ddd

Jika Yesus Kristus adalah orang gila, stress berat, tidak mungkin ada pengikutnya. Jika Yesus Kristus seorang penipu tidak mungkin Dia mau disalib. Kesimpulannya adalah Yesus Kristus adalah Tuhan Allah yang datang ke dunia menjadi manusia

Minggu, 23 Desember 2012

Sikap Yesus Terhadap Perempuan Yang Berzinah by Kristalon Sinaga, S.Th




Kasus Perzinahan dalam Yohanes 8:1-11

BAB I
PENDAHULUAN
Berbicara mengenai kasus perzinahan dalam tradisi bangsa Israel adalah sesuatu hal yang menakutkan dan membayakan bahkan sampai kepada pembunuhan.   Larangan perzinahan adalah salah satu perintah Tuhan dari sepuluh hukum taurat.  Jelas orang yang melanggar perintah Allah akan mendapat hukuman.  Bahkan ayat di atas sangat begitu jelas undang-undangnya sesuai dengan perintah Allah.  Kitab Ulangan 17:7, dan Imamat 20:10 menjelaskan bagaimana orang yang kedapatan yang berzinah dihukum mati atau dirajam dengan batu sesuai dengan hukum Kitab Musa.  Bagi yang melakukan perzinahan tidak ada “tawar menawar” atau kata “ampun” tidak ada belas kasihan, tidak ada diberi kesempatan.  Berarti bisa ditarik benang merah bahwa orang-orang yang melakukan perzinahan dalam Kitab Perjanjian Lama begitu banyak yang mati tanpa ada diberi kesempatan untuk bertobat.
Kasus perzinahan ini sangat mengerikan karena tidak ada kesempatan diberi untuk memperbaiki kelakuan moral mereka.  Tetapi syukur dengan datangnya Yesus Kristus kedunia sebagai hakim atas hukum Taurat maka ada kesempatan diberi untuk berubah kepada orang yang jatuh dalam perzinahan.  Yesus tidak menghukum ketika kasus yang perempuan yang kedapatan yang berzinah. Tetapi Yesus memberi kesempatan untuk berubah dari kelakuan buruknya sehingga membawa kepada pertobatan
Hukuman rajam bagi orang yang melakukan zinah adalah bentuk yang sangat brutal eksekusi, tetapi yang anehnya logis dalam konteks zaman. Batu pertama harus dilemparkan oleh para saksi perzinahan, dan kemudian setelah itu setiap anggota masyarakat di mana dua pezinah hidup harus maju ke depan dan melempar batu.

A.      Latar Belakang

Konteks dalam Yohanes 8:2-11 adalah ketika Yesus sedang mengajar di halaman bait Allah, beberapa orang farisi dan ahli taurat membawa seseorang perempuan yang  tertangkap basah sedang berzinah dengan laki-laki yang bukan suaminya.  Dengan maksud menguji Yesus, orang-orang farisi dan hali Taurat, mengatakan bahwa perempuan itu harus dihukum mati, seperti yang diperintahkan oleh hukum Musa  (Imamat 20:10) . Namun Yesus menentang pemahaman mereka yang sempit tentang  dosa.
Kejadian ini berlangsung ketika Yesus mengajar di Bait Allah. Ahli-ahli Taurat dan Farisi mencari Yesus ketika Ia dikerumuni orang banyak. Niat mereka adalah untuk mencobai/menjebak Yesus dan membuat Ia bersalah dihadapan pemimpin-pemimpin termasuk pemimpin dalam pemerintahan sipil (Romawi).  Pokok pencobaan itu dasarnya adalah bagaimana Yesus memandang Taurat Musa.
 Ahli-ahli taurat adalah kaum terpelajar Yahudi yang mempelajari hukum taurat.  Sehingga dalam kemampuan pengetahuan tentang Alkitab, bisa dikatakan mengerti kebenaran.
Untuk lebih memahai secara detail konteks ini, berbagai terjemahan dibawah ini memudahkan dan menjelaskan lebih detail arti dan makna yang mendalam:
Terjemahan KSI (2000) ©Pada waktu hari masih pagi sekali, Isa sudah tiba kembali di Bait Allah. Semua orang datang kepada-Nya, lalu Ia duduk dan mengajar mereka.  MILT (2008)Dan para ahli kitab dan orang-orang Farisi membawa kepada-Nya seorang wanita yang telah tertangkap basah dalam perzinaan. Dan setelah menyuruhnya berdiri di tengah-tengah,  TB (1974) ©Mereka menempatkan perempuan itu di tengah-tengah lalu berkata kepada Yesus: "Rabi, perempuan ini tertangkap basah ketika ia sedang berbuat zinah.  BIS (1985) ©Di dalam Hukum Musa ada peraturan bahwa wanita semacam ini harus dilempari dengan batu sampai mati. Sekarang bagaimana pendapat Bapak?  BIS (1985) ©Mereka bertanya begitu untuk menjebak Dia, supaya mereka dapat menyalahkan-Nya. Tetapi Yesus tunduk saja, dan menulis dengan jari-Nya di tanah.  BIS (1985) ©Ketika mereka terus mendesak, Ia mengangkat kepala-Nya dan berkata kepada mereka, "Orang yang tidak punya dosa di antara kalian, biarlah dia yang pertama melemparkan batu kepada wanita itu.  MILT (2008)  Dan setelah mendengarkan dan tertempelak oleh hati nuraninya, mereka keluar seorang demi seorang, mulai dari mereka yang tua-tua sampai mereka yang terakhir. Dan YESUS ditinggalkan sendirian, juga wanita itu yang sedang berdiri di tengah-tengah.  MILT (2008)Dan setelah mendengarkan dan tertempelak oleh hati nuraninya, mereka keluar seorang demi seorang, mulai dari mereka yang tua-tua sampai mereka yang terakhir. Dan YESUS ditinggalkan sendirian, juga wanita itu yang sedang berdiri di tengah-tengah.  TL (1954) © Apabila Yesus tegak, tiada dilihat-Nya seorang pun kecuali perempuan itu, lalu berkatalah Ia kepadanya, "Hai perempuan, di manakah mereka itu? Tiadakah seorang pun yang menyalahkan engkau?"  MILT (2008) Dan dia berkata, "Tidak seorang pun, Tuhan ." Dan YESUS berkata kepadanya, "Aku pun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berdosa lagi!"[1]
Ayat di atas berlanjut lagi dimana Yesus berkata bahwa Dia adalah terang dunia.  Tujuan Yesus mengatakan bahwa Dia sendiri adalah terang itu, untuk menunjukkan bawha Yesus adalah Allah sendiri (Yohanes 8:48), dan berkuasa atas hukum taurat yang dapat memberi pengampunan dan segalanya.
B.      Pengertian Perzinahan
Kata perzinaaan berasal dari kata dasar zina yang berarti perbuatan bersenggama antara laki-laki dan perempuan yang tidak terikat oleh tali perkawinan (pernikahan). [2] Perbuatan bersenggama antara seorang laki-laki yang terikat perkawinan dengan seorang perempuan yang bukan istrinya, atau seorang perempuan yang terikat perkawinan dengan seorang laki-laki yang bukan suaminya.
Di dalam perjanjian lama di tegaskan bahwa perzinahan memiliki sanksi yang keras yaitu setiap orang yang melakukanny akan dirajam sampai mati. (Im.20:10). Hukuman mati ini menunjukkan bahwa perzinahan atau perselingkuhan merupakan pelanggaran prinsip moral karena merusak ikatan pernikahan yang telah dirancang Allah.
BAB.  II
SIKAP AHLI TAURAT DAN FARISI
Sikap atau tindakan para ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi yang suka menghakimi orang bersalah dengan menggunakan hukum Musa (Taurat Tuhan) sebagai alasan untuk menghukum dan menghakimi.  Dimana hukum tersebut menegaskan bahwa “siapa kedapatan berzinah harus dilempar/dirajam dengan batu sampai mati (ayat 5).” Perempuan yang kedapatan berbuat zinah ini hanya menangis dan terdiam. Berharap akan mendapatkan pengampunan atau pembebasan. Yesus sebagai Hakim masih terdiam mendengarkan tuduhan-tuduhan yang disampaikan oleh ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi.
A.     Ahli Taurat dan Farisi
Kata Farisi berasal dari bahasa Ibrani פרושים p'rushim, dari perush, yang berarti penjelasan.[3]  Dari literatur rabinik, kaum Farisi digambarkan sebagai pengamat dan penegak hukum Taurat yang sangat teliti[4]Dalam gulungan naskah-naskah Laut Mati, kaum Farisi dikatakan sebagai kaum yang suka mencari dan memerhatikan hal-hal yang sangat kecil[5]. Sekte Farisi adalah sekte yang paling banyak pengikutnya dalam masa Perjanjian Baru. Nama mereka diambil dari kata kerja parash, yang berarti memisahkan. Mereka adalah kelompok yang memisahkan diri, atau kaum puritan Yudaisme, yang menghindari segala hubungan dengan kejahatan dan berusaha menaati hukum lisan maupun tulisan secara mutlak sampai kepada hal yang sekecil- kecilnya.  Jadi bisa dikatakan orang yang setia kepada Allah.
 Asal usul orang-orang Farisi tidak pasti, namun gerakan mereka diyakini telah tumbuh dari Assideans (yaitu "saleh"), yang dimulai pada saat Pemberontakan Makabe terhadap Yunani / Suriah penguasa Antiokhus IV , atau "Antiokhus Epifanes," sekitar 165 SM . [6]selama sekitar 4 abad antara akhir dari catatan Perjanjian Lama dan kelahiran Yesus Kristus , sebelum munculnya kerajaan Romawi.
Para Farisi mungkin dimaksudkan untuk taat kepada Allah, tetapi akhirnya mereka menjadi begitu setia dan ekstrimis di bagian yang sangat terbatas Hukum (ditambah semua yang mereka sendiri ditambahkan ke dalamnya), sehingga mereka menjadi buta terhadap Mesias ketika Dia berada di tengah-tengah mereka sangat. Mereka melihat mukjizat-Nya, mereka mendengar Firman-Nya, tapi bukannya menerima hal itu dengan sukacita, mereka melakukan semua yang mereka bisa untuk menghentikan Nya - pada akhirnya sampai mendapatkan Dia dibunuh karena Dia jujur ​​mengaku sebagai Anak Allah
C.     Sikap ahli taurat dan farisi  tentang perempuan berzinah.
 Memang secara hukum Musa itu benar bahwa perempuan yang melakukan perzinahan akan dihukum.  Tetapi yang anehnya adalah bahwa ahli taurat dan orang Farisi hendak menjerumuskan Yesus.  Mereka ingin memojokkan Yesus.  Dalam hal ini para ahli taurat dan orang farisi meminta Yesus menempatkan dia dalam situasi yang sulit.  Kelihatannya para ahli taurat dan orang Farisi adalah orang yang suci dan orang benar dimata Allah, namun realita kehidupan mereka hanyalah kebohongan dan kemunafikan.  Ini adalah perangkap, perangkap siap karena mereka tahu ia ada di sana, tahu mereka bisa menangkap wanita dalam bertindak dan karena mereka ingin jawaban dari Yesus yang menjadi pertanyaan, yang menyebabkan kematian, kemungkinan kematian yang dilahirkan dalam mereka roh jahat.

