BAB
I
PENDAHULUAN
Berbicara menjadi seorang
pembicara di depan umum adalah sebuah proses yang mempunyai waktu yang lama
untuk belajar dan berlatih. Jika kita
mengingat pengalaman waktu masih kecil atau katakanlah waktu SD dan SMP, bahkan
SMA, ketika disuruh berbicara di depan umum, mungkin sebuah komunitas biasanya
ada rasa dek-dekan artinya sudah terlebih dahulu ada perasaan gorogi, gugup, gemetar,
merasa minder dan perasaan takut. Namun
semenjak melanjut untuk perguruan tinggi, mau tidak mau harus belajar berbicara
di depan umum, mungkin mempersentasikan materi yang diberikan dosen. Atau
memimpin sebuah rapat kecil. Dan mau tidak mau harus belajar untuk bertahan
berdiri, berkomunikasi di depan umum.
Ternyata berkomunikasi
public atau di depan umum memakan waktu yang lama untuk belajar tidak grogi,
dan secara pribadi penulis setelah menginjak perguruan tinggi di sebuah Sekolah
Tinggi Teologi harus bisa berkomunikasi di depan public seperti menyampaikan
khotbah. Dan menyampaikan khotbah ini
adalah sebuah keharusan bagi para teologi khususnya yang berminat dibidang
kependetaan. Dan mau tidak mau harus belajar untuk berbicara, yang dahulunya tidak
bisa berkomunikasi, sekarang harus dilatih terus baik dari segi mental maupun
secara pengetahuan.
Jadi untuk menjadi
seorang pembicara professional harus belajar dan belajar, berlatih dan berlatih
untuk menggali serta harus menyerap
banyak pengetahuan dari buku-buku maupun dari para senior untuk disampaikan baik di dalam sebuah seminar
maupun komunitas.
A. Tujuan
Komunikasi Publik
Penulis mempunyai tiga
tujuan dalam menulis makalah ini, yaitu pertama memberikan pengajaran tentang metoda
berbicara atau berkomunikasi yang efektif, berkualitas atau profesional. Kedua,
menjadikan pembicara yang mempunyai nilai etika berbicara didalam menyampaikan
pesannya atau materi yang dibawa. Dan ketiga memberikan pengajaran yang benar,
memotivasi serta menghibur para audiens. Dan juga menjadi seorang pembicara
yang disenangi oleh para audiens.
B. Pentingnya
Komunikasi
Alasan utama penulis
melakukan penulisan makalah ini ialah memberikan pemahaman yang mantaf tentang
komunikasi public yang bermutu. Penulis berharap melalui penulisan makalah ini,
memunculkan pengetahuan yang lebih baik lagi tentang komunikasi public. Alasan
yang kedua adalah masih banyak pembicara yang masih belum bisa menempatkan diri
sebagai pembicara yang professional. Dan yang ketiga, masih banyak pembicara
yang tidak bisa membawa suasana yang hidup dalam artian membuat orang bosan
mendengar, maka dari itu melalui penulisan makalah ini akan dibahas menjadi
pembicara yang professional yang disenangi oleh banyak orang.
C. Rumusan
Masalah
Rumusan masalah yanmg
dibahas dalam makalah ini adalah: kurangnya pelatihan atau teknik berbicara,
merosotnya integritas seorang pembicara
seperti seribu janji, namun hanya janji palsu.
D. Metode
Penelitian
Metode yang digunakan
penulis adalah penelitian dokumen atau deskriptip. Pendeskripsian yang
dimaksudkan adalah penjelasan tentang pembuktian dari data-data dari pustaka.
BAB
II
TEORI
ILMU KOMUNIKASI PUBLIK
Teori komunikasi adalah
sebuah pandangan atau strategi yang akan membentuk alat dan rangka kerja untuk sesuatu perkara
yang hendak dilaksanakan. Terdapat dua aspek utama yang dilihat secara tidak
langsung dalam bidang ini sebagai satu bidang pengkajian yang baru. Aspek
pertama ialah perkembangan dari beberapa sudut atau kejadian seperti teknologi
komunikasi, perindustrian dan politik dunia. Teknologi komunikasi contohnya
radio, televisi, telefon, setelit dunia, memperlihatkah bagaimana kesan politik
terhadap publik sehingga menimbulkan propaganda dan pendapat umum. Seterusnya
perkembangan perindustrian, perusahaan, meningkatkan mutu teknologi menuntut
betapa perlunya komunikasi yang berkesan untuk meningkatkan produktivitas dan
kualitas agar mencapai maksud atau tujuan organisasi tersebut.
