ddd

Jika Yesus Kristus adalah orang gila, stress berat, tidak mungkin ada pengikutnya. Jika Yesus Kristus seorang penipu tidak mungkin Dia mau disalib. Kesimpulannya adalah Yesus Kristus adalah Tuhan Allah yang datang ke dunia menjadi manusia

Senin, 01 Desember 2014

Makna Natal




Makna Natal



Berbicara tentang kelahiran Yesus Kristus ke dunnia tidaklah penting untuk memperdebatkan tanggal dan bulannya. Mau bula 6,7,8,9,10, tidak terlalu penting untuk dipersoalkan, yang penting adalah mengaminkan dan merayakan bahwa Kristus pernah/lahir ke dunia untuk membawa damai ke dunia.
Memang orang Kristen menetapkan hari kelahiran Yesus Kristus pada tanggal 25 Desember. Namun yang penting sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus haruslah menyambut dan merayakannya sekali dalam satu tahun.
Kalau orang Kristen tidak merayakan kelahiran Yesus Kristus ke dunia memungkinkan orang Kristen akan melupakan akan hakikat kehadiran Yesus Kristus ke dunia.
Sebenarnya merayakan kehadiran atau kelahiran Yesus Kristus ke dunia tidaklah pada tanggal 25 Desember. Tetapi pada tanggal 25 Desember. Tetapi harus setiap hari, yaitu dengan memposisikan Yesus Kristus satu-satunya menjadi penguasa tunggal di dalam hatinya.
Esensi kelahiran Yesus Kristus ke dunia adalah bahwa "Allah menjadi manusia" Yohanes 1:1. Dia adalah Allah sendiri, namun karena 'KASIHNYA' yang besar (Yohanes.3:16) Dia mau melepaskan ke-Allahan-Nya menjadi manusia, merendahkan diri dan meninggalkan kemulian-Nya untuk turun ke dunia menjadi manusia melalui "RAHIM BUNDA MARIA". Allah mengambil rupa menjadi manusa seorang hamba agar manusia dibawa kembali kepada kemulian Tuhan.
Jadi, makna Nata yang sebenarnya adalah bahwa Allah telah menyatakan "KASIHNYA" kepada manusia. Demikian juga kita haruslah menunjukkan kasih kita kepada Tuhan sebagai permata hati kita. Dalam hal ini, kita mengingat kembali dan melalui NATAL kita diingatkan kembali untuk melihat kebaikan Tuhan Allah yang besar bagi dunia dan menyambut Dia sebagai RAJA di dalam hati kita setiap hari. Dan kasih yang ada dalam hati kita harus dapat dipancarkan melalui gerak gerik dan sikap kita kepada semua orang. Sehingga orang yang belum mengenal kasih Yesus Kristus dapat menikmati KASIH YESUS melalui hidup kita, sehingga mereka dibawa kepada Yesus Kristus sebagai juruselamat hidup mereka.

Minggu, 26 Oktober 2014

Bolehkah Bercerai....???




Bolehkah Kristen Bercerai...???

