetapi untuk menyelamatkan. Ia
tidak menolak menolak semua orang yang remuk redam, penjahat atau orang-orang
terbuang, tetapi Ia menghendaki untuk menyelamatkan semua manusia dan membawa
mereka kepada kasih-Nya. Jangan merendahkan siapapun, tetapi pandanglah dia di
dalam gambaran yang Yesus kehendaki ada di dalam dia sesudah dibaharui atau
diciptakan kembali.
BAB IV
KESIMPULAN
Setelah penulis menulis makalah ini, dapat disimpulkan
bahwa metoda konseling Yesus dalam hal ini adalah lebih mengarah kepada
tindakan yang lebih bersikap “sabar” “penuh
dengan pertimbangan”. Sikap Yesus ketika
ahli taurat dan farisi ingin menjebak dan memojokkan Yesus dalam hal hukum
Musa, Yesus lebih berhati-hati dan penuh dengan hikmat Allah. Jadi Yesus tidak terburu-buru untuk menjawab
pertanyaan ahli taurat dan farisi.
Tetapi memikirkannya terlebih dahulu dengan kuasa otoritas Allah.
Sebagai konseling yang profesional yaitu Yesus Kristus
menjadi teladan atau panutan dalam hal ilmu konseling karena dalam realita di
lapangan bahwa Yesus terbukti dan teruji, nyata bahkan memberikan jalan keluar bagi yang
bermasalah. Dalam situasi yang paling
sulit dan jalan yang buntu, Yesus sanggup memberi solusi yang paling tepat bagi
yang bermasalah. Itulah sebabnya sikap
Yesus ini perlu ditiru untuk dipraktekkan anak-anak Tuhan yang mempunyai
kerinduan dalam melayani yang bermasalah.
Sikap Yesus yang paling nampak, ketika perempuan kedapatan
berzinah adalah yaitu sikap yang dilandaskan dalam “kasih”. Jadi dasar Yesus adalah kasih. Yesus tidak menghakimi, Yesus tidak menghukum
dengan melemparkan batu, Yesus tidak berkata kamu itu tidak pantas lagi, tetapi
Yesus berkata “pergilah dan jangan berbuat dosa lagi. Kalau direnungkan perkataan Yesus dalam hal
ini, bukan berarti Yesus member toleransi akan dosa perzinahan melainkan
memberikan kesempatan untuk bertobat.
Jadi sebagai konselor Alkitabiah perlu meneladani
metoda konseling Yesus. Seperti saat ketika
berhadapan dengan ahli taurat, orang-orang farisi dan perempuan berzinah, Yesus
lebih memilih bersikap tenang bukan berarti tidak berbuat apa-apa, tetapi
memikirkan dengan hati-hati dan penuh hikmat.
Untuk itu bagi konselor Alkitabiah harus meniru sikap Yesus yang penuh
kasih dan empati, sabar, serta bertindak dengan benar. Jadi bukan seperti ahli taurat, dan orang farisi
yang selalu berpikiran menghakimi dan menyalahkan.
Untuk itu,
landasan konselor Alkitabiah adalah Yesus sebagai otoritas
tertinggi. Dalam artian bahwa dalam
segala sesuatu dilandaskan dengan prinsip-prinsip metoda konseling Yesus, yaitu
kasih, penuh dengan pengampunan, tidak ada pengkotak-kotakan, penuh dengan
hikmat, berhati-hati, mendengar yang baik bahkan sampai bertindak dengan baik. Akhirnya membawa orang-orang yang
bermasalah, yang terhimpit, yang putus harapan kembali kepada kebenaran yang
sesungguhnya yaitu Yesus Kristus. Jadi
membawa kepada Yesus sebagai jawaban hidup manusia satu-satunya.