A. Latar
Belakang Komunikasi
Komunikasi public atau
penyebaraninformasi dari satu orang kepada orang banyak. Hal ini bukan
merupakan konteks yang baru; berbicara didepan umum telah ada sezak dulu dan
terus ada hingga saa ini. Dr. Phil, Bill Clinton, Bill Gates, oprah winfrey,
dan hanyalah beberapa dari banyak figure public kontemporer yang sering dicari
sebagai pembicara public. Jadi di dalam berbicara di depan public, para
pembicara biasanya memiliki tiga tujuan utama dalam benak mereka: Memberi
informasi, menghibur dan membujuk. Tujuan terakhir persuasi inti dari
komunikasi.
B. Pengertian
Komunikasi
Komunikasi publik
(public communication) adalah komunikasi antara seorang pembicara dengan
sejumlah besar orang (khalayak), atau sebuah komunitas scukup besar yang tidak bisa dikenali satu persatu. Komunikasi ini sering juga disebut pidato, khotbah disebuah KKR, ceramah, atau
kuliah (umum). Komunikasi publik biasanya berlangsung lebih formal dan lebih
dari sulit dari pada komunikasi antar pribadi atau komunikasi kelompok, karena
komunikasi publik menuntut persiapan pesan yang cermat, intelektualyang cukup
lumayan, pengalaman, keberanian dan kemampuan menghadapi sejumlah besar orang.
Jadi, Theodorson and Theodorson (1969): “bentuk transmisi/penyampaian
informasi, ide, sikap dan emosi dari satu orang atau grup ke yang lain yang
utama melalui symbol”
Dari definisi
komunikasi di atas, terlihat bahwa adaya informasi, adanya transmisi atau
pemindahan dan adanya simbol merupakan hal penting dalam komunikasi.
C. Ciri-ciri
Komunikasi Publik
Ciri-ciri komunikasi
publik adalah : terjadi di tempat umum (publik), misalnya di kelas, tempat
ibadah (masjid, gereja) di hadiri sejumlah besar orang; merupakan peristiwa
sosial yang biasanya telah direncanakan alih-alih peristiwa relatif informal
yang tidak terstruktur; terdapat agenda; beberapa orang ditunjuk untuk
menjalankan fungsi-fungsi khusus, seperti memperkenalkan pembicara, dan
sebagainya; acara-acara lain mungkin direncanakan sebelum atau sesudah ceramah
disampaikan pembicara. Satu pihak (pendengar ) cenderung lebih pasif. Sering
bertujuan untuk memberikan pengajaran, penerangan, menghibur, memberikan
penghormatan dan membujuk untuk hidup kepada kebenaran.
D. Tujuan
Komunikasi
Kegiatan berbicara
dapat dilakukan dengan beragam tujuan. Jika memperhatikan tujuan, tentu
pembicara akan menempatkan dirinya sebagai penyampai informasi, menghibur, atau
memotivasi. Kegiatan itu akan berpengaruh terhadap gaya dan teknik
penyampaiannya. Jika bertujuan untuk menyampaikan informasi, pembicara dapat
bersuara datar dan tidak terlalu sering melakukan gerakan kinestetik lainnya.
Jika bertujuan untuk menghibur, pembicara diwajibkan untuk dapat menampilkan
sikap empati dan simpati kepada para audiens, jadi tidak dibuat-buat.
BAB
III
MENJADI
SEORANG PEMBICARA
YANG
PROFESIONAL
A. Berkomunikasi
Secara Efektif
Menjadi seorang
pembicara yang professional dan efektif, perlu membutuhkan proses yang lama. Dan seorang pembicara profesioanal harus
banyak berlatih baik secara kognitif, mental, suara, gaya tubuh, nada suara,
penguasaan panggung serta yang menjadi motto di dalam hidupnya adalah “Berlatih
dan berlatih sampai bisa” Jadi tidak ada kata menyerah. I Can do. Jadi, berkomunikasi
di depan public sangatlah penting memahami teknik serta menjaga etika atau yang
paling sering disebut integritas. Seperti
memperhatikan konteks. Tujuan untuk memahami konteks adalah agar para pendengar
tidak bosan, tersinggung didalam pembicaraan. Sehingga pendengar bisa merasa
puas dengan materi atau seminar yang dibawa.
