Teologi Pembebasan
PENDAHULUAN
Berbicara mengenai teologi pembebasan berarti
berbicara mengenai konteks teologi Kristen. Pembahasan ini tidak terlepas dari Amerika
Latin dimana teologi ini lahir. Amerika Latin, bukanlah termasuk
kategori “Barat”, tetapi kategori dunia ketiga. Ia merupakan salah satu obyek
eksploitasi negara Barat. Penduduk Amerika Latin terdiri dari ras campuran,
Indian, Afrika, Mongoloid, Jawa, Portugas, Spanyol dan suku-suku pribumi. Dalam
periode abad 16-20 M, bangsa Portugis dan Spanyol menjadi “Raja” diantara
suku-suku dan bangsa-bangsa di Amerika Latin melalui kolonialisme-nya sehingga
dalam keanekaragamanan ras tersebut menimbulkan pengkotak-kotakan antara kulit
putih dan kulit hitam.[1] Teologi
pembebasan adalah sebuah paham akan peranan agama dalam lingkup sosial, yakni
pengontekstualisasian ajaran-ajaran dan nilai agama pada masalah konkret yang
terjadi disekitarnya. Menurut Eta Linnemann di dalam buku yang dimaksud dengan
teologi pembebasan adalah: “teologi yang memperhatikan situasi dan penderitaan
orang miskin. Keinginannya tidak lain daripada membela dan memihak kepada hak
orang miskin”.[2]
A. Latar
Belakang
Pada awalnya munculnya di Eropa dandiperkenalkan oleh para
teolog Katolik di Amerika Latin pada abad pertengahan sebagaimana
dikatakan Fr. Wahono Nitiprawiro:
Teologi
pembebasan pada awalnya muncul di Eropa abad kedua puluh dan menjadi studi
penting bagi agama-agama untuk melihat peran agama dalam ancaman globalisasi
dan menghindar manusia dari berbagai macam dosa, serta menawarkan paradigm
untuk memperbaiki sistim social bagi manusia yang telah dirusak oleh berbagai
system ideology dari perbuatan manusia sendiri.[3]
Jadi, teologi
Pembebasan muncul pada abad ke-20 seiring banyaknya permasalahan dunia yang
sedang tidak merdeka dinilai dari sudut pandang keadilan sebagai manusia yang
sama di hadapan Tuhan. Teologi
pembebasan adalah
sebuah paham tentang peranan agama atau gereja dalam ruang lingkup
lingkungan sosial. Dengan kata lain teologi
pembebasan adalah suatu usaha kontekstualisasi ajaran-ajaran dan nilai
keagamaan atau nilai-nilai teologis pada masalah kongkret di sekitarnya. Teologi
pembebasan muncul dari proses panjang transformasi pasca-Pencerahan refleksi
teologis Kristen. Jadi, gerakan
ini muncul karena perpaduan dari perubahan-perubahan internal dan eksternal.
Secara internal gerakan ini muncul berbarengan dengan perkembangan
aliran-aliran teologis dan keterbukaan terhadap perkembangan sains sosial
modern.
B. Pendiri
Teologi Pembebasan
Gustavo
Gutierrez Merino Lahir pada tanggal 8 Juni 1928 di Monserat, sebuah kawasan
miskin di Lima, Ibu kota Peru. Ia berasal dari keluarga sederhana yang berdarah
Mestizo, keturunan campuran Hispanic (Spanyol) dan Indian. Gutierrez adalah
satu-satunya anak laki-laki dari tiga bersaudara. Meskipun ada
kesulitan-kesulitan ekonomi, ia tidak mengalami kekurangan cinta dari
keluarganya. Ketika berada di bangku sekolah menengah, Gutierrez diserang
penyakit Osteomiletis. Penyakit ini menyebabkan kepincangan permanen pada
kakinya. Penyakit ini pulalah yang menuntun dia memilih jurusan farmasi pada
Universitas San Marcos, Lima. Tetapi, kemudian ia memutuskan untuk masuk
seminari dan belajar filsafat-teologi di Seminari Santiago de Chile.[4]
Kehidupan Gustavo yang lahir dari keluarga sederhana dan
perjumpaannya kepada Tuhan membuatnya mengambil keputusan untuk memperhatikan orang-orang kecil yang tertindas dan mendorongnya
untuk melakukan kontekstualisasi dalam berteologi. Menurut Gutierrez pendekatan
teologi Barat yang dia pelajari tidak dapat diaplikasikan dalam situasi
masyarakat di Amerika Latin. Menurut dia, butuh pendekatan khas untuk
berteologi dalam situasi yang sangat memprihatinkan di Amerika Latin waktu itu.