Berbicara mengenai perceraian memang bukan masalah baru dalam sejarah umat manusia.Apalagi dikalangan para selebiritis di Indonesia perceraian bukanlah sesuatu hal yang menyedihkan.Dan buktinya “terjadi kawin cerai” dan ternyata bukannya para selebritis dan tetangga sepupu, ternyata ada juga orang Kristen yang melakukan perceraian dengan pasangannya.Padahal sebenarnya mereka sudah mengerti pemahaman kebenaran Alkitab lewat pemberkatan dan janji yang telah diucapkan berdua ketika dalam acara perberkatan di gereja namun masih ada saja yang melakukan cerai.Dan masalah ini perlu diselediki mengapa terjadi perceraian?
Terjadinya Perceraian
Pada umumnya memang terjadinya perceraian disebabkan perselingkuhan namun tidak dipungkiri bahwa perceraian bisa ditimbulkan karena banyak factor seperti perbedaan iman, perbedaaan pendapat, tidak saling mengerti, kurang komunikasi, kurang menikmati hubungan imtim, masalah uang, masalah mertua, anak dan lain sebagainya.
Budaya  Israel
Di Israel Kuno, suami muda menceraikan istri meski harus ada alas an. Jika janda itu menikah dengan pria lain, suaminya yang telah menceraikannya tidak bisa menikahinya kembali, sekalipun suami keduanya sudah meninggal. Mungkin ini dimaksudkan agar laki-laki tidak tergesa-gesa menulis surat cerai. Melanggar hukum ini bisa mendatangkan dosa atas negeri.Ternayata bahwa perceraian terjadi memang karena sebuah kebiasaan atau budaya kaum Semit yang telah Baheula.Yang dimana kebiasaan ini ketika si istri kedapatan melakukan kemesuman atau ketidaksenonohan maka si istri dapat diceraikan.
Mazhab Hille; menafsirkan sebagai ketidaksenonohan dalam arti luas, termasuk bahwa si sitri dapat diceraikan karena sebab-sebab di luar kemesuman. Sekalipun persekutuan perkawinan adalah kudus dan tidak dapat diganggugugat, namun perkawinan itu dapat di akhiri dengan syarat-syarat tertentu.  Dalam tradisi Yahudi, laki-laki dan perempuan dianggap sudah menikah walaupun mereka masih “bertunangan.”Percabulan dalam masa “pertunangan” ini dapat merupakan satu-satunya alasan untuk bercerai.Ibid, halamam.332.
Terjemahan versi New American Standar Bible ac'm' .. Kata ini memakai kata benda, tunggal, orang ketiga maskulin, yang artinya didapati;kedapatan. Berarti dapat disimpulkan bahwa kata tidak senonoh disini adalah bisa diartikan ditemuinya si istri melakukan hubungan intim (sex) “sesuatu yang memalukan”
Alasan dibuat Surat Cerai
Kitab Ulangan 17:7, dan Imamat 20:10 menjelaskan bagaimana orang yang kedapatan yang berzinah dihukum mati atau dirajam dengan batu sesuai dengan hukum Kitab Musa.  Bagi yang melakukan perzinahan tidak ada “tawar menawar” atau kata “ampun” tidak ada belas kasihan, tidak ada diberi kesempatan.  Berarti bisa ditarik benang merah bahwa orang-orang yang melakukan perzinahan dalam Kitab Perjanjian Lama begitu banyak yang mati tanpa ada diberi kesempatan untuk bertobat.
Tujuan Surat Perceraian
Tujuan Surat cerai dalam Perjanjian Lama tentulah merupakan suatu perlindungan untuk wanita dalam pernikahan. Membuat suatu surat atau sertifikat pada masa dulu merupakan pekerjaan yang memakan banyak waktu. Jadi kalau seorang suami harus membuat surat cerai, maka perceraian itu tidak mungkin diadakan dalam emosi sesaat. Apalagi kemudian surat cerai itu dapat dijadikan tanda identitas atau sebagai suatu status yang jelas kepada wanita itu.
Perceraian Menurut Hukum Musa
Menurut hukum Taurat untuk menceraikan istri, seorang suami harus membuat surat cerai yang resmi. Ini dimaksudkan agar para suami tidak mudah menceraikan istri mereka.Sebelum aturan ini ada, para istri dapat diusir begitu saja dan tidak lagi dianggap sebagai istri.Dan hukum taurat tidak mengizinkan para istri menceraikan suami mereka.Ketetapan Musa tentang perceraian bukanlah suatu pembenaran terhadap perceraian, tapi suatu kelonggaran atau konsesi karena ketegaran hati Israel.Musa sendiri tidak menyetujui perceraian.Ia mengajarkan pernikahan yang permanen, seperti yang tertulis dalam Kitab Kejadian. Namun, umat belum siap untuk menerima dan memenuhi tuntutan tersebut.Kenajisan, dimana terjadi melalui pernikahan yang kedua, berdasarkan konsep pernikahan ibrani.Seperti yang dinyatakan sebelumnya, pernikahan menjadikan seorang laki-laki dan seoarang perempuan menjadi satu daging dan seorang perempuan menjadi satu dengan seorang laki-laki selain itu dia sudah menjadi satu daging dengan suaminya, bahwan setelah perceraian adalah kenajisan.
