ddd

Jika Yesus Kristus adalah orang gila, stress berat, tidak mungkin ada pengikutnya. Jika Yesus Kristus seorang penipu tidak mungkin Dia mau disalib. Kesimpulannya adalah Yesus Kristus adalah Tuhan Allah yang datang ke dunia menjadi manusia

Minggu, 23 Desember 2012

Sikap Yesus Terhadap Perempuan Yang Berzinah by Kristalon Sinaga, S.Th




Kasus Perzinahan dalam Yohanes 8:1-11

BAB I
PENDAHULUAN
Berbicara mengenai kasus perzinahan dalam tradisi bangsa Israel adalah sesuatu hal yang menakutkan dan membayakan bahkan sampai kepada pembunuhan.   Larangan perzinahan adalah salah satu perintah Tuhan dari sepuluh hukum taurat.  Jelas orang yang melanggar perintah Allah akan mendapat hukuman.  Bahkan ayat di atas sangat begitu jelas undang-undangnya sesuai dengan perintah Allah.  Kitab Ulangan 17:7, dan Imamat 20:10 menjelaskan bagaimana orang yang kedapatan yang berzinah dihukum mati atau dirajam dengan batu sesuai dengan hukum Kitab Musa.  Bagi yang melakukan perzinahan tidak ada “tawar menawar” atau kata “ampun” tidak ada belas kasihan, tidak ada diberi kesempatan.  Berarti bisa ditarik benang merah bahwa orang-orang yang melakukan perzinahan dalam Kitab Perjanjian Lama begitu banyak yang mati tanpa ada diberi kesempatan untuk bertobat.
Kasus perzinahan ini sangat mengerikan karena tidak ada kesempatan diberi untuk memperbaiki kelakuan moral mereka.  Tetapi syukur dengan datangnya Yesus Kristus kedunia sebagai hakim atas hukum Taurat maka ada kesempatan diberi untuk berubah kepada orang yang jatuh dalam perzinahan.  Yesus tidak menghukum ketika kasus yang perempuan yang kedapatan yang berzinah. Tetapi Yesus memberi kesempatan untuk berubah dari kelakuan buruknya sehingga membawa kepada pertobatan
Hukuman rajam bagi orang yang melakukan zinah adalah bentuk yang sangat brutal eksekusi, tetapi yang anehnya logis dalam konteks zaman. Batu pertama harus dilemparkan oleh para saksi perzinahan, dan kemudian setelah itu setiap anggota masyarakat di mana dua pezinah hidup harus maju ke depan dan melempar batu.