Ia menjadi anggota Akademi
Bahasa Peru, dan pada 1993 dan dianugerahi Legiun Kehormatan oleh pemerintah
Perancis untuk karyanya yang tak mengenal lelah. Gutierrez pernah belajar
kedokteran dan sastra, psikologi dan filsafat, dan mendapat gelar doktor dari
Institut Pastoral d'Etudes Religieuses (IPER), Université Catholique di Lyon.
Karya terobosan Gutiérrez, A Theology
of Liberation: History, Politics,
Salvation tahun1971(Suatu Teologi Pembebasan: Sejarah, Politik, Keselamatan”)
menjelaskan pemahamannya tentang kemiskinan Kristen sebagai suatu tindakan
solidaritas penuh cinta kasih dengan kaum miskin maupun sebagai protes
pembebasan melawan kemiskinan.
a.
Berkembangnya
Teologi Pembebasan
Berkembangnya teologi
pembebasan sangat dipengaruhi oleh ajaran Marx. Ada dua
ajaran Karl Marx yang masuk dalam konsep teologi pembebasan Amerika Latin. Konsep
perjuangan kelas, kaitannya dengan kemandirian individu. Setiap orang, begitu
kata Gutierrez, haruslah memperjuangkan nasibnya dengan cara dan metode apapun.
Jika perjuangan kelas Karl Marx lebih menekankan pada aspek ekonomi, maka
perjuangan ala Gutierrez menekankan pada semangat “kemerdekaan dalam tatanan
sosial”. Status sebagai orang merdeka, bebas dari penindasan, berdikari dan
merumuskan/menjalani kehidupan sesuai dengan kehendaknya sendiri. Individu
menjadi salah satu “juru selamat” bagi dirinya sendiri. Pengutukan
terhadap kepemilikan pribadi. Dalam masyarakat Amerika Latin saat itu, harta
kekayaan menjadi milik pribadi individu, dalam hal ini milik Spanyol dan
Portugal. Pribumi hanyalah menjadi alat untuk meng-kaya-kan bangsa asing.
Konsep “menebar kasih” telah dihilangkan oleh pemerintah colonial. Dan jelas,
konsep menebar kasih ini telah ada di ajaran Kristen, agama yang juga dipeluk
oleh bangsa Spanyol dan Portugal.[5]
Jadi, kelahiran teologi pembebasan dilatarbelakangi oleh pengalaman Gustavo yang lahir dari keluarga sederhana
serta pengetahuan akan fungsi gereja sebagai garam dan terang dan juga
pengalamannya yang tinggal bersama dengan orang-orang yang tertindas.
b.
Metodologi
Teologi Pembebasan
Dalam memahami teologi pembebasan ini, ada beberapa pemikiran praktis untuk memahami
teologi pembebasan ini. Point pemikiran antara
lain :
- Teologi
pembebasan berawal dari reaksi terhadap sistem masyarakat yang tidak adil;
Situasi, kondisi masyarakat pada waktu itu dalam keadaan miskin,
tertindas, dipojokkan, diasingkan karena perbedaan warna kulit (sosial).
- Teologi
Kristen “Allah mengasihi semua orang dan tidak membedakan status.
- Situasi
kedua, berkembangnya teologi di Barat,
- Teologi harus
bersentuhan dengan kondisi sosial, karena ia lahir dari kondisi sosial.
- Teologi tidak bisa hanya dipahami sebagai yang
“transenden” tetapi dia juga dipahami”.
- Teologi haruslah bersifat kontekstual,
- Menempatkan “aksi sosial” sebagai peran utama dalam
pembebasan masyarakat tertindas.