Teknik berbicara
efektif adalah berbicara secara menarik dan jelas sehingga dapat dimengerti dan
mencapai tujuan yang diharapkan di dalam komunikasi. Teknik berbicara di dalam
berkomunikasi harus menyesuaikan diri antara komunikator dan komunikan kepada
pesan (message) yang dipercakapkan. Secara sederhana, teknik berbicara di dalam
komunikasi secara aktif dan efektif adalah sebagai berikut :
1. Persiapan
Penyajian Materi
Persiapan yang dimaksud
adalah persiapan mulai penyajian materi, pendahuluan, tujuan, ruang lingkup, isi
pembicaraan, penutup pembicaraan atau kesimpulan. Dan untuk penjelasannya
sebagai berikut:
Pertama, “Pendahuluan” didalam isi pendahuluan ini bagaimana memunculkan motivasi yang menarik
perhatian para pendengar. Dan
mengemukakan pentingnya isi ceramah atau kegunaannya dalam kehidupan
sehari-hari atau untuk masa depan pendengar. Sehingga dari awal pendahuluan
pendengar tertarik untuk mengikutinya sampai kepada isi pembicaraan.
Kedua, “Tujuannya”, dengan
adanya tujuan ini menentukan arah atau sasaran didalam fungsinya. Sehingga jelas tujuan utama pembahasan yang
dibicarakan.
Ketiga, “Ruang
lingkupnya.” Isi pendahuluan harus
mengemukakan ruang lingkup pembicaraannya yaitu batas-batas pembahasan yang
akan dibicarakan. Sehingga tidak melantur kemana-mana.
Keempat, “ Isi
pembicaraan “ Seorang komunikator dalam menguraikan isi dari suatu pembicaraan
hendaknya :Sistematis, lancar atau tidak ada gangguan, Harus menarik perhatian
pendengar, Uraiannya harus jelas, mudah ditangkap, dimengerti dan dihayati,
Uraiannya darus mengesankan dan menggunakan alat peraga, pembahasannya harus
tertuju atau terarah kepada tujuan. Jadi tidak berbelat-belit. Sistematis
artinya uraian pembicaraan tidak menyimpang dari pokok bahasan dan urutannya
harus logis. Maksudnya logis adalah uraian pokok bahasannya umum menuju yang
khusus atau dari yang khusus menuju bahasan yang umum.
Kelima,” Penutup
pembicaraan atau kesimpulan”. Di dalam penutup pembicaraan perlu dikemukakan
hal-hal yang penting, yaitu ada ringkasan, motivasi, saran pembicara kepada
pendengar, ucapan terima kasih dan minta maaf
kepada para pendengar.
2. Persiapan
Mental
Persiapan mental yang
dimaksud adalah seorang pembicara mampu menarik perhatian audiens sehingga para
audiens merasa puas, senang dengan materi yang dibawa oleh pembicara. Untuk menjaga suasana yang hidup, ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan:
Pertama, mempersiapkan
mental dengan baik, yakni dengan memahami kondisi ruangan dan psikologis
audiensnya.
Kedua, sering berlatih
dengan baik dan teratur di depan cermin, dengan maksud agar pembicara mampu
melihat mimik dan ekspresi mukanya. Sehingga ketika dipanggung bisa member yang
terbaik.
Ketiga, untuk menjaga
suasana hidup, seorang pembicara tidak salah menyelipkan humor-humor atau
cerita lucu di antara pembicaraan yang disampaikan, sehingga pendengar tidak
merasa bosan.
3. Penyajian
Alat bantu (Media)
Pembicaraan yang hanya
disampaikan dengan kata-kata tanpa alat bantu peraga hasilnya diresapi
pendengar. Di dalam mempergunakan alat
bantu seperti alat peraga, seorang pembicara harus menyiapkan hal-hal berikut :
Pertama, Gambar-gambar atau bagan-bagan yang ditulis
pada karton manila
Kedua, Alat-alat peraga yang nyata atau alat peraga
yang sebenarnya seperti lidi, ember, sapu tangan, botol aqua, apa-apa saja bisa
asalkan kreatif dan aktif.