1.       Bersikap Deskriminasi

Di dalam hukum Musa bahwa perempuan dan laki-laki yang melakukan zinah harus dirazam batu.  Tetapi yang pada kenyataannya adalah laki-laki disini tidak ditangkap.   Secarahukum jelas apa yang akan menjadi nasib perempuan itu, yaitu dihukum rajam artinya dilempari batu sampai mati (Yoh. 8:2).  Tetapi sikap ahli kitab dan orang Farisi ternyata cari menangnya sendiri atau menangnya lelaki, sebab dalam Kitab Imamat  ditulis sebagai berikut: Imamat 20:10[7].  Tradisi masyarakat Yahudi sangat membela pria! Ada hukuman bagi wanita yang kedapatan berzinah, tetapi tidak ada hukuman bagi pria yang kedapatan berzinah.  Dalam pandangan pada masa kini, tradisi tersebut benar-benar tidak adil bagi kaum wanita! Dalam masa Perjanjian Baru, agaknya tradisi yang tidak adil itu masih berlaku.  Melalui bacaan hari ini, terlihat prinsip pembedaan dalam kisah itu, wanita yang kedapatan berzinah dipermasalahkan, tapi sang prianya tidak diadili! Hal inilah yang digunakan oleh para pemimpin agama pada saat itu.
Tradisi masyarakat Yahudi sangat membela pria! Ada hukuman bagi wanita yang kedapatan berzinah, tetapi tidak ada hukuman bagi pria yang kedapatan berzinah. Dalam pandangan pada masa kini, tradisi tersebut benar-benar tidak adil bagi kaum wanita! Dalam masa Perjanjian Baru, agaknya tradisi yang tidak adil itu masih berlaku.

2.        Ingin Mencari-cari Kesalahan Yesus

Ketika kedapatan perempuan sedang berbuat zinah, dalam hal ini orang-orang farisi dan ahli taurat sengaja menjebak Yesus Kristus dengan mengingatkan Yesus Kristus akan hukum Musa tentang hukum orang yang melakukan perzinahan.  Kedua, kebencian para ahli Taurat dan orang Farisi membuahkan perencanaan dalam hati mereka untuk menjerat Tuhan Yesus.  Dalam kisah perempuan berzinah ini, jelas tahu bahwa motif mereka menuduh wanita tersebut tidak tulus. Tujuannya bukanlah untuk menegakkan hukum, tetapi ingin menjerat Tuhan Yesus (ay. 6).  Namun Tuhan Yesus yang mengetahui motifasi hati mereka, justru membalikkan jerat itu sehingga menjadi “senjata makan tuan” (ay. 7).   Mereka yang berusaha menjerat Tuhan Yesus melalui kasus wanita berzinah tersebut justru menjadi malu, karena melaluinya mereka justru menyadari keberdosaannya.
  Hal yang menyedihkan tentang kisah perempuan yang berzina adalah antagonisme mengerikan orang-orang Farisi memiliki bagi Yesus.  Mereka membencinya. Mereka ingin menangkapnya keluar dan dengan demikian membuat dia mendapat masalah. Pertanyaan para pengacara meminta Yesus menempatkan dia dalam situasi yang sulit.
Yesus tidak menyatakan bahwa laki-laki tidak berdosa hanya bisa menegakkan hukum.  Jika hukuman tidak pernah bisa dilakukan karena semua dosa manusia (Roma 3:23). Sebaliknya, hukum mengharuskan para saksi dalam kematian kejahatan layak diperlukan untuk melemparkan batu pertama (Ulangan 17:7).   Yesus berkata, jika orang-orang yang membawa wanita itu dan membuat tuduhan terhadap dirinya tidak bersalah, maka mereka harus melaksanakan Hukum Musa. Tentu saja, ini menempatkan keputusan mengenai apakah akan mengikuti Hukum Musa 'atau kembali hukum Romawi di pundak orang-orang Farisi dan ahli Taurat.
Orang-orang Farisi yang terang-terangan tidak adil.  Dibutuhkan dua untuk melakukan perzinahan! Di mana pria itu? Hukum Musa mengatakan bahwa baik wanita dan pria yang berzinah harus dihukum mati.
Para imam dan pemuka agama ini membawa wanita pezinah itu ke hadapan Yesus, bukan untuk minta Yesus menjadi hakim, tapi ingin mengetes Yesus, ingin tahu apa yang akan dilakukan Yesus padanya. Menurut hukum yang ada, yakni hukum Musa, wanita seperti ini harus dilempari batu sampai mati, atau dengan kata lain, dihakimi massa. Apakah Yesus akan melakukan hal itu?
Namun, perempuan berdosa muncul sebelum Yesus dan orang-orang dengan tindakan yang tepat untuk meletakkannya untuk mengejek penghinaan. Apakah para ahli Taurat dan orang Farisi benar-benar hanya tertarik pada mengutuk wanita ini mendapat perzinahan, atau memiliki kepentingan besar lain? Namun, minat ingin tahu posisi Yesus Kristus pada kasus ini adalah untuk mengujinya dengan memperhatikan menangkapnya kesalahan juga untuk menghukum dia bersama dengan istrinya sesuai dengan hukum Musa.