Dari ketujuh
point di atas bahwa yang terpenting di dalam teologi pembebasan ini adalah
“bagaimana pernanan Alkitab secara nyata bagi orang yang tertindas baik secara
kehidupan di dunia nyata maunpun di dunia akhirat yaitu pembebasan dari dosa dan masuk dalam persekutuan dengan Tuhan
Allah dan semua manusia. Gutierrez mengatakan bahwa Alkitab harus
direfleksikan bukan saja kepentingan dunia semata,
melainkan pembebasan dalam arti sebagai peziarahan seluruh manusia dalam segala
keutuhan dan kedalaman hidupnya serta sekaligus pembebasan dalam arti
penyelamatan manusia dari dosa. Lebih tegasnya Gutierrez ingin mnunjukkan lebih jelas tugas teologi dalam hubungan
antara iman dan perjuangan pembebasan. Refleksi teologi diharapkan menjawab
soal hubungan antara iman dan eksistensi manusia, soal-soal sosial, aksi
politik atau hubungan antara Kerajaan Allah dan bangunan dunia. Ringkasnya,
bagaimana hubungan antara iman dan penciptaan manusia baru yang merupakan
tujuan perjuangan pembebasan.
C.
Pengajaran Teologi Pembebasan.
Konteks
sosial yang terjadi adalah penindasan, kemiskinan, keterbelakangan, dan harkat
manusia. Paham ini tumbuh bersama suburnya sosialisme di Amerika Latin, akhir
1960-an dan awal 1970-an. Teologi Pembebasan merupakan refleksi bersama suatu
komunitas terhadap suatu persoalan sosial.
Teologinya berpusat pada pengentasan rakyat miskin
yang diperlakukan tidak adil oleh sistem masyarakat kelas yang memisahkan
manusia dalam kategori borjuis (para bangsawan yang biasanya kaya) dan proletar
(rakyat jelata yang hanya punya anak namun tanpa harta) sebagaimana dikatakan Y. W. Wartaya Winangun
Teologi
pembebasan adalah usaha untuk melakukan teologi local. Teologi ini mendasarkan
diri pada pengalaman konkret dalam situasi umat beriman local. Keprihatinana
teologi-teologi pembebasan itu sejalan dengan gerakan pemerdekaan maupun
cita-cita kemanusian, gerkan untuk menumbuhkan solidaritas rakyat lemah, dan
keadilan social. Dan dapat disebut beriorentasi pada kerakyatan yang tidak
adil.[6]
Pertama, mencakup pembebasan
politik dan sosial, penghapusan hal-hal yang langsung menyebabkan kemiskinan
dan ketidakadilan.
Kedua, Pembebasan mencakup emansipasi kaum miskin, kaum marjinal, mereka yang
terinjak-injak dan tertindas dari segala sesuatu yang membatasi kemampuan
mereka untuk mengembangkan diri dengan bebas dan dengan bermartabat.
Ketiga, Teologi pembebasan mencakup pembebasan dari egoisme dan dosa, pembentukan
kembali hubungan dengan Allah dan dengan orang-orang lain.
Dari refleksi kritis Gutierrez, jelas bahwa yang
diperjuangkan oleh para teolog pembebasan Amerika Latin bukan saja kepentingan
dunia semata, melainkan pembebasan dalam arti sebagai peziarahan seluruh
manusia dalam segala keutuhan dan kedalaman hidupnya serta sekaligus pembebasan
dalam arti penyelamatan manusia dari dosa.
Teologi pembebasan adalah
bagian dari kerjaan Allah.[8]
Teologi Pembebasan sendiri sebenarnya juga memiliki pengajaran yang
didasarkan dengan Alkitab sebagaimana Allah membebaskan umat-Nya dari
perbudakan bangsa Mesir:
Teologi pembebasan berpijak pada kenyataan bahwa Allah memihak pada
orang-orang yang tertindas dan yang dikesampingkan. Ia membebaskan sekelompok
pekerja-pekerja dari “rumah perbudakan Mesir” menjadikan mereka umat-Nya serta
mengikuti perjanjian dengan mereka dan memberikan hokum kemerdekaan untuk
mengatur hidup bermasyarakat mereka.[9]
Jadi, bagi
pengajaran teologi pembebasan mempunyai pemahaman bahwa Allah dipahami sebagai
pembebas (liberator) di dalam Perjanjian Lam dan Perjanjian Baru.[10]
sebagaimana dikatakan dalam kitab PL maupun PB:
- Bani Israel berada di tanah Mesir, Tuhan
telah mendengarkan jeritan mereka, dan membebaskan mereka dari perbudakan
dan penderitaan. (Keluaran 6:13).
