ddd

Jika Yesus Kristus adalah orang gila, stress berat, tidak mungkin ada pengikutnya. Jika Yesus Kristus seorang penipu tidak mungkin Dia mau disalib. Kesimpulannya adalah Yesus Kristus adalah Tuhan Allah yang datang ke dunia menjadi manusia

Senin, 26 November 2012

PANDANGAN MEMILIH PASANGAN MENURUT ALKITAB DAN DUNIA


 Konsep pasangan sepadan menurut Alkitab adalah SEIMAN 
  2 Korintus 6:14
"Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap?"
Alkitab jelas berkata bahwa untuk memilih pasangan harus sepadan karena? GELAP TIDAK BISA BERSATU DENGAN TERANG. Dan alasan yang kedua  adalah "Allah sangat membenci anak Allah dengan anak dunia"
  2maka anak-anak Allah melihat, bahwa anak-anak perempuan manusia itu cantik-cantik, lalu mereka mengambil isteri dari antara perempuan-perempuan itu, siapa saja yang disukai mereka. Kejadian 6:2.
Tujuan Allah memberi pasangan yang sepadan :
 Supaya saling mengasihi, saling menolong, terang sama terang bisa bersatu, satu perasaan.
Konsep pacaran/pasangan dan sepadan menurut pandangan dunia memilih pasangan:
1. Orangnya cantik/ganteng, tingggi, dengan alasan untuk memperbaiki keturunan
2. Kulitnya putih, rambutnya lurus
 
3. Pendidikan yang selevel, dengan alasan supaya nyambung ngomong
 

4. Pintar piano, dengan alasan kalau duluan meninggal bisa mengajari les, dan bisa untuk kebutuhan hidup
5. Suara yang bagus, dengan alasan kalau waktu melahirkan bisa nafasnya panjang
6. Pintar, dengan alasan ntar kalau punya anak bisa di ajari, sehingga pintar
7. Ekonomi yang selevel, dengan alasan biar gaya hidupnya sama.

Cara Menghadapi Konflik Dalam Rumah Tangga


Cara Menghadapi Konflik Dalam Rumah Tangga
Faktor-faktor yang menyebabkan konflik dalam rumah tangga adalah faktor pemenuhan ekonomi (keuangan), perselingkuhan, sex, masalah keluarga dari pihak orangtua laki dan perempuan.
1. Masalah kebutuhan ekonomi atau Keuangan keluarga
Menurut fakta nyata yang sering terjadi dalam rumah tangga yang menimbulkan konflik adalah masalah pemenuhan ekonomi atau keuangan rumah tangga, yang  dimana suami dan istri mempunyai gaji atau pendapat yang pas-pasan. Pendapatan yang pas-pasan ini kadangkala tidak bisa memenuhi semua kebutuhan, sehingga harus mengutang. Dan yang paling parah lagi adalah apabila salah satu suami dan istri pengangguran atau PHK dari pekerjaan mereka. Maka akibat salah satu suami istri pengangguran ini akan mengakibatkan hutang semakin meningkat, bahkan sampai tidak terbayar sehingga yang terjadi adalah pertengkaran dan saling menyalahkan.
 Solusi mengatasinya:
v  Sebelum pasangan antara pria dan wanita menikah, perlu sekali di perhatikan untuk bisa mempunyai pekerjaan yang bisa untuk di andalkan dalam kebutuhan setelah pernikahan dan kalau boleh pada waktu masih lajang bisa menabung untuk persiapan pernikahan.
v  Hendaknya si pria dan wanita sudah bekerja atau memiliki penghasilan sendiri sebelum menikah.
v  Hendaknya suami dan istri mengantisipasi segala kemungkinan yang ada apabila suatu saat dirinya di PHK dari pekerjaaanya. Menabung untuk rapersiapan  atau membuka bisnis kecil di rumah.
v  Sebagai Ibu Rumah tangga harus pintar membuat anggaran belanja untuk setiap kebutuhan per bulan. Dan menulis uang masuk dan uang keluar, dan menabung biaya tak terduga.