ž  Jesus Pronounces it adultery in his day (Luke 16:18)
Mencegah Perceraian yang terburu-buru
Surat perceraian di izinkan oleh musa supaya tidak tergesa-gesa dan terburu-buru menceraikannya tentu di dalam pengambilan keputusan perlu ada saksi dan fakta yang perlu ditunjukkan. Dan di dalam waktu pembuktian fakta ini akan member kesempatan untuk memperbaiki hubungan yang retak dan juga kepedulian yang menyeluruh untuk mencegah sesuatu yang mencurigakan sebagaimana dikatakan oleh Driver:
Melindungi Para Istri dari Hukuman Rajam Batu
Surat perceraian ini sebagai bentuk tindakan berprikemanusiaan untuk melindungi perempuan yang bercerai dalam perkara dengan suami pertamanya yang ingin memeras sebagai balas dendam dengan mendakwa dia berzinah dengan suami keduanya.
Jadi ternyata bahwa surat cerai ini dibuat untuk melindungi dan membuktikan bahwa dia tidak melakukan perzinahan dengan suami pertamanya. Karena kalau ketahuan atau kedapatan si istri melakukan perzinahan tentu menurut hokum Musa bahwa orang yang melakukan perzinahan akan dirajam dengan batu sampai mati (Imamat.20:10). Hukuman mati ini menunjukkan bahwa perzinahan atau perselingkuhan merupakan pelanggaran prinsip moral karena merusak ikatan pernikahan yang telah dirancang Allah Tigay, Deuteronomy, 222; Cairns, Word and Presence, 210
Hukum Taurat Melarang Perceraian
Hukum Musa tak pernah mendorong, melarang atau menyetujui perceraian dalam Ulangan 24:1-4. Sebaliknya, hukum itu hanya menggariskan tata cara tertentu jika dan tatkala perceraian terjadi secara tragis. Ada satu ayat dalam Perjanjian Lama yang menyatakan bahwa Allah membenci perceraian: Musa memang mengizinkan perceraian di dalam Perjanjian Lama karena  memang kekerasan hati bangsa Israel (Matius 19:8; 5:31). Dengan kata lain, Alkitab tidak pernah berkompromi atau mendukung perceraian karena sejak semula perceraian bukanlah rencana Allah. Salah satu referensi adalah di Maleakhi 2:14-16 Sebab Aku membenci perceraian, firman TUHAN, Allah Israel -- juga orang yang menutupi pakaiannya dengan kekerasan, firman TUHAN semesta alam. Maka jagalah dirimu dan janganlah berkhianat.Bahkan kitab Kejadian berbicara secara implicit bahwa istri yang disediakan Allah bagi Adam adalah penolong yang sepadan dengan dia,
Perceraian Menurut Kitab Injil
Tuhan Yesus sebenarnya tidak mempermasalahkan Musa, namun Ia mempermasalahkan orang-orang Israel yang tegar hati. Oleh sebab ketegaran hati orang israel, maka Musa mengatur surat cerai, supaya nantinya jangan ada kekacauan secara penuh, misalnya janganlah seorang istri diusir dengan begitu saja oleh seorang suami. Ketentuan ini dimaksudkan untuk mempersulit para suami menceraikan istrinya.Karena sebelum hokum ini dibuat, para suami sesukanya mengusir istrinya begitu saja dan menganggapnya bukan istrinya lagi. Bagi Yesus. Perkawinan merupakan hal yang penting dan untuk menegaskan hal itu, Ia mengutip kisah penciptaan dari Kitab Kejadian.
Yesus Kristus Melarang Perceraian
Tuhan Yesus menegaskan bahwa ketetapan Musa tentang perceraian tersebut bukanlah bagian dari rancangan asali Allah tentang pernikahan."Sejak semula tidaklah demikian”. Tuhan Yesus tetap mempertahankan bahwa maksud Allah sejak semula di dalam Kitab Kejadian supaya menjaga hubungan dalam nikah berjalan terus seperti yang diuraikan-Nya pada ayat ini: Matius 19:4-6 Jawab Yesus: "Tidakkah kamu baca, bahwa Ia yang menciptakan manusia sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan? Dan firman-Nya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia."
Ø  Yesus Mengampuni orang Yang Berzinah
Ø  Yesus Kristus Memberi Kesempatan Untuk berubah