A.      Latar Belakang

Konteks dalam Yohanes 8:2-11 adalah ketika Yesus sedang mengajar di halaman bait Allah, beberapa orang farisi dan ahli taurat membawa seseorang perempuan yang  tertangkap basah sedang berzinah dengan laki-laki yang bukan suaminya.  Dengan maksud menguji Yesus, orang-orang farisi dan hali Taurat, mengatakan bahwa perempuan itu harus dihukum mati, seperti yang diperintahkan oleh hukum Musa  (Imamat 20:10) . Namun Yesus menentang pemahaman mereka yang sempit tentang  dosa.
Kejadian ini berlangsung ketika Yesus mengajar di Bait Allah. Ahli-ahli Taurat dan Farisi mencari Yesus ketika Ia dikerumuni orang banyak. Niat mereka adalah untuk mencobai/menjebak Yesus dan membuat Ia bersalah dihadapan pemimpin-pemimpin termasuk pemimpin dalam pemerintahan sipil (Romawi).  Pokok pencobaan itu dasarnya adalah bagaimana Yesus memandang Taurat Musa.
 Ahli-ahli taurat adalah kaum terpelajar Yahudi yang mempelajari hukum taurat.  Sehingga dalam kemampuan pengetahuan tentang Alkitab, bisa dikatakan mengerti kebenaran.
Untuk lebih memahai secara detail konteks ini, berbagai terjemahan dibawah ini memudahkan dan menjelaskan lebih detail arti dan makna yang mendalam:
Terjemahan KSI (2000) ©Pada waktu hari masih pagi sekali, Isa sudah tiba kembali di Bait Allah. Semua orang datang kepada-Nya, lalu Ia duduk dan mengajar mereka.  MILT (2008)Dan para ahli kitab dan orang-orang Farisi membawa kepada-Nya seorang wanita yang telah tertangkap basah dalam perzinaan. Dan setelah menyuruhnya berdiri di tengah-tengah,  TB (1974) ©Mereka menempatkan perempuan itu di tengah-tengah lalu berkata kepada Yesus: "Rabi, perempuan ini tertangkap basah ketika ia sedang berbuat zinah.  BIS (1985) ©Di dalam Hukum Musa ada peraturan bahwa wanita semacam ini harus dilempari dengan batu sampai mati. Sekarang bagaimana pendapat Bapak?  BIS (1985) ©Mereka bertanya begitu untuk menjebak Dia, supaya mereka dapat menyalahkan-Nya. Tetapi Yesus tunduk saja, dan menulis dengan jari-Nya di tanah.  BIS (1985) ©Ketika mereka terus mendesak, Ia mengangkat kepala-Nya dan berkata kepada mereka, "Orang yang tidak punya dosa di antara kalian, biarlah dia yang pertama melemparkan batu kepada wanita itu.  MILT (2008)  Dan setelah mendengarkan dan tertempelak oleh hati nuraninya, mereka keluar seorang demi seorang, mulai dari mereka yang tua-tua sampai mereka yang terakhir. Dan YESUS ditinggalkan sendirian, juga wanita itu yang sedang berdiri di tengah-tengah.  MILT (2008)Dan setelah mendengarkan dan tertempelak oleh hati nuraninya, mereka keluar seorang demi seorang, mulai dari mereka yang tua-tua sampai mereka yang terakhir. Dan YESUS ditinggalkan sendirian, juga wanita itu yang sedang berdiri di tengah-tengah.  TL (1954) © Apabila Yesus tegak, tiada dilihat-Nya seorang pun kecuali perempuan itu, lalu berkatalah Ia kepadanya, "Hai perempuan, di manakah mereka itu? Tiadakah seorang pun yang menyalahkan engkau?"  MILT (2008) Dan dia berkata, "Tidak seorang pun, Tuhan ." Dan YESUS berkata kepadanya, "Aku pun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berdosa lagi!"[1]
Ayat di atas berlanjut lagi dimana Yesus berkata bahwa Dia adalah terang dunia.  Tujuan Yesus mengatakan bahwa Dia sendiri adalah terang itu, untuk menunjukkan bawha Yesus adalah Allah sendiri (Yohanes 8:48), dan berkuasa atas hukum taurat yang dapat memberi pengampunan dan segalanya.
B.      Pengertian Perzinahan
Kata perzinaaan berasal dari kata dasar zina yang berarti perbuatan bersenggama antara laki-laki dan perempuan yang tidak terikat oleh tali perkawinan (pernikahan). [2] Perbuatan bersenggama antara seorang laki-laki yang terikat perkawinan dengan seorang perempuan yang bukan istrinya, atau seorang perempuan yang terikat perkawinan dengan seorang laki-laki yang bukan suaminya.
