ddd

Jika Yesus Kristus adalah orang gila, stress berat, tidak mungkin ada pengikutnya. Jika Yesus Kristus seorang penipu tidak mungkin Dia mau disalib. Kesimpulannya adalah Yesus Kristus adalah Tuhan Allah yang datang ke dunia menjadi manusia

Minggu, 27 Oktober 2013

MENJADI SEORANG PEMBICARA YANG PROFESIONAL BY Kristalon Sinaga




BAB I
PENDAHULUAN

Berbicara menjadi seorang pembicara di depan umum adalah sebuah proses yang mempunyai waktu yang lama untuk belajar dan berlatih.  Jika kita mengingat pengalaman waktu masih kecil atau katakanlah waktu SD dan SMP, bahkan SMA, ketika disuruh berbicara di depan umum, mungkin sebuah komunitas biasanya ada rasa dek-dekan artinya sudah terlebih dahulu ada perasaan gorogi, gugup, gemetar, merasa minder dan perasaan takut.  Namun semenjak melanjut untuk perguruan tinggi, mau tidak mau harus belajar berbicara di depan umum, mungkin mempersentasikan materi yang diberikan dosen. Atau memimpin sebuah rapat kecil. Dan mau tidak mau harus belajar untuk bertahan berdiri, berkomunikasi di depan umum.
Ternyata berkomunikasi public atau di depan umum memakan waktu yang lama untuk belajar tidak grogi, dan secara pribadi penulis setelah menginjak perguruan tinggi di sebuah Sekolah Tinggi Teologi harus bisa berkomunikasi di depan public seperti menyampaikan khotbah.  Dan menyampaikan khotbah ini adalah sebuah keharusan bagi para teologi khususnya yang berminat dibidang kependetaan. Dan mau tidak mau harus belajar untuk berbicara, yang dahulunya tidak bisa berkomunikasi, sekarang harus dilatih terus baik dari segi mental maupun secara pengetahuan.
Jadi untuk menjadi seorang pembicara professional harus belajar dan belajar, berlatih dan berlatih  untuk menggali serta harus menyerap banyak pengetahuan dari buku-buku maupun dari para senior  untuk disampaikan baik di dalam sebuah seminar maupun komunitas.
A.    Tujuan Komunikasi Publik
Penulis mempunyai tiga tujuan dalam menulis makalah ini, yaitu pertama memberikan pengajaran tentang metoda berbicara atau berkomunikasi yang efektif, berkualitas atau profesional. Kedua, menjadikan pembicara yang mempunyai nilai etika berbicara didalam menyampaikan pesannya atau materi yang dibawa. Dan ketiga memberikan pengajaran yang benar, memotivasi serta menghibur para audiens. Dan juga menjadi seorang pembicara yang disenangi oleh para audiens.
B.     Pentingnya Komunikasi

Alasan utama penulis melakukan penulisan makalah ini ialah memberikan pemahaman yang mantaf tentang komunikasi public yang bermutu. Penulis berharap melalui penulisan makalah ini, memunculkan pengetahuan yang lebih baik lagi tentang komunikasi public. Alasan yang kedua adalah masih banyak pembicara yang masih belum bisa menempatkan diri sebagai pembicara yang professional. Dan yang ketiga, masih banyak pembicara yang tidak bisa membawa suasana yang hidup dalam artian membuat orang bosan mendengar, maka dari itu melalui penulisan makalah ini akan dibahas menjadi pembicara yang professional yang disenangi oleh banyak orang.
C.     Rumusan Masalah
Rumusan masalah yanmg dibahas dalam makalah ini adalah: kurangnya pelatihan atau teknik berbicara, merosotnya integritas  seorang pembicara seperti seribu janji, namun hanya janji palsu.
D.    Metode Penelitian
Metode yang digunakan penulis adalah penelitian dokumen atau deskriptip. Pendeskripsian yang dimaksudkan adalah penjelasan tentang pembuktian  dari data-data dari pustaka.