2. Masalah Sex dan tidak punya keturunan
Masalah sex adalah masalah yang sangat besar yang bisa menimbulkan terjadi konflik antara hubungan suami dan istri. Masalah tentang sex, Suami yang impoten, suami atau istri yang mandul, suami yang terkena ejakulasi dini dan tidak bisa lama istrinya melakukan sex, atau sebaliknya istrinya yang hyper sex dan selalu merasa kurang sehingga akan menimbulkan perselingkuhan, pisah ranjang “sehingga jajan keluar”, bahkan yang paling membahayakan dalam hubungan ini, tidak hanya konflik tetapi terjadi perceraian dalam rumah tangga.

Mengenai masalah belum punya keturunan adalah konflik besar juga di antara kedua pasangan sebab yang mereka nanti-nantikan dalam pernikahan mereka adalah mempunyai anak atau pewaris. Dan kalau salah satu pasangan mungkin di ponis Dokter mandul, maka hal ini akan mengakibat perceraian. Nah untuk itu, bagaimana cara mengatasi konflik ini, apakah harus cerai karena salah satu pasangan mandul?

Solusinya adalah:                                              
·                     Sebagai orang Kristen tentunya penggunaan sex itu harus di nikmati sebab ini adalah pemberian Tuhan Allah. Untuk bisa menikmati dengan baik harus menjalin komunikasi yang baik diantara suami istri. Jangan dipendam dalam hati. Kemukakanlah kekurangan anda kepada pasangan anda. Apakah itu suami yang ejakulasi dini, atau istri yang selalu belum mencapai orgasme ketika berhubungan dan yang lainnya. Intinya jangan  untuk terus terang dengan pasangan anda. Mungkin anda ingin mencoba variasi seks gaya baru, maka utarakanlah hal itu terhadap pasangan anda. Selama itu aman dan dalam konteks yang diperbolehkan kesehatan dan agama kristen, maka silakan untuk mengkondisikannya dengan pasangan anda.
·                     Masalah belum punya ketuturunan adalah mengenai masalah waktu. Ingatlah Tuhan pasti menolong sebab Tuhan menghendaki kita berketurunan Kejadian 1: 28  “Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi." . Nah itulah sebab kita perlu sabar dan menunggu jawaban dari Tuhan seperti Abraham dan Sara, yang menunggu keturunannya pada masa tuanya. Jadi jangan kwatir sebab kita mempunyai Tuhan Allah yang hidup, yang sanggup melakukan perkara besar, bahkan yang tidak mungkin menjadi mungkin.

ANDA INGIN TAHU LAGI TENTANG CARA MENGATSI KONFLIK DALAM RUMAH TANGGA ? BISA MELIHAT ARTIKEL SAYA DI SABDA LOGOS ATAU SABDA LOGOS IS MY LIFE, ATAU DI FIRMAN YANG HIDUP ,MAKA ANDA AKAN TAHU CARA –CARA UNTUK MENJADI KELUARGA HARMONIS.

Senin, 12 November 2012

TEOLOGI IMAN DALAM PERJANJIAN LAMA BY KRISTALON SINAGA


BAB I
Pendahuluan
Berbicara mengenai iman di dalam Kitab Perjanjian Lama tidak begitu jelas dicatat, namun gambaran iman itu terlihat melalui kehidupan para tokoh Alkitab dalam Perjanjian Lama.  Salah satu tokoh dalam Perjanjian Lama adalah Abraham yang dijuluki ‘Bapa Orang Percaya” yang mempunyai iman yang luar biasa.  Bahkan tidak hanya orang Kristen saja mengakui bahwa Abraham  mempunyai iman yang besar namun umat Muslim juga mengakuinya.
Iman Bapak Abraham pantas diteladani orang percaya, sebab iman yang dimilikinya tidak hanya sekedar iman yang angan-angan kukuh namun iman yang taat, patuh, tunduk kepada Allah. bahkan iman yang teruji. 
Perjanjian Lama menulis beberapa tokoh yang mempunyai iman yang teguh kepada Allah seperti Daniel, Sadrak, Mesak, Abednego.  Nama-nama ini adalah orang yang mempertahankan imannya sekalipun diancam untuk dimasukkan ke dalam perapian. Dalam pengancaman ini, nama-nma ini tidak menyangkal imannya namun tetap mempertahnkan imannya, dan akhirnya juga Allah menolong mereka juga.