Ketiga, Slide proyektor yang menarik dan film
singkat yang memberi makna kepada para audiens.
Tujuan alat bantu
berupa media di atas memberikan audiens untuk dapat dimengerti secara cepat
bahkan membuat para audiens untuk selalu mengingat akan pesan yang disampaikan
para pembicara meski waktunya sudah lama.
Jadi ternayata bahwa melalui media pesan yang disampaikan bisa menyimpan
di dalam memory ingatan audiens daripada hanya sekedar komunikasi.
4. Penyajian
Gaya bahasa Tubuh dalam
berbicara
Gaya bahasa berbicara
sangat mempengaruhi suasana. Banyak audiens tidak puas, bosan bahkan saking
bosannya pergi meninggalkan ruangan. Untuk mengatasi hal ini seorang pembicara
perlu memperhatikan bagaimana seharusnya berbicara yang baik yang bisa membuat
para audiens tertarik, mata mereka terbuka, bersemangat. Biasanya para audiens
malas atau bosan mendengar karena
pembicara terlalu cepat ngomongnya, nadanya monoton, gerak tubuhnya tidak ada,
kontak matanya tidak menguasai situasi. Maka dari itu pentingnya memahami gaya
bahasa di dalam berbicara.
4.1.Penekanan
Suara
Seorang pembicara yang
professional suaranya harus lantang, jelas dan tepat. Di samping suaranya harus jelas juga jangan
monoton (satu nada). Pada waktu bicara juga diharapkan suaranya cukup keras,
jelas, bersemangat dan berirama atau bervasiasi. Yang dimaksud berirama adalah penekanan
suaranya mempunyai variasi dalam artian kadang tinggi, kadang rendah, kadang
menekan, kadang lembut (dalam artian tetap jelas). Jadi,tempo bicara yang ideal adalah tempo
yang terlalu lambat dan tidak terlalu cepat. Tempo sedang dapat dikatakan baik,
namun klau seseorang pembicara menghadapai waktu yang terbatas atau keadaan
memaksa, ia harus dapat menyelesaikan presentasinya dengan cepat.
Penekanan suaran Seperti
film naga Bonar yang pertama. Ada satu dialog yang mengilustrasikan perlunya
penekanan pada kata yang menjadi pesan
utama. Sudah kubilang jangan
bertempur, (jeda) bertempur pula kau, matilah kau, Begitu yang diucapkan
naga Bonar (Deddy Mizwar). Bang Deddy memberi tekanan pada kata matilah kau. Ia
meninggikan suaranya, dan kita audiens sadar akan konsekuensi melanggar
Jeda sangat berfungsi
seperti koma, titik koma, titik, dan tanda seru. Jeda adalah tanda-tanda dalam
berbicara. Jeda adalah “saat diam yang penuh dengan pikiran”. Jeda hanya lebih
dari hanya sekadar berhenti berbicara, sebab jeda juga member para pendengar
suatu kesempatan singkat untuk berpikir, merasakan, dan merespon.
4.2.
Mengatur tatanan Bahasa
Seorang pembicara yang
professional harus memperhatikan tatanan bahasa yang benar sehingga para
audiens bisa memahami dengan baik apa yang menjadi pesan. Dan mengenai tentang
penggunaan bahasa asing seperti typology-typology harus diterjemahkan sehingga
mudah dipahami oleh para pendengar atau audiens.
4.3.Gerak-gerik
Gerak-gerik yang
dimaksud adalah sikap tubuh, Tujuan gerak-gerik ini adalah untuk menyampaikan pesan
kepada orang yang tidak bisa bicara atau bisu, disamping itu gerak ini bisa
menyampaikan pesan yang kurang jelas di dalam kata-kata sehingga audiens mengerti apa yang dimaksud. Gerakan
tangan harus seimbang dengan pembicaraan.