Di dalam perjanjian lama di tegaskan bahwa perzinahan memiliki sanksi yang keras yaitu setiap orang yang melakukanny akan dirajam sampai mati. (Im.20:10). Hukuman mati ini menunjukkan bahwa perzinahan atau perselingkuhan merupakan pelanggaran prinsip moral karena merusak ikatan pernikahan yang telah dirancang Allah.
BAB.  II
SIKAP AHLI TAURAT DAN FARISI
Sikap atau tindakan para ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi yang suka menghakimi orang bersalah dengan menggunakan hukum Musa (Taurat Tuhan) sebagai alasan untuk menghukum dan menghakimi.  Dimana hukum tersebut menegaskan bahwa “siapa kedapatan berzinah harus dilempar/dirajam dengan batu sampai mati (ayat 5).” Perempuan yang kedapatan berbuat zinah ini hanya menangis dan terdiam. Berharap akan mendapatkan pengampunan atau pembebasan. Yesus sebagai Hakim masih terdiam mendengarkan tuduhan-tuduhan yang disampaikan oleh ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi.
A.     Ahli Taurat dan Farisi
Kata Farisi berasal dari bahasa Ibrani פרושים p'rushim, dari perush, yang berarti penjelasan.[3]  Dari literatur rabinik, kaum Farisi digambarkan sebagai pengamat dan penegak hukum Taurat yang sangat teliti[4]Dalam gulungan naskah-naskah Laut Mati, kaum Farisi dikatakan sebagai kaum yang suka mencari dan memerhatikan hal-hal yang sangat kecil[5]. Sekte Farisi adalah sekte yang paling banyak pengikutnya dalam masa Perjanjian Baru. Nama mereka diambil dari kata kerja parash, yang berarti memisahkan. Mereka adalah kelompok yang memisahkan diri, atau kaum puritan Yudaisme, yang menghindari segala hubungan dengan kejahatan dan berusaha menaati hukum lisan maupun tulisan secara mutlak sampai kepada hal yang sekecil- kecilnya.  Jadi bisa dikatakan orang yang setia kepada Allah.
 Asal usul orang-orang Farisi tidak pasti, namun gerakan mereka diyakini telah tumbuh dari Assideans (yaitu "saleh"), yang dimulai pada saat Pemberontakan Makabe terhadap Yunani / Suriah penguasa Antiokhus IV , atau "Antiokhus Epifanes," sekitar 165 SM . [6]selama sekitar 4 abad antara akhir dari catatan Perjanjian Lama dan kelahiran Yesus Kristus , sebelum munculnya kerajaan Romawi.
Para Farisi mungkin dimaksudkan untuk taat kepada Allah, tetapi akhirnya mereka menjadi begitu setia dan ekstrimis di bagian yang sangat terbatas Hukum (ditambah semua yang mereka sendiri ditambahkan ke dalamnya), sehingga mereka menjadi buta terhadap Mesias ketika Dia berada di tengah-tengah mereka sangat. Mereka melihat mukjizat-Nya, mereka mendengar Firman-Nya, tapi bukannya menerima hal itu dengan sukacita, mereka melakukan semua yang mereka bisa untuk menghentikan Nya - pada akhirnya sampai mendapatkan Dia dibunuh karena Dia jujur ​​mengaku sebagai Anak Allah
C.     Sikap ahli taurat dan farisi  tentang perempuan berzinah.
 Memang secara hukum Musa itu benar bahwa perempuan yang melakukan perzinahan akan dihukum.  Tetapi yang anehnya adalah bahwa ahli taurat dan orang Farisi hendak menjerumuskan Yesus.  Mereka ingin memojokkan Yesus.  Dalam hal ini para ahli taurat dan orang farisi meminta Yesus menempatkan dia dalam situasi yang sulit.  Kelihatannya para ahli taurat dan orang Farisi adalah orang yang suci dan orang benar dimata Allah, namun realita kehidupan mereka hanyalah kebohongan dan kemunafikan.  Ini adalah perangkap, perangkap siap karena mereka tahu ia ada di sana, tahu mereka bisa menangkap wanita dalam bertindak dan karena mereka ingin jawaban dari Yesus yang menjadi pertanyaan, yang menyebabkan kematian, kemungkinan kematian yang dilahirkan dalam mereka roh jahat.