BAB II
B.  Pengertian Iman dalam Perjanjian Lama
1. Pengertian Iman
Pengertian iman dalam Kitab Perjanjian Lama tidak begitu  jelas dan detail ditulis seperti di dalam kitab Perjanjian Baru dalam kitab Ibrani, namun gambaran iman dalam Perjanjian Lama terlihat dari kehidupan para tokoh Alkitab.  Seperti Abraham, Daniel, Sadrak, Mesakh, Abednego, Ayub, dan para tokoh lainnya.
Kata iman ini sudah dipakai dalam Septuaginta, kata  iman dalam bahasa Ibrani adalah אמן (aman)[1] yang dalam Perjanjian Lama berarti “berpegang teguh” “dapat diandalkan” pada keyakinan yang dimiliki atau berketetapan hati untuk meyakini sesuatu karena sesuatu itu dapat dipercaya dan diandalkan.  Kata iman selalu dikaitkan dengan kepercayaan kepada Allah.  Berarti percaya kepada apa yang sudah difirmankan Allah.   Karena itu ‘beriman kepada’ tidak dapat disamakan dengan “percaya kepada” Dalam bahasa Yunani, disebut dengan pistis.
Jadi iman dimaksudkan untuk menunjukkan adanya hubungan manusia dengan Allah. Hubungan yang didasarkan pada sikap atau tindakan manusia yang percaya dan mempercayakan hidupnya kepada Allah dengan segenap hati.  Manusia beriman adalah manusia yang mengiyakan, mengamini, menaruh kepercayaan dan harapan, mengandalkan, berpegang teguh, percaya dan mempercayakan diri pada Allah sebagai sumber dan dasar hidup.

BAB III 
TEOLOGI IMAN DALAM PERJANJIAN LAMA
A.    Dasar Biblika Iman dalam Perjanjian Lama
Memahami dasar biblika atau teologi iman dalam Perjanjian Lama, pertama-tama tidak terlepas dari kehidupan para tokoh Alkitab yang tercatat dalam kitab Perjanjian Lama yang mempunyai iman dan ketundukan serta keintiman dengan Allah seperti Abraham, Henok, Daniel, Sadrak, Mesakh, Abednego, dan Ayub, Daud. 
Iman adalah adalah ketundukan atau kepekaan akan suara Tuhan atau sikap mendengarkan suara Tuhan dalam artian “tidak sekedar mendengar, namun adanya respon”  seperti yang tertulis dalam 1 Samuel 3:10 “ Lalu datanglah TUHAN, berdiri di sana dan memanggil seperti yang sudah-sudah: “Samuel! Samuel!” Dan Samuel menjawab: ‘Berbicaralah, sebab hamba-Mu ini mendengar.”  Berbeda dengan mendengar begitu saja.  Jadi sikap beriman adalah adalah adanya sikap pasrah, tunduk, taat, patuh secara total  dengan mengandalkan Tuhan Allah sepeunuhnya secara aktif mendengarkan suara atau kehendak perintah Allah.[2] Menurut Dr Nico dalam bukunya Pengantar teologi bahwa iman adalah:
Orang yang telah mendengarkan sabda Allah dan mentaati perintah-Nya harus tetap setia dalam melaksanakan kehendak Allah. Kesetiaan itu unsur ketiga dalam paham iman menurut Perjanjian Lama.  Dengan setia, orang beriman harus hidup sesuai dengan tuntunan Allah.[3]
Jadi pengertian iman dalam Perjanjian Lama adalah taat dan patuh kepada suara perintah Allah sedemikian rupa sehingga kepatuhan budi dijelmakan dalam kepatuhan tingkah laku.