- Nyanyian pujian Maria yang
terdapat dalam Injil Lukas 1:46-55"... Ia memperlihatkan kuasa-Nya
dengan perbuatan tangan-Nya dan menceraiberaikan orang-orang yang congkak
hatinya; Ia menurunkan orang-orang yang berkuasa dari takhtanya dan
meninggikan orang-orang yang rendah; Ia melimpahkan segala yang baik
kepada orang yang lapar dan menyuruh orang yang kaya pergi dengan tangan
hampa ...."
- Nubuat nabi Yesaya tentang
pekerjaan Messias: "... untuk menyampaikan kabar baik kepada
orang-orang yang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan
kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk
membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat
Tuhan telah datang." (Luk 4:18-19).
Dalam
pengajaran teologi pembebasan ini, para teolog ini
membedakan antara metode teologi pembebasan dengan teologi tradisional. Teologi
tradisional adalah teologi yang membahas tentang Tuhan semata-mata, sementara
teologi pembebasan adalah cara berteologi yang berasal dari refleksi iman di
tengah realitas konkrit yang menyejarah. Yakni teologi yang memprihatini nasib
dan solider kepada mereka yang menderita ketidakadilan, kalah, miskin, ditindas
dan menjadi korban sejarah; teologi yang mau mentransformasikan dunia
sebagaimana dikatakan dikatakan Y. W. Wartaya Winangun bahwa Teologi pembebasan memahami dirinya bukan sebagai cabang
dari teologi, tetapi merupakan orientasi
keseluruhan reflesi teologis, yaitu orientasi pembebasan kaum miskin,
tertindas, lemah dan yang diperlakukan secara tidak adil.[11]
Arah dasar teologi pembebasan
adalah pembebasan kaum miskin, kaum lemah, dan kaum yang tertindas.
Pembebabasan dimengerti secara menyeluruh meliputi pembebasan dari social
ekonomi.[12]
Edmund Woga menjelaskan bahawa teologi pembebasan ini menjelaskan:
Refleksi yang
ditempuh oleh teologi pembebasan yang mengutamakan fenomena-fenomena historis
dan kegiatan-kegiatan manusia merupakan cara yang memadai dalam menanggapi
paham tentang keselamatan yang idealistis-utopis. Teologi ini mencoba
menjembatani kesenjangan antara kata-kata, kesaksian, karena reflesksinya
berdasarkan pengalaman social masyarakat di lapangan ditujukan kepada praksis
pembebasan manusia dalam segala macam segi kehidupan.[13]
Refleksi
kritis Gutierrez, jelas bahwa yang diperjuangkan oleh para teolog pembebasan
Amerika Latin bukan saja kepentingan dunia semata, melainkan pembebasan dalam
arti sebagai peziarahan seluruh manusia dalam segala keutuhan dan kedalaman
hidupnya serta sekaligus pembebasan dalam arti penyelamatan manusia dari dosa.
Jadi, argument paling mendasar dari
teologi pembebasan adalah bahwa gereja harus peduli pada refleksi, aksi dan
usaha membangkitkan kesadaran orang-orang miskin mengenai perlunya bertindak
untuk menjamun keadilan social. Dosa bukan hanya akibat kesalahan pribadi
tetapi juga karena ketidakadilan, dan ini perlu diberantas oleh umat-umat Tuhan
atau gereja.
BAB IV
Kesimpulan
Berdasarkan penguraian tentang Teologi Pembebasan di atas,
dapat disimpulkan bahwa untuk memahami teologi pembebas secara efektif harus
memperhatikan beberapa hal, pertama, situasi
budaya atau konteks latar belakang kehidupan Amerika Latin pada waktu itu atau
berpusat pada konsep dalam social masyarakat.Kedua, mengkonfrontasikan
perjuangan kelas, ekonomi dan ideologi yang berbeda dengan iman Kristen.
Keempat, Teologi Pembebasan lebih merupakan ideologi (yaitu perpindahan dari
masyarakat ke teologi) yang ada di bawah pengaruh Marxisme.Teologi pembebasan
mencoba mengajarkan satu pandangan yang mencoba mengangkat status orang-orang
yang tertindas oleh berbagai problem hidup. Masalah hidup seperti ekonomi dan
yang lainnya menyebabkan rakyat jelata menderita, yang mana penderitaan
tersebut dimanfaatkan oleh segelitir orang untuk semakin mengukuhkan
kedudukannya di dalam sebuah badan organisasi termasuk di dalam gereja.