BAB II
TEORI ILMU KOMUNIKASI PUBLIK

Teori komunikasi adalah sebuah pandangan atau strategi yang akan membentuk  alat dan rangka kerja untuk sesuatu perkara yang hendak dilaksanakan. Terdapat dua aspek utama yang dilihat secara tidak langsung dalam bidang ini sebagai satu bidang pengkajian yang baru. Aspek pertama ialah perkembangan dari beberapa sudut atau kejadian seperti teknologi komunikasi, perindustrian dan politik dunia. Teknologi komunikasi contohnya radio, televisi, telefon, setelit dunia, memperlihatkah bagaimana kesan politik terhadap publik sehingga menimbulkan propaganda dan pendapat umum. Seterusnya perkembangan perindustrian, perusahaan, meningkatkan mutu teknologi menuntut betapa perlunya komunikasi yang berkesan untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas agar mencapai maksud atau tujuan organisasi tersebut.
A.    Latar Belakang Komunikasi
Komunikasi public atau penyebaraninformasi dari satu orang kepada orang banyak. Hal ini bukan merupakan konteks yang baru; berbicara didepan umum telah ada sezak dulu dan terus ada hingga saa ini. Dr. Phil, Bill Clinton, Bill Gates, oprah winfrey, dan hanyalah beberapa dari banyak figure public kontemporer yang sering dicari sebagai pembicara public. Jadi di dalam berbicara di depan public, para pembicara biasanya memiliki tiga tujuan utama dalam benak mereka: Memberi informasi, menghibur dan membujuk. Tujuan terakhir persuasi inti dari komunikasi.
B.     Pengertian Komunikasi
Komunikasi publik (public communication) adalah komunikasi antara seorang pembicara dengan sejumlah besar orang (khalayak), atau sebuah komunitas scukup  besar yang tidak bisa dikenali satu persatu. Komunikasi ini sering juga disebut pidato, khotbah disebuah KKR, ceramah, atau kuliah (umum). Komunikasi publik biasanya berlangsung lebih formal dan lebih dari sulit dari pada komunikasi antar pribadi atau komunikasi kelompok, karena komunikasi publik menuntut persiapan pesan yang cermat, intelektualyang cukup lumayan, pengalaman, keberanian dan kemampuan menghadapi sejumlah besar orang. Jadi, Theodorson and Theodorson (1969): “bentuk transmisi/penyampaian informasi, ide, sikap dan emosi dari satu orang atau grup ke yang lain yang utama melalui symbol”
Dari definisi komunikasi di atas, terlihat bahwa adaya informasi, adanya transmisi atau pemindahan dan adanya simbol merupakan hal penting dalam komunikasi.
C.     Ciri-ciri Komunikasi Publik
Ciri-ciri komunikasi publik adalah : terjadi di tempat umum (publik), misalnya di kelas, tempat ibadah (masjid, gereja) di hadiri sejumlah besar orang; merupakan peristiwa sosial yang biasanya telah direncanakan alih-alih peristiwa relatif informal yang tidak terstruktur; terdapat agenda; beberapa orang ditunjuk untuk menjalankan fungsi-fungsi khusus, seperti memperkenalkan pembicara, dan sebagainya; acara-acara lain mungkin direncanakan sebelum atau sesudah ceramah disampaikan pembicara. Satu pihak (pendengar ) cenderung lebih pasif. Sering bertujuan untuk memberikan pengajaran, penerangan, menghibur, memberikan penghormatan dan membujuk untuk hidup kepada kebenaran.
D.    Tujuan Komunikasi
Kegiatan berbicara dapat dilakukan dengan beragam tujuan. Jika memperhatikan tujuan, tentu pembicara akan menempatkan dirinya sebagai penyampai informasi, menghibur, atau memotivasi. Kegiatan itu akan berpengaruh terhadap gaya dan teknik penyampaiannya. Jika bertujuan untuk menyampaikan informasi, pembicara dapat bersuara datar dan tidak terlalu sering melakukan gerakan kinestetik lainnya. Jika bertujuan untuk menghibur, pembicara diwajibkan untuk dapat menampilkan sikap empati dan simpati kepada para audiens, jadi tidak dibuat-buat.