1.       Bersikap Deskriminasi

Di dalam hukum Musa bahwa perempuan dan laki-laki yang melakukan zinah harus dirazam batu.  Tetapi yang pada kenyataannya adalah laki-laki disini tidak ditangkap.   Secarahukum jelas apa yang akan menjadi nasib perempuan itu, yaitu dihukum rajam artinya dilempari batu sampai mati (Yoh. 8:2).  Tetapi sikap ahli kitab dan orang Farisi ternyata cari menangnya sendiri atau menangnya lelaki, sebab dalam Kitab Imamat  ditulis sebagai berikut: Imamat 20:10[7].  Tradisi masyarakat Yahudi sangat membela pria! Ada hukuman bagi wanita yang kedapatan berzinah, tetapi tidak ada hukuman bagi pria yang kedapatan berzinah.  Dalam pandangan pada masa kini, tradisi tersebut benar-benar tidak adil bagi kaum wanita! Dalam masa Perjanjian Baru, agaknya tradisi yang tidak adil itu masih berlaku.  Melalui bacaan hari ini, terlihat prinsip pembedaan dalam kisah itu, wanita yang kedapatan berzinah dipermasalahkan, tapi sang prianya tidak diadili! Hal inilah yang digunakan oleh para pemimpin agama pada saat itu.
Tradisi masyarakat Yahudi sangat membela pria! Ada hukuman bagi wanita yang kedapatan berzinah, tetapi tidak ada hukuman bagi pria yang kedapatan berzinah. Dalam pandangan pada masa kini, tradisi tersebut benar-benar tidak adil bagi kaum wanita! Dalam masa Perjanjian Baru, agaknya tradisi yang tidak adil itu masih berlaku.