BAB III
METODA KONSELING YANG DILAKUKAN YESUS KRISTUS
Metoda konseling Yesus dalam kasus ini, Dia tidak mau konflik secara terbuka dengan orang farisi dan ahli taurat mengenai penghukuman. Sejenak Dia berdiam diri, membungkuk dan menulis di atas pasir untuk menunjukkan bahwa Yesus kurang setuju dengan cara mereka mempermalukan perempuan itu di depan umum. Atau saja Dia menahan rasa malu seperti yang dialami perempuan hina itu. Dia menderita seperti perempuan itu. Disamping itu, Yesus ingin menyadarkan farisi dan ahli taurat dengan mengulang hukuman merekabahwa hukuman itu sangat sadis. Padahal Yesus pernah mengajarkan, kalau ada kedapatan berdosa, baiklah dia dipanggil dan ditanya oleh imam hanya empat mata, kalau dia menolak bolehlah memanggil saksi, jika masih menolak baru ditanyakan di depan jemaat. Tapi ahli taurat telah membawa penzinah ke depan umum dan segera menjatuhkan hukuman.
1.       Yesus Tidak Menghakimi Ahli Taurat dan Farisi
Yesus tidak Menghakimi ahli Taurat.  Ketika ahli-ahli taurat menjebak Yesus Kristus di dalam hukum Musa dalam kasus perzinahan perempuan ini, Yesus seolah-olah santai saja akan perkataan oleh ahli-ahli taurat dan farisi.  Namun dalam hal ini, ada sesuatu hal misteri yang paling-merenungkan dari cerita ini, adalah saat hari itu ketika Yesus, dalam menanggapi tuduhan orang Farisi, Yesus membungkuk dan menulis di tanah dengan jarinya.  Pertanyaan-pertanyaan terus dipertimbangkan.  Kemungkinan Yesus menulis dengan jari ketanah untuk menulis daftar-daftar dosa, dan nama pacar orang-orang farisi itu.  Sehingga kalau mereka mau membantah, Yesus akan menunjukkan semua dosa-dosa dan kemunafikan mereka, tetapi pada saat itu mereka sadar bahwa mereka juga orang berdosa ketika Yesus berkata siapa diantara kalian yang tidak berdosa hendaklah yang pertama melemparkan batu kepada perempuan ini.  Dan perkataan Yesus sangat menyinggung dan menyadarkan mereka.  Secara tidak langsung tepatlah Firman Tuhan yang mengatakan: "Kamu memang sangat jago atau sangat ahli kalau melihat selumbar di mata saudaramu tetapi kamu tidak jago dan tidak mampu melihat balok di matamu sendiri. (BIS)"Sehingga dalam cerita ini, mereka pergi satu persatu, mulai dari yang tua sampai kepada yang muda, akhirnya hanya Yesus yang tinggal dan perempuan.  Dan Yesus pun tidak menghukumnya.
Penafsiran yang  lain adalah bahwa ketika Yesus sedang membungkuk dan menulis dengan jari ke tanah adalah:
Pertama, Yesus mau menunjukkan bahwa manusia itu rapuh; dia dari debu tanah dan akan kembali kepada debu tanah juga. Dalam Kitab Kejadian kerapuhan manusia selalu dilukiskan dengan debu tanah, artinya manusia itu fana dan tidak sempurna. Kerapuhan manusia ini. selalu menjadi akar manusia jatuh dalam dosa dan salah. Kedua, Yesus mau menunjukkan bahwa karena manusia itu rapuh dan tidak sempurna, dia tidak mempunyai hak apa-apa untuk menghakimi sesamanya. Sikap menganggap diri lebih baik, lebih benar, lebih saleh, dll itu menjadi pemicu lahirnya kecenderungan selalu mempersalahkan orang lain dan tidak peduli pada kepentingan banyak orang.  Ketiga, dengan membungkuk dan menulis di tanah, Yesus mau menunjukkan bahwa dosa kesalahan manusia sebesar apa pun diampuni oleh Tuhan. Menulis sesuatu di tanah: gampang hapus dan lenyap, tidak bisa disimpan. Mengapa manusia tidak bisa memaafkan atau mengampuni satu sama lain?[8]
Jadi dalam penafsiran di atas adalah menjelaskan bahwa manusia itu tidak terlepas dari dosa.  Manusia perlu mendapat penganmpuanan karena tidak sempurna.  Namun Tuhan memberi kesempatan untuk berubah dan tidak mengulangi dosa yang sama.
2.       Yesus Mengasihi Orang Berdosa
Yesus mengasihi semua orang tanpa pandang bulu.  Yesus tidak pernah mengkotak-kotakkan atau membuat sebuah lingkaran.   Sikap Yesus dalam hal ini bertentangan dengan sikap orang-orang Farisi dan para ahli Taurat yang bersikap menjauhi orang yang dianggap berdosa. Oleh karena itu, Ia disebut sebagai sahabat orang Berdosa. Orang berdosa umumnya merasa dirinya menjijikkan dan tidak layak untuk berdekatan dengan orang yang dianggap saleh. Oleh karena itu, merupakan suatu hal yang aneh dalam pandangan umum bahwa Tuhan Yesus (yang tidak pernah melakukan dosa) bersedia untuk bebincang-bincang atau duduk makan bersama dengan orang berdosa. Tetapi Yesus mengasihi semua orang bahkan sekalipun orang berdosa.  Bahkan Yesus makan bersama dengan orang-orang yang dianggap  pendosa, orang-orang yang tersingkir. Sikap Yesus yang demikian membuat orang-orang bertobat dan tidak berbuat dosa lagi, misalnya kisah Zakeus, Perempuan yang tertangkap sedang berzinah. Yesus menyembuhkan orang sakit bukan mengutuknya, Yesus mengampuni kesalahan bukan menghukumnya. Yesus menyelamatkan semua orang dengan tanpa pandang bulu.  Terutama dalam kasus ini, Yesus malah mengasihi perempuan yang berzinah ini, secara logika, sepantasnya tidak berhak perempuan ini mendapatkan kasih Yesus, namun karena kasih Yesus yang mengasihi orang berdosa agar kembali kepada kebenaran karena tujuan Yesus untuk mencari orang yang hilang.  Perumpamaan Tuhan Yesus tentang domba yang hilang (15:4-6), dirham yang hilang (15:8-9), dan anak yang hilang (15:11- 32) memberi gambaran bahwa orang berdosa itu berharga di mata Allah. Adanya satu orang berdosa yang mau bertobat pun sudah akan membuat para malaikat di sorga bersukacita (15:7, 10).