Gerakan badan atau tangan jangan dibuat-buat. Dan jangan terlalu banyak
gerak-gerika. Gerakan harus diperlukan sebaiknya ketika kurang jelas di dalam
kata-kata. Sikap badan pada waktu berbicara hendaknya tegak, tapi tidak kaku
dan dapat terlihat dengan jelas oleh pendengarnya. Seorang harus memanfaatkan seluruh tubuhnya
sebagaimana yang dijelaskan di dalam buku cara berkhotbah yang baik:
Pada umunya, para
professional memanfaatkan keselurhan tubuhnya. Konduktorsimponi, pianis konser,
pelempar bola baseball, wasit, actor, dan pemain golf semua memberikan tubuh
mereka pada apa yang mereka kerjakan. Demikian juga dengan pembicara yang baik,
ia pun membiarkan tubuhnya untuk berbicara baginya. Inilah prinsip dasar untuk
gerakan dan gerak tubuh:isi harus memotivasi gerakan.
Jadi gerakan tubuh sangatlah bermanfaat untuk
menciptakan suasana yang hidup atau bergairah. Sehingga para audiens yang
mendengar pun semangat dan tertarik. Dan gerak tubuh harus spontan dan
berkembang dari dalam sebagai hasil dari keyakinan dan perasaan.
4.4.
Sikap Badan
Seorang pembicara yang
professional harus menguasai sikap badanya. Jadi sikap badan pada waktu bicara
tidak bungkuk, harus tegap atau lurus.
Jadi sikap badanya harus diperhatikan agar audiens merasa aman di dalam
penyampaian pesan. Jika memang pembicaranya badanya bungkuk, alangkah baiknya
dengan jujur diberitahukan kepada para audiens dengan cara penyampaian canda,
sehingga para audiens mengerti keberadaan pembicara tersebut.
4.5.Kontak
Mata
Kontak mata disaat
berbicara sangat mempengaruhi situasi. Pada
waktu berbicara, pandangan mata harus menyeluruh dan cara melihatnya selalu
berpindah-pindah dan tidak boleh satu arah. Tujuan di dalam pandangan ini
adalah memperhatikan respon audiens sekaligus memperhatikan audiens yang sedang
ngantuk sehingga sebagai pembicara harus melakukan situasi yang berbeda seperti
kadang member humor sehingga yang tadi sudah hamper ngantuk bisa melek kembali.
Pentingnya kontak mata yang baik kepada audiens karena bisa bercerita.
Ketulusan tatapan mata yang dilakukan oleh seorang
pembicara akan menyampaikan pesan yang lebih kuat daripada audiens dibanding
cara lainnya. Ketika kita menatap audiens, mereka yakin bahwa kita peduli
terhadap mereka.
4.6.
Menguasai Panggung
Seorang oembicara harus
peka terhadap situasi dan mampu menarik perhatian audiens. Untuk menarik
perhatian audiens, terdapat beberapa hal yang harus dipersiapkan oleh pembicara
selain persiapan materi yang matang, yaitu:
Pertama, Mempersiapkan
mental dengan baik, yakni dengan memahami kondisi ruangan dan psikologis
audiensnya.
Kedua, Berlatih dengan
baik dan teratur di depan cermin, dengan maksud agar pembicara mampu melihat
mimik dan ekspresi mukanya.
Ketiga, Menyesuaikan
penampilan fisik sebelum tampil di atas panggung.
Keempat, Menyelipkan
humor-humor atau cerita lucu di antara pembicaraan yang disampaikan, sehingga
pendengar tidak merasa bosanatau jenuh.
Menguasai panggung
sebagai pembicara adalah sangatlah penting untuk menghidupkan suasana. Dengan
penguasaan panggung maka seorang pembicara merasa percaya diri dan leluasa di
dalam penyampaian materi atau informasinya maupun pesan yang diberikan.
B. Etika
Berbicara
Ketika penulis makalah
ini masih kecil, teringat sering dimarahi orangtua disaat memotong pembicaraan
orangtua. Jadi etika berbicara sangatlah penting untuk diperhatikan bagi
seorang yang professional. Karena etika
berbicara ini membuktikan berhasil atau tidak sebagai seorang pembicara yang
disukai banyak orang. Jadi bisa dikatakan kunci no 2 (dua) keberhasilan seorang
pembicara terletak pada etika berbicaranya. Sebab pada umumnya focus perhatian
audiens mengarah kepada etikanya yang baik yang dapat diteladani dan disertai
kesaksian hidupnya yang telah nyata. Maka otomatis dengan kesaksian hidup yang
nyata, maka para audiens akan tertarik dan senang dengan pembicara itu. Atau
sering disebut “sudah senang terlebih dahulu dengan pembicaranya, maka dengan
otomatis akan mengikuti jalur pembicaraan yang dibawa par a pembicara
tersebitut. Itulah sebabnya sebagai pembicara perlu memperhatikan beberapa hal
dibawah ini:
1. Pakaian
yang Sopan
Pakaian yang digunakan
sebaiknya yang rapi, lengkap dan sopan,
tidak boleh pakai kaos oblong, karena hal ini bisa mempengaruhi integritas.