Teologi Pembebasan merupakan upaya berteologi secara
kontekstual. Teologi Pembebasan yang diterjemahkan dari Bahasa Inggris
Liberation Theology menjadi keharusan bagi kegiatan gereja-gereja dalam
komitmen kristianinya pada kehidupan sosial. Teologi pembebasan lahir sebagai
respons terhadap situasi ekonomi dan politik yang dinilai menyengsarakan
rakyat. Masalah-masalah itu dijabarkan dalam penindasan, rasisme, kemiskinan,
penjajahan, bias ideologi dsb. Pada kalangan Jesuit, baik di Asia termasuk
Indonesia, Brazil , Amerika Latin, dan Afrika Selatan Teologi ini berkembang
pesat sebagai dampak dari hermeneutika Alkitab secara kontekstual untuk
menjawab persoalan yang dihadapi umat manusia. Teologi Pembebasan merupakan
refleksi bersama suatu komunitas terhadap suatu persoalan sosial. Karena itu
masyarakat terlibat dalam perenungan-perenungan keagamaan.Mereka mempertanyakan
seperti apa tanggung jawab agama dan apa yang harus dilakukan agama dalam
konteks pemiskinan struktural.pada intinya teologi pembesan ingin menjadikan
atau membebaskan masyarakat dari keterbelakangan menuju masyarakat yang beradab
dengan cara menjadikan semanngat atauh agama dijadikan ruh untuk melawan
pemerintah.
Jika dipahami dan dipelajari lebih dalam
lagi memang masih banyak yang belum setuju tentang teologi pembebasan namun
penulis mencoba menggali dari latar belakang pendiri teologi pembebasan, maka
dapat ditemukan bahwa tujuan semata-mata teologi ini adalah untuk keselamatan
jiwa terutama bagi mereka yang masih tidak mendapat keadilan.
Jadi, pembebasan haruslah dipandang sebagai
antisipasi dan datangnya Kerajaan Allah, kerajaan yang didirikan keadilan,
persamaan, persaudaraan, dan persekutuan solidaritas.
Praksis pembebasan adalah aktivitas
transformasi masyarakat yang menguntungkan mereka yang tertindas, dan itu
praktik penting dari Kasih Kristinai. Cinta Kristusharus dijelmakan dan dibuat
kreatif dalam sejarah.teologi Gutierrez merupakan reaksi menentang metode
tradisional dalam berteologi. Pada akhirnya, Gutierrez mengatakan bahwa gereja
tidak akan memiliki suatu teologi pembebasan yang otentik sampai mereka yang
tertindas mampu mengekspresikan diri mereka sendiri secara bebas dan kreatif di
dalam masyarakat sebagai manusia Allah.
Jadi, teologi pembebasan adalah refleksi
dari teologi dalam kontekstual untuk kemerdekaan dari dari perbudakan secara
materiil maupun spiritual demi keselamtan jiwa.
=============================================
DAFTAR PUSTAKA
Claire
Barth F Marie, Hati Allah Bagaikan Hati Seorang Ibu, Jakarta:Gunung Mulia, 2006
.
Curran
Charles E., BURUH, PETANI, DAN PERANG NUKLIR, Ajaran Sosial Katolik 189, Yogyakarta:Kanisius,
2007.
Fr. Wahono Nitiprawiro, dkk, Teologi pembebasan
,Yogyakarta:LKIS, 2002.
John
Clinebell Howard, Tipe Tipe Dasar Pendampingan & Konseling Pastoral,Yogyakarta:Kanisius,
2002.
Keene
Michael, Seri Access Guides KRISTIANITAS,Yogyakarta:Kanisius, 2006.
Lane Tony., Runtut Pijar,
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007.
Linnemann
Eta, TEOLOGI KONTEMPORER,ILMU ATAU
PRADUGA? Malang: Departemen Literatur Yayasan Persekutuan Pekabaran Injil
Indonesia, 1991.
Ramly Andi M., Karl Marx, Yogyakarta:LKIS,2000.
Taylor Michael., Dilarang
Melarat-Narasi Teologis Tentang Kemiskinan, Yogyakarta: Kanisius, 2007.
Wahono Nitiprawiro, , Teologi Pembebasan: Sejarah, Metode,
Praksis, dan Isinya, Yogyakarta:
Wartaya Winangun Y. W., Tanah sumber
nilai hidup, (Yogyakarta:Kanisius, 2004.
Woga
Edmund, CSsR. Pustaka Teologi DASAR-DASAR MISIOLOGI, Yogyakarta:Kanisius, 2002.