2.        Ingin Mencari-cari Kesalahan Yesus

Ketika kedapatan perempuan sedang berbuat zinah, dalam hal ini orang-orang farisi dan ahli taurat sengaja menjebak Yesus Kristus dengan mengingatkan Yesus Kristus akan hukum Musa tentang hukum orang yang melakukan perzinahan.  Kedua, kebencian para ahli Taurat dan orang Farisi membuahkan perencanaan dalam hati mereka untuk menjerat Tuhan Yesus.  Dalam kisah perempuan berzinah ini, jelas tahu bahwa motif mereka menuduh wanita tersebut tidak tulus. Tujuannya bukanlah untuk menegakkan hukum, tetapi ingin menjerat Tuhan Yesus (ay. 6).  Namun Tuhan Yesus yang mengetahui motifasi hati mereka, justru membalikkan jerat itu sehingga menjadi “senjata makan tuan” (ay. 7).   Mereka yang berusaha menjerat Tuhan Yesus melalui kasus wanita berzinah tersebut justru menjadi malu, karena melaluinya mereka justru menyadari keberdosaannya.
  Hal yang menyedihkan tentang kisah perempuan yang berzina adalah antagonisme mengerikan orang-orang Farisi memiliki bagi Yesus.  Mereka membencinya. Mereka ingin menangkapnya keluar dan dengan demikian membuat dia mendapat masalah. Pertanyaan para pengacara meminta Yesus menempatkan dia dalam situasi yang sulit.
Yesus tidak menyatakan bahwa laki-laki tidak berdosa hanya bisa menegakkan hukum.  Jika hukuman tidak pernah bisa dilakukan karena semua dosa manusia (Roma 3:23). Sebaliknya, hukum mengharuskan para saksi dalam kematian kejahatan layak diperlukan untuk melemparkan batu pertama (Ulangan 17:7).   Yesus berkata, jika orang-orang yang membawa wanita itu dan membuat tuduhan terhadap dirinya tidak bersalah, maka mereka harus melaksanakan Hukum Musa. Tentu saja, ini menempatkan keputusan mengenai apakah akan mengikuti Hukum Musa 'atau kembali hukum Romawi di pundak orang-orang Farisi dan ahli Taurat.
Orang-orang Farisi yang terang-terangan tidak adil.  Dibutuhkan dua untuk melakukan perzinahan! Di mana pria itu? Hukum Musa mengatakan bahwa baik wanita dan pria yang berzinah harus dihukum mati.
Para imam dan pemuka agama ini membawa wanita pezinah itu ke hadapan Yesus, bukan untuk minta Yesus menjadi hakim, tapi ingin mengetes Yesus, ingin tahu apa yang akan dilakukan Yesus padanya. Menurut hukum yang ada, yakni hukum Musa, wanita seperti ini harus dilempari batu sampai mati, atau dengan kata lain, dihakimi massa. Apakah Yesus akan melakukan hal itu?
Namun, perempuan berdosa muncul sebelum Yesus dan orang-orang dengan tindakan yang tepat untuk meletakkannya untuk mengejek penghinaan. Apakah para ahli Taurat dan orang Farisi benar-benar hanya tertarik pada mengutuk wanita ini mendapat perzinahan, atau memiliki kepentingan besar lain? Namun, minat ingin tahu posisi Yesus Kristus pada kasus ini adalah untuk mengujinya dengan memperhatikan menangkapnya kesalahan juga untuk menghukum dia bersama dengan istrinya sesuai dengan hukum Musa.