B.     Tokoh Alkitab yang Beriman dalam Perjanjian Lama
Dalam pembahasan  para tokoh Alkitab yang mempunyai iman teguh dalam Perjanjian Lama ini adalah Henokh, Nuh, Abraham, Daniel, Sadrakh, Mesakh, Abednego, Ayub, dan Daud.  Namun dalam pembahasan kali ini, penulis hanya memaparkan beberapa nama dari tokoh ini, yaitu Abraham, Sadrak, Mesakh, Abednego dan Ayub dan Daud. Pertama adalah:
1.      Iman Abraham
Abraham adalah salah satu tokoh  alkitabiaah.   Kisahnya diceritakan dalam pasal 11-25 dari Kitab Kejadian , dan ia memainkan peran penting dalam Yudaisme , Kristen dan umat Islam.  Abraham, bapak pendiri bangsa Yahudi Israel, adalah orang besar iman dan ketaatan kepada kehendak Allah. Namanya dalam bahasa Ibrani berarti  “bapa dari banyak bangsa. “Awalnya disebut Abram,” Tuhan mengubah namanya menjadi Abraham sebagai simbol dari janji perjanjian untuk memperbanyak keturunannya menjadi bangsa besar.
Dalam tradisi Yahudi dan Kristen, Abraham adalah ayah dari Israel melalui anaknya Ishak.  Dalam tradisi Islam, Abraham dianggap sebagai nabi Islam , nenek moyang Muhammad , melalui Ismael. Muslim menganggapnya sebagai contoh Muslim yang sempurna dan tunduk kepada Allah.  Dalam Perjanjian Baru juga Abraham digambarkan sebagai seorang beriman.
1.      Sikap dan Ketaatan  Iman Abraham
Sikap iman Abraham bisa terlihat ketika Allah memerintahkan untuk meninggalkan negeri dimana sudah merasa nyaman di tempat yang didiaminya,  dan juga terlihat  di saat ia mau menyembelih anaknya untuk menjadi korban.  Namun pada akhirnya Allah sendiri menyediakan korban yaitu anak domba yang tersangkut di pohon belukar.
1.1.  Abraham Meninggalkan Negerinya
Ketaatan Iman Abraham terlihat ketika dia meninggalkan tempat tinggalnya yang dimana dia sudah merasa nyaman. Alkitab mencatat bahwa Allah memerintahkan untuk pergi meninggalkan negerinya sebagaimana di dalam Kejadian 12;1-3 yang mengatakan: “ Berfirmanlah TUHAN kepada Abram: “Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu; Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat.  Aku akan memberkati orang-orang yang memberkati engkau, dan mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau, dan olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat. Lalu pergilah Abram seperti yang difirmankan TUHAN kepadanya, dan Lotpun ikut bersama-sama dengan dia; Abram berumur tujuh puluh lima tahun, ketika ia berangkat dari Haran.” (TB)
Jadi ketika Allah memerintahkan Abraham untuk meninggalkan negerinya, ia tunduk kepada Allah, dia tidak berkata mengapa harus pindah Tuhan, disini sudah enak dan nyaman namun ia taat kepada Allah.
1.2.  Abraham tidak segan-segan mempersembahkan Ishak
Ketika Allah memerintahkan Abraham agar dipersembahkan anaknya yang tunggal, kesediaan Abraham begitu reshfek dan tidak membantah.[4]  Dalam hal ini Abrahamk percaya bahwa Allah sanggup menyediakan korban sebagai ganti anaknya. Dia tetap berkeyakinan untuk melaksanakan perintah Allah. Keyakinan iman Abraham bisa terlihat dengan jelas ketika dia sungguh-sungguh benar mempersiapkan kayu bakar, mengikat anaknya Ishak, dan bahkan tidak segan-segan untuk menyembelihnya, namun Tuhan Allah melihat hati Abraham (Kejadian 22:9-10) sehingga Allah yang menyediakan anak domba.
Abraham percaya bahwa Allah akan mampu untuk bertindak dengan menyediakan seekor anak domba sebagai ganti nyawa Ishak, dan ia juga percaya bahwa perintah Allah harus dilaksanakan sekalipun ia harus kehilangan Ishak. Agaknya Abraham tetap berkeyakinan untuk melaksanakan perintah Allah tersebut sekalipun ia percaya bahwa Allah dapat melakukan segala hal untuk menyelamatkan Ishak. Keteguhan iman Abraham terhadap perintah Allah sangat terihat jelas ketika ia mendirikan mezbah, menyiapkan kayu bakar, mengikat Ishak lalu meletakkannya diatas mezbah dan tumpukan kayu bakar itu, akhirnya Abraham mengulurkan tangannya, mengambil pisau untuk menyembelih anaknya.(Kej. 22: 9-10).
Berdasarkan informasi-informasi diatas,  dapat memahami bahwa sesungguhnya Abraham menyatakan pernyataan iman yang sungguh sangat luar biasa ketika ia berkata: “Allah yang akan menyediakan anak domba untuk korban bakaran bagi-Nya, anakku.” (Kej. 22: 8). Allah memang memerintahkan Abraham untuk mengorbankan anaknya tetapi Allah tidak pernah mengatakan apapun kepadanya mengenai korban tebusan pengganti Ishak, yang adalah seekor anak domba. Pada akhirnya, Allah mengetahui bahwa sekalipun Abraham percaya bahwa Dia dapat menggantikan Ishak dengan korban tebusan yang lain, namun ia tetap akan berniat menyembelih anaknya yang tunggal itu.  Jadi disinilah terletak iman yang kokoh itu kepada Allah.