3.       Yesus Tidak Menghakimi Perempuan yang Berzinah
Yesus Kristus Tidak  Menghakimi.  Kristus tidak membenarkan dosa, namun demikian, Tuhan jauh lebih tertarik dalam menyelamatkan orang dari dosa-dosa mereka, daripada menghancurkan mereka karena dosa-dosa mereka. Dia datang supaya orang bertobat dari dosanya, bukan pembalasan. Dia menawarkan keselamatan, bukan penghukuman; Dia ingin menyembuhkan, supaya tidak terluka. Yesus datang kedunia untuk rekonsiliasi bagi umat manusia, yaitu dengan pengampunan.  "Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus.  Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita Siapa yang akan membawa tuduhan terhadap orang-orang yang Allah telah memilih? Siapakah yang akan menghukum mereka? Allah Dia yang telah dibenarkan kita "(Roma 8:1, 31-34).
Sebenarnya Yesus paling layak untuk melemparkan batu pertama sekali kepada perempuan.  Namun sikap Yesus ini menunjukkan tujuan dalam menebus umat manusia.  Dia tidak menghukum wanita  tersebut sebagai orang yang tidak layak diampuni, tetapi menghadapinya dengan lemah lembut dan kesabaran supaya menuntunnya kepada pertobatan.  Bagi Yesus keselamatan akan tersedia jikalau meninggalkan kehidupan berdosa yaitu tinggalkan perzinahan.  Dalam hal ini bukan berarti Yesus berkompromi dengan dosa perzinahan melainkan Yesus menawarkan keselamatan dan jalan keluar dari kehidupan berdosa.  Hukuman-Nya menantikan wanita itu kalau dia menolak untuk bertobat.
Akhirnya, sekali lagi Yesus menunjukkan bahwa manusia berada di atas setiap Pria hukum tidak dapat menghakimi dan menghukum, karena tidak ada yang tidak berdosa.  Yesus sendiri datang bukan untuk menghakimi, karena Bapa tidak menginginkan kematian orang berdosa, tetapi bahwa ia bertobat dan hidup (Yehezkiel 18, 23:32).
Jadi tujuan dam misi Yesus datang ke dunia bukan untuk menghakimi atau menghukum, melainkan mengasihi termasuk mengasihi orang yang berdosa sekalipun (seperti seorang perempuan yang kedapatan melakukan perzinahan). Yesus berkata : “aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa” (Matius 9:13b).  Inti kedatangan adalah dasarnya “kasih” Allah.
4.       Yesus Kristus Mengampuni
Ketika seorang perempuan kedapatan berzinahYesus mengampuni[9].  Pengampunan dari pada Yesus aadalah tergantung pada pertobatan dan pengakuan akan kesalahan. Untuk diterima ke dalam keluarga Allah, harus menerima otoritas Kristus atas diri.  Itulah yang wanita lakukan dalam kisah Injil, sehingga ia diselamatkan. 
Orang-orang farisi mencoba meneguhkan Yesus dengan menjebaknya dalam dilema hukum Romawi atau adat  Israel yang harus ditetapkan kepada perempuan yang terdapat berzinah.  Tetapi Yesus sikap yang diambil Yesus adalah menghargai perempuan meskipun sudah berdosa.  Harapan Yesus perempuan itu tidak tersesat lagi, tidak salah tujuan lagi, inilah arti pokok yang diberikan Yesus.[10]
5.       Yesus Kristus Memberi Kesempatan Untuk berubah
Jangan berbuat dosa lagi[11].  Yesus Kristus dalam hal ini adalah memperhatikan siapa saja yang menderita, menyembuhkan dan mengijinkan perempuan untuk menyentuhNya, juga mengijinkan mereka melayaniNya.  Hal ini tidak biasa dikalangan Rabbi di mana Rabbi menolak perempuan melayani meja untuk mereka. Jelas bahwa pendekatan yang radikal yang dilakukan Yesus terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Yesus juga membuat perempuan dalam perumpamaan misalnya: ragi dalam pembuatan roti, kelahiran anak, menghadiri pernikahan, ibu rumahtangga dan janda. Ia menggunakan gambaran perempuan untuk mengumpamakan kewaspadaan, ketekunan dalam berdoa, pengampunan dan sukacita atas kesalamatan umat yang hilang.
Yesus juga memperlakukan perempuan sebagai orang yang bertanggungjawab, hal ini terlihat dalam kasus perempuan yang berzinah. Yesus memang menentang mereka yang munafik, tetapi bukan berarti dosa perempuan itu dimaklumi.  Bahkan kepada perempuan itu tidak dikatakan secara eksplisit bahwa dosanya sudah diampuni, mungkin inplisit, tetapi dikatakan kepadanya untuk pergi dan tidak berbuat dosa lagi.
Kemudian kalau dilihat pada satu peristiwa di mana perempuan berdosa mengurapi Yesus. Yesus tidak mengabaikan bahwa ia adalah pendosa, tetapi mengakuinya dan menghadapi dosa perempuan itu.  Jadi masing-masing perempuan itu bertanggunghjawab atas dosanaya sendiri dan memerlukan dosanya diampuni.
Yesus tidak membenarkan apa yang telah ia lakukan, atau memberhentikan dosanya tidak penting, atau dimengerti. Dia tahu, dan dia tidak juga, bahwa apa yang telah dilakukan salah. Tapi dia mengutuk dosa, tidak berdosa, dan memerintahkan dia untuk tidak berbuat dosa lagi.
6.       Yesus Adalah Terang Dunia
Yesus berkata lagi kepada mereka, “Akulah terang dunia; siapa saja yang mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang kehidupan.” Lalu kata orang-orang Farisi kepada-Nya, “Engkau bersaksi tentang diri-Mu, kesaksian-Mu tidak benar.” Kata Yesus kepada mereka,  “Biarpun Aku bersaksi tentang diri-Ku sendiri, kesaksian-Ku itu benar, sebab Aku tahu, dari mana Aku datang dan ke mana Aku pergi. Tetapi kamu tidak tahu, dari mana aku datang dan ke mana Aku pergi. Kamu menghakimi menurut ukuran manusia, Aku tidak menghakimi seorang pun, dan kalaupun Aku menghakimi, penghakiman-Ku itu benar, sebab Aku tidak seorang diri, tetapi Aku bersama dengan Bapa yang mengutus Aku. Dalam kitab Tauratmu ada tertulis bahwa kesaksian dua orang adalah sah; Akulah yang bersaksi tentang diri-Ku sendiri, dan juga Bapa, yang mengutus Aku, bersaksi tentang Aku.” Lalu kata mereka kepada-Nya, “Di manakah Bapa-Mu?” Jawab Yesus, “Baik Aku, maupun Bapa-Ku tidak kamu kenal. Sekiranya kamu mengenal Aku, kamu mengenal juga Bapa-Ku
Kristus adalah hakim dunia ini, dan pada saat yang sama juga kebenaran yang berinkarnasi. Ia tidak datang untuk menghukum atau membinasakan , tetapi untuk menyelamatkan. Ia tidak menolak menolak semua orang yang remuk redam, penjahat atau orang-orang terbuang, tetapi Ia menghendaki untuk menyelamatkan semua manusia dan membawa mereka kepada kasih-Nya. Jangan merendahkan siapapun, tetapi pandanglah dia di dalam gambaran yang Yesus kehendaki ada di dalam dia sesudah dibaharui atau diciptakan kembali.

BAB IV
KESIMPULAN

Setelah penulis menulis makalah ini, dapat disimpulkan bahwa metoda konseling Yesus dalam hal ini adalah lebih mengarah kepada tindakan yang lebih bersikap “sabar”  “penuh dengan pertimbangan”.  Sikap Yesus ketika ahli taurat dan farisi ingin menjebak dan memojokkan Yesus dalam hal hukum Musa, Yesus lebih berhati-hati dan penuh dengan hikmat Allah.  Jadi Yesus tidak terburu-buru untuk menjawab pertanyaan ahli taurat dan farisi.  Tetapi memikirkannya terlebih dahulu dengan kuasa otoritas Allah.
Sebagai konseling yang profesional yaitu Yesus Kristus menjadi teladan atau panutan dalam hal ilmu konseling karena dalam realita di lapangan bahwa Yesus terbukti dan teruji, nyata  bahkan memberikan jalan keluar bagi yang bermasalah.  Dalam situasi yang paling sulit dan jalan yang buntu, Yesus sanggup memberi solusi yang paling tepat bagi yang bermasalah.  Itulah sebabnya sikap Yesus ini perlu ditiru untuk dipraktekkan anak-anak Tuhan yang mempunyai kerinduan dalam melayani yang bermasalah.
Sikap Yesus yang paling nampak, ketika perempuan kedapatan berzinah adalah yaitu sikap yang dilandaskan dalam “kasih”.  Jadi dasar Yesus adalah kasih.  Yesus tidak menghakimi, Yesus tidak menghukum dengan melemparkan batu, Yesus tidak berkata kamu itu tidak pantas lagi, tetapi Yesus berkata “pergilah dan jangan berbuat dosa lagi.  Kalau direnungkan perkataan Yesus dalam hal ini, bukan berarti Yesus member toleransi akan dosa perzinahan melainkan memberikan kesempatan untuk bertobat.
Jadi sebagai konselor Alkitabiah perlu meneladani metoda konseling Yesus.  Seperti saat ketika berhadapan dengan ahli taurat, orang-orang farisi dan perempuan berzinah, Yesus lebih memilih bersikap tenang bukan berarti tidak berbuat apa-apa, tetapi memikirkan dengan hati-hati dan penuh hikmat.  Untuk itu bagi konselor Alkitabiah harus meniru sikap Yesus yang penuh kasih dan empati, sabar, serta bertindak dengan benar.  Jadi bukan seperti ahli taurat, dan orang farisi yang selalu berpikiran menghakimi dan menyalahkan.
Untuk itu,  landasan konselor Alkitabiah adalah Yesus sebagai otoritas tertinggi.  Dalam artian bahwa dalam segala sesuatu dilandaskan dengan prinsip-prinsip metoda konseling Yesus, yaitu kasih, penuh dengan pengampunan, tidak ada pengkotak-kotakan, penuh dengan hikmat, berhati-hati, mendengar yang baik bahkan sampai bertindak dengan baik.   Akhirnya membawa orang-orang yang bermasalah, yang terhimpit, yang putus harapan kembali kepada kebenaran yang sesungguhnya yaitu Yesus Kristus.  Jadi membawa kepada Yesus sebagai jawaban hidup manusia satu-satunya.