BAB III
METODA KONSELING YANG DILAKUKAN YESUS KRISTUS
Metoda konseling Yesus dalam kasus ini, Dia tidak mau konflik secara terbuka dengan orang farisi dan ahli taurat mengenai penghukuman. Sejenak Dia berdiam diri, membungkuk dan menulis di atas pasir untuk menunjukkan bahwa Yesus kurang setuju dengan cara mereka mempermalukan perempuan itu di depan umum. Atau saja Dia menahan rasa malu seperti yang dialami perempuan hina itu. Dia menderita seperti perempuan itu. Disamping itu, Yesus ingin menyadarkan farisi dan ahli taurat dengan mengulang hukuman merekabahwa hukuman itu sangat sadis. Padahal Yesus pernah mengajarkan, kalau ada kedapatan berdosa, baiklah dia dipanggil dan ditanya oleh imam hanya empat mata, kalau dia menolak bolehlah memanggil saksi, jika masih menolak baru ditanyakan di depan jemaat. Tapi ahli taurat telah membawa penzinah ke depan umum dan segera menjatuhkan hukuman.
1.       Yesus Tidak Menghakimi Ahli Taurat dan Farisi
Yesus tidak Menghakimi ahli Taurat.  Ketika ahli-ahli taurat menjebak Yesus Kristus di dalam hukum Musa dalam kasus perzinahan perempuan ini, Yesus seolah-olah santai saja akan perkataan oleh ahli-ahli taurat dan farisi.  Namun dalam hal ini, ada sesuatu hal misteri yang paling-merenungkan dari cerita ini, adalah saat hari itu ketika Yesus, dalam menanggapi tuduhan orang Farisi, Yesus membungkuk dan menulis di tanah dengan jarinya.  Pertanyaan-pertanyaan terus dipertimbangkan.  Kemungkinan Yesus menulis dengan jari ketanah untuk menulis daftar-daftar dosa, dan nama pacar orang-orang farisi itu.  Sehingga kalau mereka mau membantah, Yesus akan menunjukkan semua dosa-dosa dan kemunafikan mereka, tetapi pada saat itu mereka sadar bahwa mereka juga orang berdosa ketika Yesus berkata siapa diantara kalian yang tidak berdosa hendaklah yang pertama melemparkan batu kepada perempuan ini.  Dan perkataan Yesus sangat menyinggung dan menyadarkan mereka.  Secara tidak langsung tepatlah Firman Tuhan yang mengatakan: "Kamu memang sangat jago atau sangat ahli kalau melihat selumbar di mata saudaramu tetapi kamu tidak jago dan tidak mampu melihat balok di matamu sendiri. (BIS)"Sehingga dalam cerita ini, mereka pergi satu persatu, mulai dari yang tua sampai kepada yang muda, akhirnya hanya Yesus yang tinggal dan perempuan.  Dan Yesus pun tidak menghukumnya.
Penafsiran yang  lain adalah bahwa ketika Yesus sedang membungkuk dan menulis dengan jari ke tanah adalah:
Pertama, Yesus mau menunjukkan bahwa manusia itu rapuh; dia dari debu tanah dan akan kembali kepada debu tanah juga. Dalam Kitab Kejadian kerapuhan manusia selalu dilukiskan dengan debu tanah, artinya manusia itu fana dan tidak sempurna. Kerapuhan manusia ini. selalu menjadi akar manusia jatuh dalam dosa dan salah. Kedua, Yesus mau menunjukkan bahwa karena manusia itu rapuh dan tidak sempurna, dia tidak mempunyai hak apa-apa untuk menghakimi sesamanya. Sikap menganggap diri lebih baik, lebih benar, lebih saleh, dll itu menjadi pemicu lahirnya kecenderungan selalu mempersalahkan orang lain dan tidak peduli pada kepentingan banyak orang.  Ketiga, dengan membungkuk dan menulis di tanah, Yesus mau menunjukkan bahwa dosa kesalahan manusia sebesar apa pun diampuni oleh Tuhan. Menulis sesuatu di tanah: gampang hapus dan lenyap, tidak bisa disimpan. Mengapa manusia tidak bisa memaafkan atau mengampuni satu sama lain?[8]
Jadi dalam penafsiran di atas adalah menjelaskan bahwa manusia itu tidak terlepas dari dosa.  Manusia perlu mendapat penganmpuanan karena tidak sempurna.  Namun Tuhan memberi kesempatan untuk berubah dan tidak mengulangi dosa yang sama.
2.       Yesus Mengasihi Orang Berdosa
Yesus mengasihi semua orang tanpa pandang bulu.  Yesus tidak pernah mengkotak-kotakkan atau membuat sebuah lingkaran.   Sikap Yesus dalam hal ini bertentangan dengan sikap orang-orang Farisi dan para ahli Taurat yang bersikap menjauhi orang yang dianggap berdosa. Oleh karena itu, Ia disebut sebagai sahabat orang Berdosa. Orang berdosa umumnya merasa dirinya menjijikkan dan tidak layak untuk berdekatan dengan orang yang dianggap saleh. Oleh karena itu, merupakan suatu hal yang aneh dalam pandangan umum bahwa Tuhan Yesus (yang tidak pernah melakukan dosa) bersedia untuk bebincang-bincang atau duduk makan bersama dengan orang berdosa. Tetapi Yesus mengasihi semua orang bahkan sekalipun orang berdosa.  Bahkan Yesus makan bersama dengan orang-orang yang dianggap  pendosa, orang-orang yang tersingkir. Sikap Yesus yang demikian membuat orang-orang bertobat dan tidak berbuat dosa lagi, misalnya kisah Zakeus, Perempuan yang tertangkap sedang berzinah. Yesus menyembuhkan orang sakit bukan mengutuknya, Yesus mengampuni kesalahan bukan menghukumnya. Yesus menyelamatkan semua orang dengan tanpa pandang bulu.  Terutama dalam kasus ini, Yesus malah mengasihi perempuan yang berzinah ini, secara logika, sepantasnya tidak berhak perempuan ini mendapatkan kasih Yesus, namun karena kasih Yesus yang mengasihi orang berdosa agar kembali kepada kebenaran karena tujuan Yesus untuk mencari orang yang hilang.  Perumpamaan Tuhan Yesus tentang domba yang hilang (15:4-6), dirham yang hilang (15:8-9), dan anak yang hilang (15:11- 32) memberi gambaran bahwa orang berdosa itu berharga di mata Allah. Adanya satu orang berdosa yang mau bertobat pun sudah akan membuat para malaikat di sorga bersukacita (15:7, 10).