2.      Sadrakh, Mesakh, Abednego
Kitab Daniel pasal 3 mengisahkan tiga orang Israel bernama Sadrakh, Mesakh dan Abednego yang hidup dalam pembuangan di Babel dalam masa pemerintahan raja Nebukadnezar. Pada waktu itu raja Nebukadnezar mendirikan patung emas setinggi 60 hasta selebar 6 hasta yang didirikan di sebuah dataran bernama Dura. Alkisah raja mewajibkan semua orang di seluruh negeri untuk menyembah patung besar itu pada saat-saat tertentu, yaitu pada waktu dibunyikan berbagai alat bunyi-bunyian seperti: sangkakala, seruling, rebana dan lain sebagainya yang menandai waktu untuk melakukan ritual penyembahan berhala itu (ayat 5). Sedangkan bagi siapa saja yang melanggar titah raja ini – yakni yang tidak mau menyembah patung berhala tersebut – maka dia akan dicampakkan ke dalam perapian yang menyala-nyala (ayat 6).
Ketika Raja Nebukadnezar membangun patung untuk disembah oleh semua orang yang ada di wilayah Babel; Sadrakh, Mesakh dan Abednego menolak untuk menyembah patung tersebut. Walaupun diancam akan dimasukkan ke dalam perapian yang menyala-nyala, mereka tetap berpegang teguh pada iman mereka. Iman mereka tidak tergoyangkan, walaupun bahaya mengancam nyawa mereka. Mereka percaya bahwa Tuhan sanggup melepaskan mereka dari bahaya yang ada. Bahkan merekapun siap mati jika pertolongan tidak datang juga. Mereka tidak rela melepaskan iman mereka demi menyembah patung tersebut.
Hampir semua orang taat kepada perintah raja Nebukadnezar, kecuali tiga orang Israel yaitu Sadrakh, Mesakh dan Abednego. Mereka inilah tiga orang pertama yang berani melawan perintah raja untuk menyembah patung emas. Ketiga orang ini melakukan “pengakuan yang berani” dengan berkata:Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja; (ayat 17) tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu. (ayat 18) Dan ketiga orang ini berani mengambil resiko dengan dicampakkan ke dalam perapian yang menyala-nyala sebagai akibat dari “pengakuan yang berani” itu. Lalu diikatlah ketiga orang itu, dengan jubah, celana, topi dan pakaian-pakaian mereka yang lain, dan dicampakkan ke dalam perapian yang menyala-nyala. (ayat 21).(TB)
Bila melihat iman dan komitmen mereka kepada Allah dengan tidak mengasihi nyawa mereka sampai menghadapi maut sekalipun, maka Tuhan menyelamatkan mereka dengan membuat tubuh mereka tidak mempan oleh api, bahwa rambut di kepala mereka tidak hangus, jubah mereka tidak berubah apa-apa, bahkan bau kebakaranpun tidak ada pada mereka (ayat 27).
1.      Sikap Ketaataan Iman  Sadrakh, Mesakh, dan Abednego
 Meskipun taruhannya adalah nyawa, bukanlah sikap yang konyol.  Sadrakh, Mesakh, Abednego tahu bahwa konsekuensi iman pada Allah akan membuat mereka dihukum raja Nebukadnezar.  Mereka berani menghadapinya karena dasar iman mereka bukan pada jabatan, kekayaan, dan tawaran-tawaran raja, melainkan pada Allah yang hidup. Iman sejati mereka tampak jelas saat mereka berkata, “Tapi seandainya tidak, kami tidak akan memuja dewa tuanku” (ay. 18). Ini menjelaskan, apabila Allah tidak melepaskan mereka dari perapian tersebut, mereka tetap setia kepada Allah.  Disini begitu jelas terlihat iman yang kokoh dan teruji bahkan menjadi teladan bagi kaum muda untuk memperjuangkan kegigihan imannya.[5]