KESIMPULAN
  
Dapat disimpulkan bahwa sebenarnya Musa tidak mengizinkan perceraian, dengan alasan bahwaYesus sendiri berkata di dalam Matius 19:9  “tetapi karena ketegaran hati mereka maka Musa mengizinkan kamu untuk menceraikan istrimu. Juga tujuan Musa mengizinkan untuk membuat surat cerai secara resmi supaya disaat pembuatan atau pengurusan surat ini memakan waktu yang lama, agar benar-benar dipertimbangkan matang sebelum cerai dengan istrinya.
Jadi tidak ada alasan karena berzinah atau tidak senonoh sebab Yesus Kristus di dalam Perjanjian baru memberi kesempatan bertobat kepada perempuan atau istri yang melakukan perzinahan.Dan mengenai pernikahan kembali hanya diizinkan kepada suami yang telah meninggal.


Manajemen Konflik

Manajemen Konflik

Organisasi terdiri dari berbagai macam komponen yang berbeda dan saling memiliki ketergantungan dalam proses kerjasama untuk mencapai tujuan tertentu. Perbedaan yang terdapat dalam organisasi seringkali menyebabkan terjadinya ketidakcocokan yang akhirnya menimbulkan konflik. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya ketika terjadi suatu organisasi, maka sesungguhnya terdapat banyak kemungkinan timbulnya konflik.     
Timbulnya konflik karena perbedaan pandangan terhadap peran konflik dalam kelompok atau organisasi. Ada yang berpendapat bahwa konflik harus dihindari atau dihilangkan, karena jika dibiarkan maka akan merugikan organisasi. Berlawanan dengan ini, pendapat lain menyatakan bahwa jika konflik dikelola sedemikian rupa maka konflik tersebut akan membawa keuntungan bagi kelompok dan organisasi. Stoner dan Freeman menyebut konflik tersebut sebagai konflik organisasional (organizational conflict).
Konflik bisa terjadi bagi pribadi atau organisasi, konflik tidak dapat  dihindari. Konflik dapat menjadi masalah yang serius dalam setiap organisasi, tanpa peduli apapun bentuk dan tingkat kompleksitas organisasi tersebut, jika konflik tersebut dibiarkan berlarut-larut tanpa penyelesaian. Karena itu keahlian untuk mengelola konflik sangat diperlukan bagi setiap pimpinan atau manajer organisasi
Jadi, seorang seorang pemimpin perlu memiliki kreativitas dalam mencari pemecahaan dari suatu masalah. Contoh kasus yaitu dalam rapat mingguan sebuah perusahaan pastilah masing-masing individu memiliki argumen dan pendapat yang berbeda-beda. Perbedaan pendapat tersebut terkadang dapat memicu adanya suatu perdebatan yang apabila dibiarkan dapat berujung pada konflik. Dan tentunya hal ini dapat menghambat lahirnya suatu keputusan bersama. Untuk itu pimpinan perusahaan atau pimpinan rapat harus bersikap bijak.