3.       Yesus Tidak Menghakimi Perempuan yang Berzinah
Yesus Kristus Tidak  Menghakimi.  Kristus tidak membenarkan dosa, namun demikian, Tuhan jauh lebih tertarik dalam menyelamatkan orang dari dosa-dosa mereka, daripada menghancurkan mereka karena dosa-dosa mereka. Dia datang supaya orang bertobat dari dosanya, bukan pembalasan. Dia menawarkan keselamatan, bukan penghukuman; Dia ingin menyembuhkan, supaya tidak terluka. Yesus datang kedunia untuk rekonsiliasi bagi umat manusia, yaitu dengan pengampunan.  "Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus.  Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita Siapa yang akan membawa tuduhan terhadap orang-orang yang Allah telah memilih? Siapakah yang akan menghukum mereka? Allah Dia yang telah dibenarkan kita "(Roma 8:1, 31-34).
Sebenarnya Yesus paling layak untuk melemparkan batu pertama sekali kepada perempuan.  Namun sikap Yesus ini menunjukkan tujuan dalam menebus umat manusia.  Dia tidak menghukum wanita  tersebut sebagai orang yang tidak layak diampuni, tetapi menghadapinya dengan lemah lembut dan kesabaran supaya menuntunnya kepada pertobatan.  Bagi Yesus keselamatan akan tersedia jikalau meninggalkan kehidupan berdosa yaitu tinggalkan perzinahan.  Dalam hal ini bukan berarti Yesus berkompromi dengan dosa perzinahan melainkan Yesus menawarkan keselamatan dan jalan keluar dari kehidupan berdosa.  Hukuman-Nya menantikan wanita itu kalau dia menolak untuk bertobat.
Akhirnya, sekali lagi Yesus menunjukkan bahwa manusia berada di atas setiap Pria hukum tidak dapat menghakimi dan menghukum, karena tidak ada yang tidak berdosa.  Yesus sendiri datang bukan untuk menghakimi, karena Bapa tidak menginginkan kematian orang berdosa, tetapi bahwa ia bertobat dan hidup (Yehezkiel 18, 23:32).
Jadi tujuan dam misi Yesus datang ke dunia bukan untuk menghakimi atau menghukum, melainkan mengasihi termasuk mengasihi orang yang berdosa sekalipun (seperti seorang perempuan yang kedapatan melakukan perzinahan). Yesus berkata : “aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa” (Matius 9:13b).  Inti kedatangan adalah dasarnya “kasih” Allah.
4.       Yesus Kristus Mengampuni
Ketika seorang perempuan kedapatan berzinahYesus mengampuni[9].  Pengampunan dari pada Yesus aadalah tergantung pada pertobatan dan pengakuan akan kesalahan. Untuk diterima ke dalam keluarga Allah, harus menerima otoritas Kristus atas diri.  Itulah yang wanita lakukan dalam kisah Injil, sehingga ia diselamatkan. 
Orang-orang farisi mencoba meneguhkan Yesus dengan menjebaknya dalam dilema hukum Romawi atau adat  Israel yang harus ditetapkan kepada perempuan yang terdapat berzinah.  Tetapi Yesus sikap yang diambil Yesus adalah menghargai perempuan meskipun sudah berdosa.  Harapan Yesus perempuan itu tidak tersesat lagi, tidak salah tujuan lagi, inilah arti pokok yang diberikan Yesus.[10]
5.       Yesus Kristus Memberi Kesempatan Untuk berubah
Jangan berbuat dosa lagi[11].  Yesus Kristus dalam hal ini adalah memperhatikan siapa saja yang menderita, menyembuhkan dan mengijinkan perempuan untuk menyentuhNya, juga mengijinkan mereka melayaniNya.  Hal ini tidak biasa dikalangan Rabbi di mana Rabbi menolak perempuan melayani meja untuk mereka. Jelas bahwa pendekatan yang radikal yang dilakukan Yesus terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Yesus juga membuat perempuan dalam perumpamaan misalnya: ragi dalam pembuatan roti, kelahiran anak, menghadiri pernikahan, ibu rumahtangga dan janda. Ia menggunakan gambaran perempuan untuk mengumpamakan kewaspadaan, ketekunan dalam berdoa, pengampunan dan sukacita atas kesalamatan umat yang hilang.
Yesus juga memperlakukan perempuan sebagai orang yang bertanggungjawab, hal ini terlihat dalam kasus perempuan yang berzinah. Yesus memang menentang mereka yang munafik, tetapi bukan berarti dosa perempuan itu dimaklumi.  Bahkan kepada perempuan itu tidak dikatakan secara eksplisit bahwa dosanya sudah diampuni, mungkin inplisit, tetapi dikatakan kepadanya untuk pergi dan tidak berbuat dosa lagi.
Kemudian kalau dilihat pada satu peristiwa di mana perempuan berdosa mengurapi Yesus. Yesus tidak mengabaikan bahwa ia adalah pendosa, tetapi mengakuinya dan menghadapi dosa perempuan itu.  Jadi masing-masing perempuan itu bertanggunghjawab atas dosanaya sendiri dan memerlukan dosanya diampuni.
Yesus tidak membenarkan apa yang telah ia lakukan, atau memberhentikan dosanya tidak penting, atau dimengerti. Dia tahu, dan dia tidak juga, bahwa apa yang telah dilakukan salah. Tapi dia mengutuk dosa, tidak berdosa, dan memerintahkan dia untuk tidak berbuat dosa lagi.
6.       Yesus Adalah Terang Dunia
Yesus berkata lagi kepada mereka, “Akulah terang dunia; siapa saja yang mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang kehidupan.” Lalu kata orang-orang Farisi kepada-Nya, “Engkau bersaksi tentang diri-Mu, kesaksian-Mu tidak benar.” Kata Yesus kepada mereka,  “Biarpun Aku bersaksi tentang diri-Ku sendiri, kesaksian-Ku itu benar, sebab Aku tahu, dari mana Aku datang dan ke mana Aku pergi. Tetapi kamu tidak tahu, dari mana aku datang dan ke mana Aku pergi. Kamu menghakimi menurut ukuran manusia, Aku tidak menghakimi seorang pun, dan kalaupun Aku menghakimi, penghakiman-Ku itu benar, sebab Aku tidak seorang diri, tetapi Aku bersama dengan Bapa yang mengutus Aku. Dalam kitab Tauratmu ada tertulis bahwa kesaksian dua orang adalah sah; Akulah yang bersaksi tentang diri-Ku sendiri, dan juga Bapa, yang mengutus Aku, bersaksi tentang Aku.” Lalu kata mereka kepada-Nya, “Di manakah Bapa-Mu?” Jawab Yesus, “Baik Aku, maupun Bapa-Ku tidak kamu kenal. Sekiranya kamu mengenal Aku, kamu mengenal juga Bapa-Ku
Kristus adalah hakim dunia ini, dan pada saat yang sama juga kebenaran yang berinkarnasi. Ia tidak datang untuk menghukum atau membinasakan , tetapi untuk menyelamatkan. Ia tidak menolak menolak semua orang yang remuk redam, penjahat atau orang-orang terbuang, tetapi Ia menghendaki untuk menyelamatkan semua manusia dan membawa mereka kepada kasih-Nya. Jangan merendahkan siapapun, tetapi pandanglah dia di dalam gambaran yang Yesus kehendaki ada di dalam dia sesudah dibaharui atau diciptakan kembali.