1.1.  Tidak Mau menyembah Patung
Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja; tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu.” (Daniel 3:17-18).
Dari kitab Daniel pasal 3 ini kita tahu bahwa pada akhirnya Sadrakh, Mesakh dan Abednego dimasukkan ke dalam perapian yang menyala-nyala. Bahkan karena begitu marahnya Raja Nebukadnezar, perapian dipanaskan dengan begitu luar biasa. Tetapi apa yang terjadi kemudian adalah kita melihat pertolongan Tuhan turun bagi Sadrakh, Mesakh dan Abednego. Tuhan tidak mempermalukan mereka. Sehelai rambutpun tidak ada yang terbakar. Bahkan Raja Nebukadnezarpun memerintahkan semua orang agar menghormati Allah mereka. Sadrakh, Mesakh dan Abednego tidak mempan oleh api karena iman mereka pada kesanggupan Allah untuk menyelamatkan mereka dari api, 3:16-18. Mereka tidak mempan oleh api karena Allah menyertai mereka, 3:24-25. Tuhan penuh kasih dan kuasa, Ia sanggup menyelamatkan dan selalu menyertai hidup anak-anakNya.
Ketiga pemuda ini yang tetap setia kepada Allah bahkan ketika hidup mereka terancam kematian menjadi teladan yang menghukum kompromi rohani dan moral dari orang-orang yang mempergunakan berbagai pengaruh dan kebiasaan kontemporer sebagai alasan perbuatan duniawinya. Allah tidak menerima dalih bahwa kita boleh melakukan sesuatu hanya karena "semua orang melakukannya." Kita harus dengan tekun memohon agar Allah menanamkan suatu tekad yang teguh di dalam hati kita untuk tetap setia kepada Dia dan Firman-Nya, bagaimanapun juga akibatnya.