BAB II
KAJIAN TEORI
A.    Defenisi Manejemen
Kata Manajemen berasal dari bahasa Perancis kuno ménagement, yang memiliki arti "seni melaksanakan dan mengatur.Manajemen belum memiliki definisi yang mapan dan diterima secara universal.  Mary Parker Follet, misalnya, mendefinisikan manajemen sebagai seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Definisi ini berarti bahwa seorang manajer bertugas mengatur dan mengarahkan orang lain untuk mencapai tujuan organisasi.[1]
Konflik dalam pengertian yang sangat luas dapat dikatakan sebagai segala macam bentuk antar hubungan antar manusia yang bersifat berlawanan (antagonistik). Ia dapat terlihat secara jelas dan dapat pula tersembunyi.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, konflik adalah percekcokan, perselisihan atau pertentangan baik dari segi pemikiran atau kebijakan.
Menurut sosiologis, konflik merupakan proses antara dua orang atau lebih yang berusaha menyingkirkan dengan cara menghancurkan atau membuat tidak berdaya.
Dahulu konflik dianggap sebagai gejala atau fenomena yang tidak wajar dan berakibat negatif, tetapi sekarang konflik dianggap sebagai gejala yang wajar yang dapat berakibat negatif maupun positif tergantung bagaimana cara mengelolanya.
B.     Defenisi Konflik
Konflik berasal dari kata kerja Latin “configure” yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Para pakar ilmu perilaku organisasi, memang banyak yang memberikan definisi tentang konflik. Robbins mengatakan: “sebuah proses dimana sebuah upaya sengaja dilakukan oleh seseorang untuk menghalangi usaha yang dilakukan oleh orang lain dalam berbagai bentuk hambatan (blocking) yang menjadikan orang lain tersebut merasa frustasi dalam usahanya mancapai tujuan yang diinginkan atau merealisasi minatnya”. Dengan demikian yang dimaksud dengan Konflik adalah proses pertikaian yang terjadi sedangkan peristiwa yang berupa gejolak dan sejenisnya adalah salah satu manifestasinya. Stephen P. Robbins dalam bukunya perilaku Organisasi (Organizational Behavior) menjelaskan bahwa terdapat banyak definisi konflik. Meskipun makna yang diperoleh definisi itu berbeda-beda, beberapa tema umum mendasari sebagian besar dari definisi tersebut. Konflik harus dirasakan oleh pihak-pihak yang terlibat; apakah konflik itu ada atau tidak ada merupakan persoalan persepsi. Jika tidak ada yang menyedari akan adanya konflik, secara umum lalu disepakati konflik tidak ada. kesamaan lain dari definisi-definisi tersebut adalah pertentangan atau ketidakselarasan dan bentuk-bentuk interaksi. Beberapa faktor ini menjadi kondisi yang merupakan titik awal proses konflik.[2]
Jadi, konflik sebagai sebuah proses yang dimulai ketika suatu pihak memiliki persepsi bahwa pihak lain telah memengaruhi secara negatif, sesuatu yang menjadi kepedulian atau kepentingan pihak pertama. Definisi ini mencakup beragam konflik yang orang alami dalam organisasi-ketidakselarasan tujuan, perbedaan interpretasi fakta, ketidaksepahaman yang disebabkan oleh ekspektasi perilaku, dan sebagainya. Selain itu, definisi lain cukup fleksibel untuk mencakup beragam tingkatan konflik-dari tindakan terang-terangan dank eras sampai ke bentuk-bentuk ketidaksepakatan yang tidak terlihat
C.  Dampak Konflik
Konflik dapat berdampak positif dan negatif yang rinciannya adalah sebagai berikut :
1. Dampak Positif Konflik
Menurut Wijono bila upaya penanganan dan pengelolaan konflik karyawan dilakukan secara efisien dan efektif maka dampak positif akan muncul melalui perilaku yang dinampakkan oleh karyawan sebagai sumber daya manusia potensial dengan berbagai akibat seperti: Meningkatnya ketertiban dan kedisiplinan dalam menggunakan waktu bekerja, seperti hampir tidak pernah ada karyawan yang absen tanpa alasan yang jelas, masuk dan pulang kerja tepat pada waktunya, pada waktu jam kerja setiap karyawan menggunakan waktu secara efektif, hasil kerja meningkat baik kuantitas maupun kualitasnya.
Pertama, Meningkatnya hubungan kerjasama yang produktif. Hal ini terlihat dari cara pembagian tugas dan tanggung jawab sesuai dengan analisis pekerjaan masing-masing.
Kedua, Meningkatnya motivasi kerja untuk melakukan kompetisi secara sehat antar pribadi maupun antar kelompok dalam organisasi, seperti terlihat dalam upaya peningkatan prestasi kerja, tanggung jawab, dedikasi, loyalitas, kejujuran, inisiatif dan kreativitas.
Ketiga, Semakin berkurangnya tekanan-tekanan, intrik-intrik yang dapat membuat stress bahkan produktivitas kerja semakin meningkat. Hal ini karena karyawan memperoleh perasaan-perasaan aman, kepercayaan diri, penghargaan dalam keberhasilan kerjanya atau bahkan bisa mengembangkan karier dan potensi dirinya secara optimal.
Kelima, Banyaknya karyawan yang dapat mengembangkan kariernya sesuai dengan potensinya melalui pelayanan pendidikan (education), pelatihan (training) dan konseling (counseling) dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Semua ini bisa menjadikan tujuan organisasi tercapai dan produktivitas kerja meningkat akhirnya kesejahteraan karyawan terjamin.
2. Dampak Negatif Konflik
Dampak negatif konflik (Wijono, 1993, p.2), sesungguhnya disebabkan oleh kurang efektif dalam pengelolaannya yaitu ada kecenderungan untuk membiarkan konflik tumbuh subur dan menghindari terjadinya konflik. Akibatnya muncul keadaan-keadaan sebagai berikut:
Pertama, Meningkatkan jumlah absensi karyawan dan seringnya karyawan mangkir pada waktu jam-jam kerja berlangsung seperti misalnya ngobrol berjam-jam sambil mendengarkan sandiwara radio, berjalan mondar-mandir menyibukkan diri, tidur selama pimpinan tidak ada di tempat, pulang lebih awal atau datang terlambat dengan berbagai alasan yang tak jelas.
Kedua, Banyak karyawan yang mengeluh karena sikap atau perilaku teman kerjanya yang dirasakan kurang adil dalam membagi tugas dan tanggung jawab.
Ketiga, Seringnya terjadi perselisihan antar karyawan yang bisa memancing kemarahan, ketersinggungan yang akhirnya dapat mempengaruhi pekerjaan, kondisi psikis dan keluarganya.
Keempat, Banyak karyawan yang sakit-sakitan, sulit untuk konsentrasi dalam pekerjaannya, muncul perasaan-perasaan kurang aman, merasa tertolak oleh teman ataupun atasan, merasa tidak dihargai hasil pekerjaannya, timbul stres yang berkepanjangan yang bisa berakibat sakit tekanan darah tinggi, maag ataupun yang lainnya.
Kelima, Seringnya karyawan melakukan mekanisme pertahanan diri bila memperoleh teguran dari atasan, misalnya mengadakan sabotase terhadap jalannya produksi, dengan cara merusak mesin-mesin atau peralatan kerja, mengadakan provokasi terhadap rekan kerja, membuat intrik-intrik yang merugikan orang lain.
Keenam, Meningkatnya kecenderungan karyawan yang keluar masuk dan ini disebut labor turn-over. Kondisi semacam ini bisa menghambat kelancaran dan kestabilan organisasi secara menyeluruh karena produksi bisa macet, kehilangan karyawan potensial, waktu tersita hanya untuk kegiatan seleksi dan memberikan latihan dan dapat muncul pemborosan dalam cost benefit.