BAB IV
KESIMPULAN

Setelah penulis menulis makalah ini, dapat disimpulkan bahwa metoda konseling Yesus dalam hal ini adalah lebih mengarah kepada tindakan yang lebih bersikap “sabar”  “penuh dengan pertimbangan”.  Sikap Yesus ketika ahli taurat dan farisi ingin menjebak dan memojokkan Yesus dalam hal hukum Musa, Yesus lebih berhati-hati dan penuh dengan hikmat Allah.  Jadi Yesus tidak terburu-buru untuk menjawab pertanyaan ahli taurat dan farisi.  Tetapi memikirkannya terlebih dahulu dengan kuasa otoritas Allah.
Sebagai konseling yang profesional yaitu Yesus Kristus menjadi teladan atau panutan dalam hal ilmu konseling karena dalam realita di lapangan bahwa Yesus terbukti dan teruji, nyata  bahkan memberikan jalan keluar bagi yang bermasalah.  Dalam situasi yang paling sulit dan jalan yang buntu, Yesus sanggup memberi solusi yang paling tepat bagi yang bermasalah.  Itulah sebabnya sikap Yesus ini perlu ditiru untuk dipraktekkan anak-anak Tuhan yang mempunyai kerinduan dalam melayani yang bermasalah.
Sikap Yesus yang paling nampak, ketika perempuan kedapatan berzinah adalah yaitu sikap yang dilandaskan dalam “kasih”.  Jadi dasar Yesus adalah kasih.  Yesus tidak menghakimi, Yesus tidak menghukum dengan melemparkan batu, Yesus tidak berkata kamu itu tidak pantas lagi, tetapi Yesus berkata “pergilah dan jangan berbuat dosa lagi.  Kalau direnungkan perkataan Yesus dalam hal ini, bukan berarti Yesus member toleransi akan dosa perzinahan melainkan memberikan kesempatan untuk bertobat.
Jadi sebagai konselor Alkitabiah perlu meneladani metoda konseling Yesus.  Seperti saat ketika berhadapan dengan ahli taurat, orang-orang farisi dan perempuan berzinah, Yesus lebih memilih bersikap tenang bukan berarti tidak berbuat apa-apa, tetapi memikirkan dengan hati-hati dan penuh hikmat.  Untuk itu bagi konselor Alkitabiah harus meniru sikap Yesus yang penuh kasih dan empati, sabar, serta bertindak dengan benar.  Jadi bukan seperti ahli taurat, dan orang farisi yang selalu berpikiran menghakimi dan menyalahkan.
Untuk itu,  landasan konselor Alkitabiah adalah Yesus sebagai otoritas tertinggi.  Dalam artian bahwa dalam segala sesuatu dilandaskan dengan prinsip-prinsip metoda konseling Yesus, yaitu kasih, penuh dengan pengampunan, tidak ada pengkotak-kotakan, penuh dengan hikmat, berhati-hati, mendengar yang baik bahkan sampai bertindak dengan baik.   Akhirnya membawa orang-orang yang bermasalah, yang terhimpit, yang putus harapan kembali kepada kebenaran yang sesungguhnya yaitu Yesus Kristus.  Jadi membawa kepada Yesus sebagai jawaban hidup manusia satu-satunya.




Masih ada jalan keluar