Senin, 26 November 2012

PANDANGAN MEMILIH PASANGAN MENURUT ALKITAB DAN DUNIA


 Konsep pasangan sepadan menurut Alkitab adalah SEIMAN 
  2 Korintus 6:14
"Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap?"
Alkitab jelas berkata bahwa untuk memilih pasangan harus sepadan karena? GELAP TIDAK BISA BERSATU DENGAN TERANG. Dan alasan yang kedua  adalah "Allah sangat membenci anak Allah dengan anak dunia"
  2maka anak-anak Allah melihat, bahwa anak-anak perempuan manusia itu cantik-cantik, lalu mereka mengambil isteri dari antara perempuan-perempuan itu, siapa saja yang disukai mereka. Kejadian 6:2.
Tujuan Allah memberi pasangan yang sepadan :
 Supaya saling mengasihi, saling menolong, terang sama terang bisa bersatu, satu perasaan.
Konsep pacaran/pasangan dan sepadan menurut pandangan dunia memilih pasangan:
1. Orangnya cantik/ganteng, tingggi, dengan alasan untuk memperbaiki keturunan
2. Kulitnya putih, rambutnya lurus
 
3. Pendidikan yang selevel, dengan alasan supaya nyambung ngomong
 

4. Pintar piano, dengan alasan kalau duluan meninggal bisa mengajari les, dan bisa untuk kebutuhan hidup
5. Suara yang bagus, dengan alasan kalau waktu melahirkan bisa nafasnya panjang
6. Pintar, dengan alasan ntar kalau punya anak bisa di ajari, sehingga pintar
7. Ekonomi yang selevel, dengan alasan biar gaya hidupnya sama.

Cara Menghadapi Konflik Dalam Rumah Tangga


Cara Menghadapi Konflik Dalam Rumah Tangga
Faktor-faktor yang menyebabkan konflik dalam rumah tangga adalah faktor pemenuhan ekonomi (keuangan), perselingkuhan, sex, masalah keluarga dari pihak orangtua laki dan perempuan.
1. Masalah kebutuhan ekonomi atau Keuangan keluarga
Menurut fakta nyata yang sering terjadi dalam rumah tangga yang menimbulkan konflik adalah masalah pemenuhan ekonomi atau keuangan rumah tangga, yang  dimana suami dan istri mempunyai gaji atau pendapat yang pas-pasan. Pendapatan yang pas-pasan ini kadangkala tidak bisa memenuhi semua kebutuhan, sehingga harus mengutang. Dan yang paling parah lagi adalah apabila salah satu suami dan istri pengangguran atau PHK dari pekerjaan mereka. Maka akibat salah satu suami istri pengangguran ini akan mengakibatkan hutang semakin meningkat, bahkan sampai tidak terbayar sehingga yang terjadi adalah pertengkaran dan saling menyalahkan.
 Solusi mengatasinya:
v  Sebelum pasangan antara pria dan wanita menikah, perlu sekali di perhatikan untuk bisa mempunyai pekerjaan yang bisa untuk di andalkan dalam kebutuhan setelah pernikahan dan kalau boleh pada waktu masih lajang bisa menabung untuk persiapan pernikahan.
v  Hendaknya si pria dan wanita sudah bekerja atau memiliki penghasilan sendiri sebelum menikah.
v  Hendaknya suami dan istri mengantisipasi segala kemungkinan yang ada apabila suatu saat dirinya di PHK dari pekerjaaanya. Menabung untuk rapersiapan  atau membuka bisnis kecil di rumah.
v  Sebagai Ibu Rumah tangga harus pintar membuat anggaran belanja untuk setiap kebutuhan per bulan. Dan menulis uang masuk dan uang keluar, dan menabung biaya tak terduga.

2. Masalah Sex dan tidak punya keturunan
Masalah sex adalah masalah yang sangat besar yang bisa menimbulkan terjadi konflik antara hubungan suami dan istri. Masalah tentang sex, Suami yang impoten, suami atau istri yang mandul, suami yang terkena ejakulasi dini dan tidak bisa lama istrinya melakukan sex, atau sebaliknya istrinya yang hyper sex dan selalu merasa kurang sehingga akan menimbulkan perselingkuhan, pisah ranjang “sehingga jajan keluar”, bahkan yang paling membahayakan dalam hubungan ini, tidak hanya konflik tetapi terjadi perceraian dalam rumah tangga.

Mengenai masalah belum punya keturunan adalah konflik besar juga di antara kedua pasangan sebab yang mereka nanti-nantikan dalam pernikahan mereka adalah mempunyai anak atau pewaris. Dan kalau salah satu pasangan mungkin di ponis Dokter mandul, maka hal ini akan mengakibat perceraian. Nah untuk itu, bagaimana cara mengatasi konflik ini, apakah harus cerai karena salah satu pasangan mandul?

Solusinya adalah:                                              
·                     Sebagai orang Kristen tentunya penggunaan sex itu harus di nikmati sebab ini adalah pemberian Tuhan Allah. Untuk bisa menikmati dengan baik harus menjalin komunikasi yang baik diantara suami istri. Jangan dipendam dalam hati. Kemukakanlah kekurangan anda kepada pasangan anda. Apakah itu suami yang ejakulasi dini, atau istri yang selalu belum mencapai orgasme ketika berhubungan dan yang lainnya. Intinya jangan  untuk terus terang dengan pasangan anda. Mungkin anda ingin mencoba variasi seks gaya baru, maka utarakanlah hal itu terhadap pasangan anda. Selama itu aman dan dalam konteks yang diperbolehkan kesehatan dan agama kristen, maka silakan untuk mengkondisikannya dengan pasangan anda.
·                     Masalah belum punya ketuturunan adalah mengenai masalah waktu. Ingatlah Tuhan pasti menolong sebab Tuhan menghendaki kita berketurunan Kejadian 1: 28  “Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi." . Nah itulah sebab kita perlu sabar dan menunggu jawaban dari Tuhan seperti Abraham dan Sara, yang menunggu keturunannya pada masa tuanya. Jadi jangan kwatir sebab kita mempunyai Tuhan Allah yang hidup, yang sanggup melakukan perkara besar, bahkan yang tidak mungkin menjadi mungkin.

ANDA INGIN TAHU LAGI TENTANG CARA MENGATSI KONFLIK DALAM RUMAH TANGGA ? BISA MELIHAT ARTIKEL SAYA DI SABDA LOGOS ATAU SABDA LOGOS IS MY LIFE, ATAU DI FIRMAN YANG HIDUP ,MAKA ANDA AKAN TAHU CARA –CARA UNTUK MENJADI KELUARGA HARMONIS.

Senin, 12 November 2012

TEOLOGI IMAN DALAM PERJANJIAN LAMA BY KRISTALON SINAGA


BAB I
Pendahuluan
Berbicara mengenai iman di dalam Kitab Perjanjian Lama tidak begitu jelas dicatat, namun gambaran iman itu terlihat melalui kehidupan para tokoh Alkitab dalam Perjanjian Lama.  Salah satu tokoh dalam Perjanjian Lama adalah Abraham yang dijuluki ‘Bapa Orang Percaya” yang mempunyai iman yang luar biasa.  Bahkan tidak hanya orang Kristen saja mengakui bahwa Abraham  mempunyai iman yang besar namun umat Muslim juga mengakuinya.
Iman Bapak Abraham pantas diteladani orang percaya, sebab iman yang dimilikinya tidak hanya sekedar iman yang angan-angan kukuh namun iman yang taat, patuh, tunduk kepada Allah. bahkan iman yang teruji. 
Perjanjian Lama menulis beberapa tokoh yang mempunyai iman yang teguh kepada Allah seperti Daniel, Sadrak, Mesak, Abednego.  Nama-nama ini adalah orang yang mempertahankan imannya sekalipun diancam untuk dimasukkan ke dalam perapian. Dalam pengancaman ini, nama-nma ini tidak menyangkal imannya namun tetap mempertahnkan imannya, dan akhirnya juga Allah menolong mereka juga.