Pakaian rapi artinya mengenakan pakaian terlihat wajar, teratur, dan serasi.
Pakaian lengkap artinya sesuai dengan apa semestinya. Pakaian yang sopan
artinya pakaian yang pantas dipakai menurut etika berpakaian.
2. Menjaga
Kesantunan
`Pembicara itu dapat
diibaratkan sebagai penjual suara. Kalau suaranya berkualitas, tentu pendengar
pun akan membelinya. Pengertian kualitas tentu berdasarkan isi, teknik, dan
kesan pendengar. Namun, kesan pendengar harus mendapat prioritas pembicara.
Mengapa? Karena pendengar memperhatikan semua tingkah dan sikap serta kesantunan
pembicara tersebut.
Agar dapat meninggalkan
kesan positif dan mendalam, sebaiknya pembicara bersikap santun. Kesantunan
dapat dimulai dari sikap ramah ketika berbicara. Dapat pula dilakukan ketika
berpakaian. Dan dapat pula dilakukan ketika menjawab pertanyaan. Banyak
pembicara kurang memperhatikan etika. Maka, wajar-wajar saja pendengar bersikap
acuh dan tidak memperhatikannya.
Ketika mengawali
pembicaraan, sebaiknya pembicara menyapa dengan salam, memperkenalkan diri atau
bografinya secara singkat, dan hantarkan isi secara sistematis. Ketika menjawab
pertanyaan, pembicara perlu menyampaikan ucapan terima kasih. Setelah itu,
pembicara menjawab pertanyaan itu secara logis dan proporsional.
Jika pembicara sudah
memberikan yang terbaik maka otomatis tanpa diminta para audiens akan memberikan beragam reaksi apresiasi sepereti tepuk
tangan, tertawa ramah, dan bertukar alamat atau mengundangnya. Jadi, pembicara
perlu memperhatikan kesantunan.
3. Bersikap
Jujur
Bersikap jujur yang
dimaksud adalah memahami dengan baik apa yang menjadi tanggungjawab sebagai
pembicara. Karena pada umumnya di dalam sebuah kegiatan seminar atau diskusi,
tentu akan diadakan forum atau session tanya jawab. Pada kesempatan seperti
ini, pembicara sering gagap atau kurang siap menerima pertanyaan dari peserta. Biasanya kalau seorang pembicara yang tidak
professional akan menjawabnya dengan panjang lebar dan berbelit-belit, sehingga
dengan suasana hal ini akan membuat para audiens tidak puas dengan jawaban yang
diberikan. Jadi untuk mengatasi rasa
ketidakpuasaan akan jawaban yang diberikan, seorang pembicara harus bersikap
jujur. Jika memang pertanyaan itu dirasa berat dan mungkin kurang pas,
pembicara sebaiknya menyiasatinya dengan menunda jawaban. Pembicara dapat
meminta nomor HP, pin BB atau email penanya. Itu tentu lebih diapresiasi atau
dihargai pendengar daripada jawaban yang berbelit-belit tadi. Biasanya pendengar
itu berasal dari latar belakang yang berbeda-beda: akademisi, pengusaha, atau
mungkin masyarakat awam. Jadi, pembicara tidak boleh menyamaratakan kondisi
jika peserta memang bertanya.
4. Diam
dalam Menyimak
Seorang pembicara yang
profesional adalah mempunyai sikap kerendahan hati dalam artian ketika orang
bertanya tentang pesan atau pengajaran yang disampaikan harus benar-benar memahami dengan baik
sehingga bisa member jawaban yang sistematis, tepat dan memuaskan. Jadi tidak
boleh langsung menjawab. Dan arti diam yang dimaksud adalah seorang pembicara
pikiran atau otaknya harus dilatih untuk bekerja untuk mencari jawaban yang paling
tepat. Jadi tidak boleh berbicara namun menyimaknya dengan penuh pengertian.