BAB III
CARA MENGATASI MANEJEMEN KONFLIK
Para manajer/pemimpin memandang konflik secara negatif, karena itu berusaha untuk menghapuskan semua jenis konflik. Konflik dianggap mengganggu organisasi dan menghalangi pencapaian tujuan organisasi yang optimal.
Jadi untuk mengatasi konflik perlu dimengerti dan fahami untuk tidak  menjadi masalah besar bagi organisasi.Metode yang sering digunakan untuk menangani konflik adalah:
A.Mengenal Penyebab Konflik
Seorang pemimpin dapat melakukan setiap saat ketika ada indikasi konflik dan memperhatikan konflik yang nyata dan tersembunyi. Konflik yang nyata akan mudah dikenali dan dianalisis, tetapi konflik tersembunyi tidak demikian adanya. Konflik yang tersembunyi perlu dibuka melalui pemberian stimulus yang terencana supaya menjadi terbuka dan jelas. Soetopo dan Supriyanto  berpendapat apabila kedua konflik tersebut di organisasi tidak ada dan organisasi menunjukkan adanya kestatisan, pimpinan dapat merangsang timbulnya konflik dengan suatu maksud, sekolah menjadi dinamis dan ini diperlukan bagi terciptanya suasana yang kondusif bagi pencapaian tujuan penyelenggaraan.[3]
Sumber konflik lainnya yang potensial adalah faktor pribadi, yang meliputi: sistem nilai yang dimiliki tiap-tiap individu, karakteristik kepribadian yang menyebabkan individu memiliki keunikan (idiosyncrasies) dan berbeda dengan individu yang lain. Kenyataan menunjukkan bahwa tipe kepribadian tertentu, misalnya, individu yang sangat otoriter, dogmatik, dan menghargai rendah orang lain, merupakan sumber konflik yang potensial. Jika salah satu dari kondisi tersebut terjadi dalam kelompok, dan para karyawan menyadari akan hal tersebut, maka muncullah persepsi bahwa di dalam kelompok terjadi konflik. Keadaan ini disebut dengan konflik yang dipersepsikan (perceived conflict). Kemudian jika individu terlibat secara emosional, dan mereka merasa cemas, tegang, frustrasi, atau muncul sikap bermusuhan, maka konflik berubah menjadi konflik yang dirasakan (felt conflict). Selanjutnya, konflik yang telah disadari dan dirasakan keberadaannya itu akan berubah menjadi konflik yang nyata, jika pihak-pihak yang terlibat mewujudkannya dalam bentuk perilaku. Misalnya, serangan secara verbal, ancaman terhadap pihak lain, serangan fisik, huru-hara, pemogokan, dan sebagainya.
Jadi, inilah adalah langkah yang terpenting. Metode yang benar dan telah diuji mengenai siapa, apa,mengapa, dimana, dan bagaimana berhasil dengan sempurna. Pusatkan perhatian pada masalahutama dan bukan pada hal-hal sepele.