BAB II
B.  Pengertian Iman dalam Perjanjian Lama
1. Pengertian Iman
Pengertian iman dalam Kitab Perjanjian Lama tidak begitu  jelas dan detail ditulis seperti di dalam kitab Perjanjian Baru dalam kitab Ibrani, namun gambaran iman dalam Perjanjian Lama terlihat dari kehidupan para tokoh Alkitab.  Seperti Abraham, Daniel, Sadrak, Mesakh, Abednego, Ayub, dan para tokoh lainnya.
Kata iman ini sudah dipakai dalam Septuaginta, kata  iman dalam bahasa Ibrani adalah אמן (aman)[1] yang dalam Perjanjian Lama berarti “berpegang teguh” “dapat diandalkan” pada keyakinan yang dimiliki atau berketetapan hati untuk meyakini sesuatu karena sesuatu itu dapat dipercaya dan diandalkan.  Kata iman selalu dikaitkan dengan kepercayaan kepada Allah.  Berarti percaya kepada apa yang sudah difirmankan Allah.   Karena itu ‘beriman kepada’ tidak dapat disamakan dengan “percaya kepada” Dalam bahasa Yunani, disebut dengan pistis.
Jadi iman dimaksudkan untuk menunjukkan adanya hubungan manusia dengan Allah. Hubungan yang didasarkan pada sikap atau tindakan manusia yang percaya dan mempercayakan hidupnya kepada Allah dengan segenap hati.  Manusia beriman adalah manusia yang mengiyakan, mengamini, menaruh kepercayaan dan harapan, mengandalkan, berpegang teguh, percaya dan mempercayakan diri pada Allah sebagai sumber dan dasar hidup.

BAB III 
TEOLOGI IMAN DALAM PERJANJIAN LAMA
A.    Dasar Biblika Iman dalam Perjanjian Lama
Memahami dasar biblika atau teologi iman dalam Perjanjian Lama, pertama-tama tidak terlepas dari kehidupan para tokoh Alkitab yang tercatat dalam kitab Perjanjian Lama yang mempunyai iman dan ketundukan serta keintiman dengan Allah seperti Abraham, Henok, Daniel, Sadrak, Mesakh, Abednego, dan Ayub, Daud. 
Iman adalah adalah ketundukan atau kepekaan akan suara Tuhan atau sikap mendengarkan suara Tuhan dalam artian “tidak sekedar mendengar, namun adanya respon”  seperti yang tertulis dalam 1 Samuel 3:10 “ Lalu datanglah TUHAN, berdiri di sana dan memanggil seperti yang sudah-sudah: “Samuel! Samuel!” Dan Samuel menjawab: ‘Berbicaralah, sebab hamba-Mu ini mendengar.”  Berbeda dengan mendengar begitu saja.  Jadi sikap beriman adalah adalah adanya sikap pasrah, tunduk, taat, patuh secara total  dengan mengandalkan Tuhan Allah sepeunuhnya secara aktif mendengarkan suara atau kehendak perintah Allah.[2] Menurut Dr Nico dalam bukunya Pengantar teologi bahwa iman adalah:
Orang yang telah mendengarkan sabda Allah dan mentaati perintah-Nya harus tetap setia dalam melaksanakan kehendak Allah. Kesetiaan itu unsur ketiga dalam paham iman menurut Perjanjian Lama.  Dengan setia, orang beriman harus hidup sesuai dengan tuntunan Allah.[3]
Jadi pengertian iman dalam Perjanjian Lama adalah taat dan patuh kepada suara perintah Allah sedemikian rupa sehingga kepatuhan budi dijelmakan dalam kepatuhan tingkah laku.

B.     Tokoh Alkitab yang Beriman dalam Perjanjian Lama
Dalam pembahasan  para tokoh Alkitab yang mempunyai iman teguh dalam Perjanjian Lama ini adalah Henokh, Nuh, Abraham, Daniel, Sadrakh, Mesakh, Abednego, Ayub, dan Daud.  Namun dalam pembahasan kali ini, penulis hanya memaparkan beberapa nama dari tokoh ini, yaitu Abraham, Sadrak, Mesakh, Abednego dan Ayub dan Daud. Pertama adalah:
1.      Iman Abraham
Abraham adalah salah satu tokoh  alkitabiaah.   Kisahnya diceritakan dalam pasal 11-25 dari Kitab Kejadian , dan ia memainkan peran penting dalam Yudaisme , Kristen dan umat Islam.  Abraham, bapak pendiri bangsa Yahudi Israel, adalah orang besar iman dan ketaatan kepada kehendak Allah. Namanya dalam bahasa Ibrani berarti  “bapa dari banyak bangsa. “Awalnya disebut Abram,” Tuhan mengubah namanya menjadi Abraham sebagai simbol dari janji perjanjian untuk memperbanyak keturunannya menjadi bangsa besar.
Dalam tradisi Yahudi dan Kristen, Abraham adalah ayah dari Israel melalui anaknya Ishak.  Dalam tradisi Islam, Abraham dianggap sebagai nabi Islam , nenek moyang Muhammad , melalui Ismael. Muslim menganggapnya sebagai contoh Muslim yang sempurna dan tunduk kepada Allah.  Dalam Perjanjian Baru juga Abraham digambarkan sebagai seorang beriman.
1.      Sikap dan Ketaatan  Iman Abraham
Sikap iman Abraham bisa terlihat ketika Allah memerintahkan untuk meninggalkan negeri dimana sudah merasa nyaman di tempat yang didiaminya,  dan juga terlihat  di saat ia mau menyembelih anaknya untuk menjadi korban.  Namun pada akhirnya Allah sendiri menyediakan korban yaitu anak domba yang tersangkut di pohon belukar.
1.1.  Abraham Meninggalkan Negerinya
Ketaatan Iman Abraham terlihat ketika dia meninggalkan tempat tinggalnya yang dimana dia sudah merasa nyaman. Alkitab mencatat bahwa Allah memerintahkan untuk pergi meninggalkan negerinya sebagaimana di dalam Kejadian 12;1-3 yang mengatakan: “ Berfirmanlah TUHAN kepada Abram: “Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu; Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat.  Aku akan memberkati orang-orang yang memberkati engkau, dan mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau, dan olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat. Lalu pergilah Abram seperti yang difirmankan TUHAN kepadanya, dan Lotpun ikut bersama-sama dengan dia; Abram berumur tujuh puluh lima tahun, ketika ia berangkat dari Haran.” (TB)
Jadi ketika Allah memerintahkan Abraham untuk meninggalkan negerinya, ia tunduk kepada Allah, dia tidak berkata mengapa harus pindah Tuhan, disini sudah enak dan nyaman namun ia taat kepada Allah.
1.2.  Abraham tidak segan-segan mempersembahkan Ishak
Ketika Allah memerintahkan Abraham agar dipersembahkan anaknya yang tunggal, kesediaan Abraham begitu reshfek dan tidak membantah.[4]  Dalam hal ini Abrahamk percaya bahwa Allah sanggup menyediakan korban sebagai ganti anaknya. Dia tetap berkeyakinan untuk melaksanakan perintah Allah. Keyakinan iman Abraham bisa terlihat dengan jelas ketika dia sungguh-sungguh benar mempersiapkan kayu bakar, mengikat anaknya Ishak, dan bahkan tidak segan-segan untuk menyembelihnya, namun Tuhan Allah melihat hati Abraham (Kejadian 22:9-10) sehingga Allah yang menyediakan anak domba.
Abraham percaya bahwa Allah akan mampu untuk bertindak dengan menyediakan seekor anak domba sebagai ganti nyawa Ishak, dan ia juga percaya bahwa perintah Allah harus dilaksanakan sekalipun ia harus kehilangan Ishak. Agaknya Abraham tetap berkeyakinan untuk melaksanakan perintah Allah tersebut sekalipun ia percaya bahwa Allah dapat melakukan segala hal untuk menyelamatkan Ishak. Keteguhan iman Abraham terhadap perintah Allah sangat terihat jelas ketika ia mendirikan mezbah, menyiapkan kayu bakar, mengikat Ishak lalu meletakkannya diatas mezbah dan tumpukan kayu bakar itu, akhirnya Abraham mengulurkan tangannya, mengambil pisau untuk menyembelih anaknya.(Kej. 22: 9-10).
Berdasarkan informasi-informasi diatas,  dapat memahami bahwa sesungguhnya Abraham menyatakan pernyataan iman yang sungguh sangat luar biasa ketika ia berkata: “Allah yang akan menyediakan anak domba untuk korban bakaran bagi-Nya, anakku.” (Kej. 22: 8). Allah memang memerintahkan Abraham untuk mengorbankan anaknya tetapi Allah tidak pernah mengatakan apapun kepadanya mengenai korban tebusan pengganti Ishak, yang adalah seekor anak domba. Pada akhirnya, Allah mengetahui bahwa sekalipun Abraham percaya bahwa Dia dapat menggantikan Ishak dengan korban tebusan yang lain, namun ia tetap akan berniat menyembelih anaknya yang tunggal itu.  Jadi disinilah terletak iman yang kokoh itu kepada Allah.