5. Tidak
Memotong Pembicaraan
Menjadi seorang
pembicara yang baik adalah mempunyai sikap setia mendengar sampai selesai.
Dalam artian memberi kesempatan kepada para audiens untuk mengutarakan atau
mengungkapkan apa-apa saja yang menjadi pertanyaan dan masukan yang di ajukan.
Setelah selesai berbicara, baru bisa dijawab sehingga para audiens merasa
dihormati.
Di dalam peraturan
pengadilan pun, bahwa tidak bisa memotong pembicaraan, bahkan Alkitab pun
sangat mendukungnya bahwa orang yang menjawab sebelum mendengar atau memahami
hal ini adalah orang bodoh.
6. Tidak
Meninggalkan lawan Bicara
Biasanya ketika
mengadakan seminar atau pengajaran ada namanya tanya jawab dari pembicara dengan
para audiens. Seorang pembicara tidak boleh meninggalkan lawan bicara. Jadi, sikap
meninggalkan lawan bicara adalah sikap yang tidak sopan. Tentu lawan bicara
tidak akan senang dengan pembicara. Maka dari itu perlu di fahami diperhatikan supaya
terjadi hal yang tidak diinginkan. Untuk tidak terjadi hal ini bagi seorang
pembicara, alangkah lebih baiknya anda berkata: Maaf ya sebentar, sebentar
nanti kita akan membahasnya kembali. Dan perasaan parasaan audiens pun puas
meski jawabanya belum tepat.
7. Tidak
Menggurui/Menyindir
Banyak orang menyukai
pembicara karena pembawaannya enak di dengar, meski sebenarnya materi yang
dibawa atau diajarkan itu materi bentuk mengingatkan atau sedang menunjukkan
bahwa pembicara tersebut pintar. Tetapi karena seorang pembicara pintar
bersilat lidah atau cerdik, maka hal itu tidak akan menyinggung para audiens.
Jadi supaya tidak
terjadi berbicara yang menggurui atau menyindir, bahwa seorang pembicara perlu mempunyai
kerendahan hati sebagai manusia yang masih punya kekurangan yang sebenarnya
memang dia pintar. Tetapi kepintaran itu tidak boleh difamerkan kepada para
audiens. Dan secara tidak langsung akan ketahuan aslinya bahwa seorang
pembicara professional atau tidak, itu dapat dilihat dengan buah kehidupannya.
C. Manjaga
Integritas
Integritas bagi seorang
pembicara menentukan berhasil tidaknya seorang pembicara. Tentu jika disertai dengan menjaga integritas
maka para audiens akan senang dengan kehadiran kita sebagai seorang pembicara
yang disegani bahkan dikagumi. Maka dari itu, betapa pentingnya menjaga
integritas seorang pembicara yang professional.
1. Harus
Menepati Janji
Salah satu kegagalan atau kelemahan pembicara
yang professional yang tidak disadari terutama pembicara di tanah air ini.
Seperti mengadakan kompanye dengan visi dan misi, janji-janji manis yang
sepertinya akan ditepati, namun hanya sekedar janji palsu. Disinilah jatuhnya
integritas seorang pembicara. Jadi
seorang pembicara yang profeional harus menepati janji, dan hal ini menunjukkan
kehidupan nyata sebagai pembicara yang baik.
Jhon Stott pernah menuliskan demikian:
“Integritas adalah ciri
orang-orang yang terintegrasi secara selaras, yang di dalam dirinya tidak ada
dikotomi antara kehidupan pribadi dankehidupan di muka umum, antara yang
disaksikan dan yang diterapkan, antara yangdiucapkan dan yang dilakukan”. Maksudnya,
keselarasan antaraperkataan dan perbuatan itu harus menjadi ciri khas
orang-orang yang hidupterintegrasi.[10]
Dengan cara menjaga dan meningkatkan nilai integritas
di atas maka dengan otomatis akan banyak orang yang suka dengan kita, ketika
disertai integritas yang baik sebab hal ini mengacu kepada prilaku pribadi yang
dapat dilihat dengan mata jasmani secara nyata.