B.     Mendiagnosa Konflik

Metodenya mendiagnosa sebuah organisasi atau perusahaan yang mengalami gangguan. Adapun sorotan analisanya adalah pada peranan manajemen puncak, proses pembuatan suatu keputusan dan dampaknya, serta makna dari konflik dalam organisasi. Inilah langkah yang terpenting. Metode yang benar dan telah diuji mengenai siapa, apa, mengapa, dimana, dan bagaimana berhasil dengan sempurna. Memusatkan perhatian pada masalah utama dan bukan pada hal-hal sepele. Mendiagnosa konflik merupakan upaya untuk menentukan kualitas suatu konflik. Soetopo dan Supriyanto (2003:176) menyatakan kualitas suatu konflik dapat ditinjau dari dua segi yaitu intensitas dan keluasannya. Keduanya terkait satu sama lain, atas dasar ini kualitas konflik dapat diklasifikasikan menjadi a) konflik ringan/kecil (jika intensitas rendah dan keluasan kecil), konflik sedang (jika intensitas dan keluasannya sedang), dan c) konflik besar/berat (jika intensitas tinggi dan keluasannya besar).
Semua konflik dimaksud pada dasarnya perlu mendapat perhatian dan dicarikan solusi penyelesaian secara baik sesuai dengan situasi dan kondisi masing-masing. Diagnosa konflik bertujuan untuk menentukan taktik penyelesaian, apakah menggunakan taktik competitive (kompetisi), avoidant (penghindaran), accomodation (akomodasi), dan sharing orientation (kompromi), atau collaborative (kolaborasi). Organisasi harus memperhatikan konflik berdasarkan skala prioritas. Sehingga pengkajian terhadap suatu konflik perlu diperhatikan dengan baik agar pencapaian tujuan organisasi dapat terlaksana secara efektif dan efisien.
C.     Menyepakati Suatu Solusi
Mengumpulkanlah masukan mengenai jalan keluar yang memungkinkan dari orang-orang yang terlibat di dalamnya. Saringlah penyelesaian yang tidak dapat diterapkan atau tidak praktis. Jangan sekali-kali menyelesaikan dengan cara yang tidak terlalu baik. Carilah yang terbaik.
D.    Mengontrol Komunikasi
Suatu Komunikasi yang baik akan menciptakan lingkungan yang terapetik dan kondusif. Suatu upaya yang dapat dilakukan manajer untuk menghindari konflik adalah dengan menerapkan komunikasi yang efektif dalam kegitan sehari-hari yang akhirnya dapat dijadikan sebagai satu cara hidup.
Jadi dalam penyelesaian konflik sebagai pemimpin harus tetap menjaga komunikasi yang baik dang sopan dalam artian jangan sampai keluar kata-kata menghakimi, kata-kata kotor sehingga suasana tetap aman.
E.     Sikap Menghindar
Menghindari konflik dapat dilakukan jika isu atau masalah yang memicu konflik tidak terlalu penting atau jika potensi konfrontasinya tidak seimbang dengan akibat yang akan ditimbulkannya. Penghindaran merupakan strategi yang memungkinkan pihak-pihak yang berkonfrontasi untuk menenangkan diri. Manajer perawat yang terlibat didalam konflik dapat menepiskan isu dengan mengatakan “Biarlah kedua pihak mengambil waktu untuk memikirkan hal ini dan menentukan tanggal untuk melakukan diskusi” Russel Swanburg mengatakan:
Menghindaradalah suatu strategi yang memungkinkan kelompok konflik menjadi dingin. Manejer perawar dan mengelakkan isu dengan mengatakan “marilah kedua belah pihak mengambil waktu untuk memikirkan tentang hal ini dan tenttukan waktu untuk memikirkan tentang hal ini dan tentukan waktu untuk pertemuan waktu berikutnya.[4]
Jadi dalam sikap menghindar memerlukan waktu perenungan atau kesempatan untuk berfikir bagaimana cara penyelesaian yang lebih baik lagi.