1.1.1.      Terjadi mujizat  ataupun  tidak  ada  mujizat tetap Percaya
Mereka berkata, “Kalau Allah melepaskan kami dari dapur api, ya puji Tuhan, tetapi kalau masuk api lalu terbakar hangus, ya tetap puji Tuhan !” Ada mujizat atau tidak ada mujizat, imannya tetap kokoh. Mengapa? Karena hidupnya benar-benar percaya kepada Allah yang hidup.  Sadrakh, Mesakh dan Abednego begitu tegas sikapnya? Sebab mereka mempunyai iman yang mampu melihat kepada masa yang kekal.  Mereka tahu bahwa hidup di dunia ini sementara saja, sedangkan hidup yang kekal itu adalah sangat riil.  Jadi, apa yang diperbuat sekarang dalam hidup didunia ini, haruslah merupakan persiapan untuk hidup yang kekal nanti.
3.      Ayub
Ayub adalah seorang pengusaha yang takut akan Tuhan dan usahanya sangat diberkati. Di Ayub 1:3 disebutkan bahwAyub adalah orang terkaya di sebelah timur. Itu berarti, tidak ada yang sekaya Ayub di daerah tersebut.  Pengaruhnya di daerah tersebut membuatnya disegani dan dihormati oleh siapapun, dari lapisan masyarakat mana pun (Ayub pasal  29). Sekalipun demikian, Ayub tidak gelap mata atau gila kuasa. Ia tetap tampil apa adanya, seolah-olah tak memiliki apa-apa. Ia tetap rendah hati, saleh, jujur, takut akan Allah dan menjauhi kejahatan. Perilakunya itulah yang menawan hati Tuhan sehingga memujinya: “Tiada seorang pun di bumi seperti dia, yang demikian saleh dan jujur, yang takut akan Allah dan menjauhi kejahatan” ( Ayub 1:8; 2:3 ).
1.      Sikap Iman Ayub dalam Penderitaan
 Alkitab dengan jelas mencatat bahwa Ayub  “saleh dan jujur;  ia takut akan Allah dan menjauhi kejahatan.”  (Ayub 1:1).  Ini menunjukkan bahwa Ayub adalah orang yang hidupnya benar dan tidak bercela di hadapan Tuhan.  Itulah sebabnya ketika kesengsaraan dan penderitaan menimpa hidupnya ia merasa berhak untuk bertanya kepada Tuhan bukankah seharusnya orang fasik atau orang berdosa yang layak menerima segala penderitaan dan malapetaka.  Dalam hal ini Ayub sendiri, Ayub merupakan wakil dari bentuk pendampingan pastoral terhadap diri sendiri ketika Ayub menumpahkan segala kekesalan dan kekecewaan terhadap hidup ini dengan ratapan-ratapan yang menyakitkan pada Ayub.  Tetapi yang menjadi kemenangan ada dipihak anak Tuhan yang tetap setia sekali pun hidupnya hancur, sekalipun secara manusia sangat menderita, sekali pun semua yang dipunyainya hilang dengan cara yang sangat menyakitkan. Allah kemudian mempermalukan iblis dengan menunjukkan bahwa  Ayub tetap tegar dan terus berdiri teguh di dalam imannya.
1.1.  Ayub Tidak Mengutuk Tuhan Allah
Ayub tidak mengutuk Allah melainkan hari dan malam ia dikandung dalam bahasa yang mengingatkan penciptaan. [6]  Dalam buku Pengantar Perjanjian Lama 2 mengatakan bahwa prosa untuk membuktikan ketidakbersalahan Ayub, walaupun itu hampir tidak diperlukan.  Namun Allah memulihkan nama baik, kekayaan dan keluarga Ayub. Iman Ayub yang teguh pada permulaannya telah dimurnikan seperti emas melalui api kesengsaraan, kesalahpahaman dan keraguan. Juga hardikan yang berulang kali terhadap ketiga sahabatnya Ayub (Ayub 47;7-8). [7]
4. Daud
Latar belakang Daud adalah anak seorang dari Efrata, dari betlehem-Yehuda, yang bernama Isai.  Isai mempunyai delapan anak laki-laki.  Ketiga anak Isai ini ada tiga yang suka berperang mengikuti Saul; nama ketiga anaknya yang pergi berperang itu ailah Eliab, anak sulung, anak yang kedua ialah Aminadab, dan yang ketiga adalah Syama.  Dan Daudlah yang paling bungsu yang selalu menggembalakan domba ayahnya di Betlehem. 
4.1.  Iman Daud ketika Melawan Goliat
Kemenangan Daud atas Goliat diperoleh karena imannya kepada Allah yang telah diuji dan dibuktikan dalam hidupnya. Dan rahasia iman Daud adalah bahwa Daud mengasihi Tuhan, dia selalu mencari wajah Tuhan.  Daud juga bersemangat dan sangat memperhatikan kehormatan Tuhan Allah Israel.  Ia menyadari bahwa Tuhan Allah yang mahakuasa yang akan berperang.  Kepercaan Daud akan kuasa Allah telah diperkuat masa sebelumnya ketika ia berdoa dan mengalami kelepasan dari Allah. Juga Roh Tuhan turun ke atasnya.
4.1.1.  Daud Mengalah Goliat dengan Nama Tuhan
Ketika Daud melawan Goliat yang raksasa itu, Daud benar-benar dengan segenap hati percaya kepada Allah.  Bahwa Allah sanggup menyatakan kuasanya.  Seperti yang tertulis dalam 1 Samuel 17:45-46 “Tetapi Daud berkata kepada orang Filistin itu: "Engkau mendatangi aku dengan pedang dan tombak dan lembing, tetapi aku mendatangi engkau dengan nama TUHAN semesta alam, Allah segala barisan Israel yang kautantang itu. Hari ini juga TUHAN akan menyerahkan engkau ke dalam tanganku dan aku akan mengalahkan engkau dan memenggal kepalamu dari tubuhmu; hari ini juga aku akan memberikan mayatmu dan mayat tentara orang Filistin kepada burung-burung di udara dan kepada binatang-binatang liar, supaya seluruh bumi tahu, bahwa Israel mempunyai Allah,”.
  Daud tidak memakai metode yang canggih dan hebat  seperti senjata namun Goliat memakai perlatan yang canggih seperti yang tertulis dalam 1 Samuel 17:5-7 “Ketopong tembaga ada di kepalanya, dan ia memakai baju zirah yang bersisik; berat baju zirah ini lima ribu syikal tembaga.  Dia memakai penutup kaki dari tembaga, dan di bahunya ia memanggul lembing tembaga. Gagang tombaknya seperti pesa tukang tenun, dan mata tombaknya itu enam ratus syikal besi beratnya. Dan seorang pembawa perisai berjalan di depannya.” (TB)
Daud tahu musuhnya adalah orang yang tak mengenal Tuhan bahkan berani menghujat Goliat.  Daud yakin sekali bahwa Tuhan yang akan berperang.  Dimata Daud bahwa Goliat tak lebih dari binatang buas yang mencoba menganggu ternaknya (1 Samuel 17:34-36).
Dengan kepercayaan iman Daud kepada Allah, ia mampu mengalah Goliat yang berbadan raksasa itu.  Dia membunuh Goliat dengan batu kecil dengan mengumbannya sehingga kena dahi Goliat, akhirnya setalah Goliat jatuh ketanah, Daud mengambil pedang dari barisan Filistin dihunusnyalah atau dipancungnyalah kepala Goliat.[8]