2. Disiplin
Kebiasaan keburukan di
Indonesia adalah waktunya molor, atau sering disebut jam karet atau tidak tepat
waktu. Penulis makalah ini pernah didik di STT Kanaan Nusantara, dan STT ini
adalah pemimpinya adalah orang Korea. Jadi harus “ON TIME” jadi cerita
singkatnya bahwa penulis tinggal di asrama, dan tidak bisa keluar kecuali hari
Sabtu, itupun hanya 3 jam, dan kalau terlambat hanya 5 menit saja, maka
hukumannya adalah cuci piring. Jadi
dengan contoh ini, bisa ditarik kesimpulan bahwa tepat waktu sudah menjadi gaya
hidup Negara Korea, dan harapan penulis jika seorang pembicara terlambat tidak
tepat waktu maka tidak bisa dikatakan pembicara yang professional berarti masih
belum bisa mengatur manajemen kehidupannya.
Sebab salah satu sifat seorang pembicara yaitu “on time.”
3. Membangun
Persahabatan Sosial
Seorang pembicara yang professional yang telah diakui
oleh masyarakat, organisasi atau para audiens perlu diingat juga bahwa tidak
hanya berhenti di dalam pengetahuan kompetensi keprofessional di dalam bidang
komunikasi saja namun harus didukung oleh persahabatan social atau yang sering
disebut pergaulannya kepada semua orang mendapat peringkat atau dukungan yang
baik. Biasanya orang akan menilai dari sikap tindak-tanduk untuk bersahabat
dengan yang lainya. Dan biasa orang yang berjiwa sosial tinggi lebih dihargai
banyak orang.
Jadi seorang pembicara
professional ternyata harus mengutamakan hubungan antara sesame tanpa mengenal
latar belakang dan pendidikan. Jadi tipe pembicara ini adalah mendapat dukungan
yang bisa dikatakan orang berjiwa social.
BAB
IV
KESIMPULAN
Setelah
menulis makalah yang berjudul menjadi pembicara yang professional ini, dapat
ditarik kesimpulan bahwa menjadi seorang pembicara yang professional tidak
hanya sekedar terampil di depan umum, tetapi perlu juga menjaga integritas,
social, standar kualitas seorang pembicara. Integritas menentukan layaknya
seorang pembicara bisa terampil di depan umum. Maka dari itu bahwa setiap
pembicara harus menjaga nama baik atau itegritas yang baik. Dan perlu
diperhatikan bahwa integritas tanpa tehnik atau keterampilan berbicara akan
membuat timpang atau tidak seimbang. Untuk itu pengetahuan keterampilan
berbicara di tambah dengan integritas yang baik, maka akan seimbang.
Jadi
untuk menjadi seorang pembicara dibutuhkan proses untuk terus berlatih mulai
dari kognitif, mental serta dari para senior. Dan tidak boleh berhenti untuk
berlatih meski sudah banyak terampil di depan public sebagai seorang pembicara.
Hal
penting bagi seorang pembicara harus tetap percaya diri serta berlatih dengan
ulet sehingga kelemahan yang tadinya namfak bisa disembunyikan dengan adanya
pelatihan yang terus menerus. Sehingga
dengan keuletan bisa menjadi seorang pembicara professional yang disenangi
banyak orang.
A. SARAN
DAN REFLEXI
Jika
mau menjadi seorang pembicara professional harus atau wajib berlatih setiap
hari tanpa melihat bahwa kita sering terampil atau berbicara di depan public. Seperti pisau yang tajam, kalau tidak pernah
dipakai maka pisaunya akan tumpul. Demikian juga seorang pembicara yang
professional.
Untuk
menjadi seorang pembicara yang disenangi, dan diakui oleh kalangan umum harus
berlajar dan belajar serta menjaga etika berbicara, integritas seperti di dalam
hal janji. Jadi harus ditepati tidak hanya sekedar omongan namun tindakan yang
nyata.
Agar
pembicara disenangi para audiens dan di undang ke sebuah organisasi, maka perlu
diperhatikan standar kualitas yang
terbaik,sperti materinya sistematis, penampilannya dikatakan okey,
pengetahuan okey juga dan orang yang mendengar mudah memahami.
Jadi
perlu diperhatikan bahwa seorang pembicara yang professional harus
memperhatikan dan menjaga integritas segingga menjadi dambaan bagi banyak para
audiens.