F.      Mengakomodasi
Menghindari konflik dapat dilakukan jika isu atau masalah yang memicu konflik tidak terlalu penting atau jika potensi konfrontasinya tidak seimbang dengan akibat yang akan ditimbulkannya. Penghindaran merupakan strategi yang memungkinkan pihak-pihak yang berkonfrontasi untuk menenangkan diri. Manajer perawat yang terlibat didalam konflik dapat menepiskan isu dengan mengatakan “Biarlah kedua pihak mengambil waktu untuk memikirkan hal ini dan menentukan tanggal untuk melakukan diskusi”[5]  sebagaimana dikatakan Ann Jackman mengatakan:
Pendekatan ini nonkonfrontatif dan kooperatif, kebalikan dari bersaing. Ketika mengakomodasi, individu mengaibaikan kepentingannya sendiri untuk memuaskan kepentingan orang lain. Jadi, ada unsure pengorbanan diri dalam gaya ini. Akomodasi bisa berbentuk amal atau memberkati, mematui perintah orang lain padahal anda tidak ingin, atau menyerah pada cara pandang orang lain.[6]
G.    Sikap Kompromi
Dalam gaya ini perhatian pada diri sendiri maupun pada orang lain dlam posisi tengah. Dalam kompromi setiap orang memiliki sesuatu untuk diberikan dan menerima sesuatu. Kompromi paling efektif sebagai alat bila isu itu komplek dan menjadi pilihan bila metode lain gagal. Kompromi hampir selalu dijadika sarana oleh semua kelompok yang berselisih untuk memberikan sesuatu guna mendapatkan jalan keluar atau pemecahan.
H.    Bersaing
Pendekatan ini konfrontatif dan tidak kooperatif. Individu mengejar kepentingannya sendiri dengan mengorbankan kepentingan orang lain. Ini adalah gaya yang berorientasi pada kekuatan. Seseorang menggunakan kekuatan apapun yang bisa digunakan, misalnya kemampuan berdebat, sanksi ekonomi, untuk memegang kendali. Bersaing bisa berarti membela hak anda, mempertahankan posisi yang anda dapat benar, atau hanya berupaya untuk menang.

I.       SOLUSI
Pemecahan sama-sama menang dimana individu yang terlibat mempunyai tujuan kerja yang sama.Perlu adanya satu komitmen dari semua pihak yang terlibat untuk saling mendukung dan saling memperhatikan satu sama lainnya. Mengendalikan konflik berarti menjaga tingkat konflik yang kondusif bagi perkembangan organisasi sehingga dapat berfungsi untuk menjamin efektivitas dan dinamika organisasi yang optimal.
J.       EVALUASI
Meskipun keputusan telah disiapkan oleh masing-masing kelompok dan tim mediasi, keputusan tersebut harus dievaluasi oleh semua pihak yang terkait di dalam perusahaan atau kantor.[7]


BAB IV
KESIMPULAN

Manajemen konflik adalah serangkaian proses untuk mempertemukan kemepentingan dua belah pihak, menetralisir konflik, dan memulihkan pasca konflik. Manajemen konflik harus diawali dengan memetakan konflik, mendengar ketarangan dua belah pihak, mempertemukan kedua belah pihak, dan pengambilan keputusan untuk mengatasi konflik.
Konflik adalah saran untuk menghasilkan perubahan radikal. Konflik merupakan alat yang dengannya manajemen berubah secara drastic struktur kekuasaaan yang ada, pola-pola interaksi yang sedang berjalan, dan sikap yang sudah mengakar.
Kelompok atau organisasi yang tidak mengalami konflik kiranya akan menderita apati, kemandekan, sikap ikut-ikutan arus, dan penyakit-penyakit lainnya yang membuatnya lemah.
Jadi,  konflik bukanlah dihindari apalagi untuk di abaikan, akan tetapi konflik hendaklah harus dihadapi atau di kompromikan kepada pihak yang bertingkai.  Konflik dapat diatas jika komunikasi diantara para pihak yng terjadi konflik dapat dipahami dan dicari solusinya.










Masih ada jalan keluar