2.      Sadrakh, Mesakh, Abednego
Kitab Daniel pasal 3 mengisahkan tiga orang Israel bernama Sadrakh, Mesakh dan Abednego yang hidup dalam pembuangan di Babel dalam masa pemerintahan raja Nebukadnezar. Pada waktu itu raja Nebukadnezar mendirikan patung emas setinggi 60 hasta selebar 6 hasta yang didirikan di sebuah dataran bernama Dura. Alkisah raja mewajibkan semua orang di seluruh negeri untuk menyembah patung besar itu pada saat-saat tertentu, yaitu pada waktu dibunyikan berbagai alat bunyi-bunyian seperti: sangkakala, seruling, rebana dan lain sebagainya yang menandai waktu untuk melakukan ritual penyembahan berhala itu (ayat 5). Sedangkan bagi siapa saja yang melanggar titah raja ini – yakni yang tidak mau menyembah patung berhala tersebut – maka dia akan dicampakkan ke dalam perapian yang menyala-nyala (ayat 6).
Ketika Raja Nebukadnezar membangun patung untuk disembah oleh semua orang yang ada di wilayah Babel; Sadrakh, Mesakh dan Abednego menolak untuk menyembah patung tersebut. Walaupun diancam akan dimasukkan ke dalam perapian yang menyala-nyala, mereka tetap berpegang teguh pada iman mereka. Iman mereka tidak tergoyangkan, walaupun bahaya mengancam nyawa mereka. Mereka percaya bahwa Tuhan sanggup melepaskan mereka dari bahaya yang ada. Bahkan merekapun siap mati jika pertolongan tidak datang juga. Mereka tidak rela melepaskan iman mereka demi menyembah patung tersebut.
Hampir semua orang taat kepada perintah raja Nebukadnezar, kecuali tiga orang Israel yaitu Sadrakh, Mesakh dan Abednego. Mereka inilah tiga orang pertama yang berani melawan perintah raja untuk menyembah patung emas. Ketiga orang ini melakukan “pengakuan yang berani” dengan berkata:Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja; (ayat 17) tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu. (ayat 18) Dan ketiga orang ini berani mengambil resiko dengan dicampakkan ke dalam perapian yang menyala-nyala sebagai akibat dari “pengakuan yang berani” itu. Lalu diikatlah ketiga orang itu, dengan jubah, celana, topi dan pakaian-pakaian mereka yang lain, dan dicampakkan ke dalam perapian yang menyala-nyala. (ayat 21).(TB)
Bila melihat iman dan komitmen mereka kepada Allah dengan tidak mengasihi nyawa mereka sampai menghadapi maut sekalipun, maka Tuhan menyelamatkan mereka dengan membuat tubuh mereka tidak mempan oleh api, bahwa rambut di kepala mereka tidak hangus, jubah mereka tidak berubah apa-apa, bahkan bau kebakaranpun tidak ada pada mereka (ayat 27).
1.      Sikap Ketaataan Iman  Sadrakh, Mesakh, dan Abednego
 Meskipun taruhannya adalah nyawa, bukanlah sikap yang konyol.  Sadrakh, Mesakh, Abednego tahu bahwa konsekuensi iman pada Allah akan membuat mereka dihukum raja Nebukadnezar.  Mereka berani menghadapinya karena dasar iman mereka bukan pada jabatan, kekayaan, dan tawaran-tawaran raja, melainkan pada Allah yang hidup. Iman sejati mereka tampak jelas saat mereka berkata, “Tapi seandainya tidak, kami tidak akan memuja dewa tuanku” (ay. 18). Ini menjelaskan, apabila Allah tidak melepaskan mereka dari perapian tersebut, mereka tetap setia kepada Allah.  Disini begitu jelas terlihat iman yang kokoh dan teruji bahkan menjadi teladan bagi kaum muda untuk memperjuangkan kegigihan imannya.[5]


1.1.  Tidak Mau menyembah Patung
Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja; tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu.” (Daniel 3:17-18).
Dari kitab Daniel pasal 3 ini kita tahu bahwa pada akhirnya Sadrakh, Mesakh dan Abednego dimasukkan ke dalam perapian yang menyala-nyala. Bahkan karena begitu marahnya Raja Nebukadnezar, perapian dipanaskan dengan begitu luar biasa. Tetapi apa yang terjadi kemudian adalah kita melihat pertolongan Tuhan turun bagi Sadrakh, Mesakh dan Abednego. Tuhan tidak mempermalukan mereka. Sehelai rambutpun tidak ada yang terbakar. Bahkan Raja Nebukadnezarpun memerintahkan semua orang agar menghormati Allah mereka. Sadrakh, Mesakh dan Abednego tidak mempan oleh api karena iman mereka pada kesanggupan Allah untuk menyelamatkan mereka dari api, 3:16-18. Mereka tidak mempan oleh api karena Allah menyertai mereka, 3:24-25. Tuhan penuh kasih dan kuasa, Ia sanggup menyelamatkan dan selalu menyertai hidup anak-anakNya.
Ketiga pemuda ini yang tetap setia kepada Allah bahkan ketika hidup mereka terancam kematian menjadi teladan yang menghukum kompromi rohani dan moral dari orang-orang yang mempergunakan berbagai pengaruh dan kebiasaan kontemporer sebagai alasan perbuatan duniawinya. Allah tidak menerima dalih bahwa kita boleh melakukan sesuatu hanya karena "semua orang melakukannya." Kita harus dengan tekun memohon agar Allah menanamkan suatu tekad yang teguh di dalam hati kita untuk tetap setia kepada Dia dan Firman-Nya, bagaimanapun juga akibatnya.