BAB IV.
KESIMPULAN
Setelah penulis membahas teologi iman dalam Perjanjian Lama dengan cara meneliti kehidupan para tokoh-tokoh Alkitab, maka penulis menyimpulkan bahwa teologi iman muncul dari kehidupan yang taat, tunduk akan segala perintah Tuhan Allah.  Arti taat dan tunduk akan perintah Tuhan adalah melakukan dengan segenap hati percis seperti apa yang diperintahkan Tuhan Allah. Jadi tidak meleset, tetapi menuju sasaran.
Jadi teologi iman dalam Perjanjian Lama ini adalah orang-orang yang tunduk, berpegang teguh akan kebenaran serta taat akan suara Allah, akan perintah Allah.  Atau para nabi yang mempunyai visi dan misi akan keselamatan umatnya.  Juga orang-orang yang mengasihi Tuhan, mempunyai keintiman dengan Tuhan Allah dengan tindakan nyata dan orang yang bisa membedakan mana suara hati dan suara Tuhan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa teologi iman dalam Perjanjian Lama adalah sesuatu yang belum dilihat, belum ada dibenak pikiran, namun harus mempercayainya.  Sehingga itulah sebabnya Perjanjian Baru mengutip di dalam surat Ibrani bahwa Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat. Jadi iman yang ada di dalam Perjanjian Lama itu berhubungan dengan Perjanjian Baru.



DAFTAR PUSTAKA
Alkitab Edisi Studi. Jakarta: LAI, 2011
_____________. Inspirasi Batin, Yogyakarta: Kanisius, 2007.
Bergant Dianne, CSA dan Robert J. Karris, OFM. Tafsir Alkitab Perjanjian Lama. Yogyakarta:  Kanisius, 2004.

Syukur Dister  Nico OFM. Teologi Sistematika 1. Yogyakarta: Kanisius, 2004.

_____________________.  Pengantar Teologi. Yogyakarta: Kanisius, 2004.

H.h Rowley. Ibdat Israel Kuno. Jakarta: Gunung Mulia, 2004.

D.a Hubard, F.W. Lasor W.S. Pengantar Perjanjian Lama 2.  Jakarta: Gunung Mulia, 2007.

Kaiser. Jr. Walter C.  Teologi Perjanjian Lama.  Malang: Gandum Mas, 2004.




[1] Walter C. Kaiser. Jr. Teologi Perjanjian Lama, (Malang: Gandum Mas, 2004), hlm. 127.
[2] Nico Syukur Dister OFM , Teologi Sistematika 1, (Yogyakarta: Kanisius, 2004), halaman 69.
[3] Nico Syukur Dister OFM, Pengantar Teologi, (Yogyakarta: Kanisius, 2004), halaman 129.
[4] Rowley H.h. Ibdat Israel Kuno, (Jakarta: Gunung Mulia, 2004), halaman 18.
[5] _____________. Inspirasi Batin, (Yogyakarta: Kanisius, 2007), halaman 179.

[6] Dianne Bergant, CSA dan Robert J. Karris, OFM. Tafsir Alkitab Perjanjian Lama, (Yogyakarta: Kanisius, 2004), halaman 407.
[7] W.S. Lasor, D.a Hubard, F.W. Pengantar Perjanjian Lama 2, (Jakarta: Gunung Mulia, 2007), halaman, 119.
[8] Alkitab Edisi Studi. (Jakarta: LAI, 2011), halaman 459.

Masih ada jalan keluar