1.1.1.      Terjadi mujizat  ataupun  tidak  ada  mujizat tetap Percaya
Mereka berkata, “Kalau Allah melepaskan kami dari dapur api, ya puji Tuhan, tetapi kalau masuk api lalu terbakar hangus, ya tetap puji Tuhan !” Ada mujizat atau tidak ada mujizat, imannya tetap kokoh. Mengapa? Karena hidupnya benar-benar percaya kepada Allah yang hidup.  Sadrakh, Mesakh dan Abednego begitu tegas sikapnya? Sebab mereka mempunyai iman yang mampu melihat kepada masa yang kekal.  Mereka tahu bahwa hidup di dunia ini sementara saja, sedangkan hidup yang kekal itu adalah sangat riil.  Jadi, apa yang diperbuat sekarang dalam hidup didunia ini, haruslah merupakan persiapan untuk hidup yang kekal nanti.
3.      Ayub
Ayub adalah seorang pengusaha yang takut akan Tuhan dan usahanya sangat diberkati. Di Ayub 1:3 disebutkan bahwAyub adalah orang terkaya di sebelah timur. Itu berarti, tidak ada yang sekaya Ayub di daerah tersebut.  Pengaruhnya di daerah tersebut membuatnya disegani dan dihormati oleh siapapun, dari lapisan masyarakat mana pun (Ayub pasal  29). Sekalipun demikian, Ayub tidak gelap mata atau gila kuasa. Ia tetap tampil apa adanya, seolah-olah tak memiliki apa-apa. Ia tetap rendah hati, saleh, jujur, takut akan Allah dan menjauhi kejahatan. Perilakunya itulah yang menawan hati Tuhan sehingga memujinya: “Tiada seorang pun di bumi seperti dia, yang demikian saleh dan jujur, yang takut akan Allah dan menjauhi kejahatan” ( Ayub 1:8; 2:3 ).
1.      Sikap Iman Ayub dalam Penderitaan
 Alkitab dengan jelas mencatat bahwa Ayub  “saleh dan jujur;  ia takut akan Allah dan menjauhi kejahatan.”  (Ayub 1:1).  Ini menunjukkan bahwa Ayub adalah orang yang hidupnya benar dan tidak bercela di hadapan Tuhan.  Itulah sebabnya ketika kesengsaraan dan penderitaan menimpa hidupnya ia merasa berhak untuk bertanya kepada Tuhan bukankah seharusnya orang fasik atau orang berdosa yang layak menerima segala penderitaan dan malapetaka.  Dalam hal ini Ayub sendiri, Ayub merupakan wakil dari bentuk pendampingan pastoral terhadap diri sendiri ketika Ayub menumpahkan segala kekesalan dan kekecewaan terhadap hidup ini dengan ratapan-ratapan yang menyakitkan pada Ayub.  Tetapi yang menjadi kemenangan ada dipihak anak Tuhan yang tetap setia sekali pun hidupnya hancur, sekalipun secara manusia sangat menderita, sekali pun semua yang dipunyainya hilang dengan cara yang sangat menyakitkan. Allah kemudian mempermalukan iblis dengan menunjukkan bahwa  Ayub tetap tegar dan terus berdiri teguh di dalam imannya.
1.1.  Ayub Tidak Mengutuk Tuhan Allah
Ayub tidak mengutuk Allah melainkan hari dan malam ia dikandung dalam bahasa yang mengingatkan penciptaan. [6]  Dalam buku Pengantar Perjanjian Lama 2 mengatakan bahwa prosa untuk membuktikan ketidakbersalahan Ayub, walaupun itu hampir tidak diperlukan.  Namun Allah memulihkan nama baik, kekayaan dan keluarga Ayub. Iman Ayub yang teguh pada permulaannya telah dimurnikan seperti emas melalui api kesengsaraan, kesalahpahaman dan keraguan. Juga hardikan yang berulang kali terhadap ketiga sahabatnya Ayub (Ayub 47;7-8). [7]
4. Daud
Latar belakang Daud adalah anak seorang dari Efrata, dari betlehem-Yehuda, yang bernama Isai.  Isai mempunyai delapan anak laki-laki.  Ketiga anak Isai ini ada tiga yang suka berperang mengikuti Saul; nama ketiga anaknya yang pergi berperang itu ailah Eliab, anak sulung, anak yang kedua ialah Aminadab, dan yang ketiga adalah Syama.  Dan Daudlah yang paling bungsu yang selalu menggembalakan domba ayahnya di Betlehem. 
4.1.  Iman Daud ketika Melawan Goliat
Kemenangan Daud atas Goliat diperoleh karena imannya kepada Allah yang telah diuji dan dibuktikan dalam hidupnya. Dan rahasia iman Daud adalah bahwa Daud mengasihi Tuhan, dia selalu mencari wajah Tuhan.  Daud juga bersemangat dan sangat memperhatikan kehormatan Tuhan Allah Israel.  Ia menyadari bahwa Tuhan Allah yang mahakuasa yang akan berperang.  Kepercaan Daud akan kuasa Allah telah diperkuat masa sebelumnya ketika ia berdoa dan mengalami kelepasan dari Allah. Juga Roh Tuhan turun ke atasnya.
4.1.1.  Daud Mengalah Goliat dengan Nama Tuhan
Ketika Daud melawan Goliat yang raksasa itu, Daud benar-benar dengan segenap hati percaya kepada Allah.  Bahwa Allah sanggup menyatakan kuasanya.  Seperti yang tertulis dalam 1 Samuel 17:45-46 “Tetapi Daud berkata kepada orang Filistin itu: "Engkau mendatangi aku dengan pedang dan tombak dan lembing, tetapi aku mendatangi engkau dengan nama TUHAN semesta alam, Allah segala barisan Israel yang kautantang itu. Hari ini juga TUHAN akan menyerahkan engkau ke dalam tanganku dan aku akan mengalahkan engkau dan memenggal kepalamu dari tubuhmu; hari ini juga aku akan memberikan mayatmu dan mayat tentara orang Filistin kepada burung-burung di udara dan kepada binatang-binatang liar, supaya seluruh bumi tahu, bahwa Israel mempunyai Allah,”.
  Daud tidak memakai metode yang canggih dan hebat  seperti senjata namun Goliat memakai perlatan yang canggih seperti yang tertulis dalam 1 Samuel 17:5-7 “Ketopong tembaga ada di kepalanya, dan ia memakai baju zirah yang bersisik; berat baju zirah ini lima ribu syikal tembaga.  Dia memakai penutup kaki dari tembaga, dan di bahunya ia memanggul lembing tembaga. Gagang tombaknya seperti pesa tukang tenun, dan mata tombaknya itu enam ratus syikal besi beratnya. Dan seorang pembawa perisai berjalan di depannya.” (TB)
Daud tahu musuhnya adalah orang yang tak mengenal Tuhan bahkan berani menghujat Goliat.  Daud yakin sekali bahwa Tuhan yang akan berperang.  Dimata Daud bahwa Goliat tak lebih dari binatang buas yang mencoba menganggu ternaknya (1 Samuel 17:34-36).
Dengan kepercayaan iman Daud kepada Allah, ia mampu mengalah Goliat yang berbadan raksasa itu.  Dia membunuh Goliat dengan batu kecil dengan mengumbannya sehingga kena dahi Goliat, akhirnya setalah Goliat jatuh ketanah, Daud mengambil pedang dari barisan Filistin dihunusnyalah atau dipancungnyalah kepala Goliat.[8]


BAB IV.
KESIMPULAN
Setelah penulis membahas teologi iman dalam Perjanjian Lama dengan cara meneliti kehidupan para tokoh-tokoh Alkitab, maka penulis menyimpulkan bahwa teologi iman muncul dari kehidupan yang taat, tunduk akan segala perintah Tuhan Allah.  Arti taat dan tunduk akan perintah Tuhan adalah melakukan dengan segenap hati percis seperti apa yang diperintahkan Tuhan Allah. Jadi tidak meleset, tetapi menuju sasaran.
Jadi teologi iman dalam Perjanjian Lama ini adalah orang-orang yang tunduk, berpegang teguh akan kebenaran serta taat akan suara Allah, akan perintah Allah.  Atau para nabi yang mempunyai visi dan misi akan keselamatan umatnya.  Juga orang-orang yang mengasihi Tuhan, mempunyai keintiman dengan Tuhan Allah dengan tindakan nyata dan orang yang bisa membedakan mana suara hati dan suara Tuhan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa teologi iman dalam Perjanjian Lama adalah sesuatu yang belum dilihat, belum ada dibenak pikiran, namun harus mempercayainya.  Sehingga itulah sebabnya Perjanjian Baru mengutip di dalam surat Ibrani bahwa Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat. Jadi iman yang ada di dalam Perjanjian Lama itu berhubungan dengan Perjanjian Baru.



DAFTAR PUSTAKA
Alkitab Edisi Studi. Jakarta: LAI, 2011
_____________. Inspirasi Batin, Yogyakarta: Kanisius, 2007.
Bergant Dianne, CSA dan Robert J. Karris, OFM. Tafsir Alkitab Perjanjian Lama. Yogyakarta:  Kanisius, 2004.

Syukur Dister  Nico OFM. Teologi Sistematika 1. Yogyakarta: Kanisius, 2004.

_____________________.  Pengantar Teologi. Yogyakarta: Kanisius, 2004.

H.h Rowley. Ibdat Israel Kuno. Jakarta: Gunung Mulia, 2004.

D.a Hubard, F.W. Lasor W.S. Pengantar Perjanjian Lama 2.  Jakarta: Gunung Mulia, 2007.

Kaiser. Jr. Walter C.  Teologi Perjanjian Lama.  Malang: Gandum Mas, 2004.




[1] Walter C. Kaiser. Jr. Teologi Perjanjian Lama, (Malang: Gandum Mas, 2004), hlm. 127.
[2] Nico Syukur Dister OFM , Teologi Sistematika 1, (Yogyakarta: Kanisius, 2004), halaman 69.
[3] Nico Syukur Dister OFM, Pengantar Teologi, (Yogyakarta: Kanisius, 2004), halaman 129.
[4] Rowley H.h. Ibdat Israel Kuno, (Jakarta: Gunung Mulia, 2004), halaman 18.
[5] _____________. Inspirasi Batin, (Yogyakarta: Kanisius, 2007), halaman 179.

[6] Dianne Bergant, CSA dan Robert J. Karris, OFM. Tafsir Alkitab Perjanjian Lama, (Yogyakarta: Kanisius, 2004), halaman 407.
[7] W.S. Lasor, D.a Hubard, F.W. Pengantar Perjanjian Lama 2, (Jakarta: Gunung Mulia, 2007), halaman, 119.
[8] Alkitab Edisi Studi. (Jakarta: LAI, 2011), halaman 459.

Masih ada jalan keluar