BAB III
MENJADI SEORANG PEMBICARA
YANG PROFESIONAL

A.    Berkomunikasi Secara Efektif
Menjadi seorang pembicara yang professional dan efektif, perlu membutuhkan proses yang  lama. Dan seorang pembicara profesioanal harus banyak berlatih baik secara kognitif, mental, suara, gaya tubuh, nada suara, penguasaan panggung serta yang menjadi motto di dalam hidupnya adalah “Berlatih dan berlatih sampai bisa” Jadi tidak ada kata menyerah. I Can do. Jadi, berkomunikasi di depan public sangatlah penting memahami teknik serta menjaga etika atau yang paling sering disebut integritas.  Seperti memperhatikan konteks. Tujuan untuk memahami konteks adalah agar para pendengar tidak bosan, tersinggung didalam pembicaraan. Sehingga pendengar bisa merasa puas dengan materi atau seminar yang dibawa.
Teknik berbicara efektif adalah berbicara secara menarik dan jelas sehingga dapat dimengerti dan mencapai tujuan yang diharapkan di dalam komunikasi. Teknik berbicara di dalam berkomunikasi harus menyesuaikan diri antara komunikator dan komunikan kepada pesan (message) yang dipercakapkan. Secara sederhana, teknik berbicara di dalam komunikasi secara aktif dan efektif adalah sebagai berikut :
1.      Persiapan Penyajian Materi
Persiapan yang dimaksud adalah persiapan mulai penyajian materi,  pendahuluan, tujuan, ruang lingkup, isi pembicaraan, penutup pembicaraan atau kesimpulan. Dan untuk penjelasannya sebagai berikut:
 Pertama, “Pendahuluan”  didalam isi pendahuluan ini  bagaimana memunculkan motivasi yang menarik perhatian para pendengar. Dan  mengemukakan pentingnya isi ceramah atau kegunaannya dalam kehidupan sehari-hari atau untuk masa depan pendengar. Sehingga dari awal pendahuluan pendengar tertarik untuk mengikutinya sampai kepada isi pembicaraan.
Kedua, “Tujuannya”, dengan adanya tujuan ini menentukan arah atau sasaran didalam fungsinya.  Sehingga jelas tujuan utama pembahasan yang dibicarakan.
Ketiga, “Ruang lingkupnya.”  Isi pendahuluan harus mengemukakan ruang lingkup pembicaraannya yaitu batas-batas pembahasan yang akan dibicarakan. Sehingga tidak melantur kemana-mana.
Keempat, “ Isi pembicaraan “ Seorang komunikator dalam menguraikan isi dari suatu pembicaraan hendaknya :Sistematis, lancar atau tidak ada gangguan, Harus menarik perhatian pendengar, Uraiannya harus jelas, mudah ditangkap, dimengerti dan dihayati, Uraiannya darus mengesankan dan menggunakan alat peraga, pembahasannya harus tertuju atau terarah kepada tujuan. Jadi tidak berbelat-belit. Sistematis artinya uraian pembicaraan tidak menyimpang dari pokok bahasan dan urutannya harus logis. Maksudnya logis adalah uraian pokok bahasannya umum menuju yang khusus atau dari yang khusus menuju bahasan yang umum.
Kelima,” Penutup pembicaraan atau kesimpulan”. Di dalam penutup pembicaraan perlu dikemukakan hal-hal yang penting, yaitu ada ringkasan, motivasi, saran pembicara kepada pendengar, ucapan terima kasih dan minta maaf  kepada para pendengar.
2.      Persiapan Mental
Persiapan mental yang dimaksud adalah seorang pembicara mampu menarik perhatian audiens sehingga para audiens merasa puas, senang dengan materi yang dibawa oleh pembicara.  Untuk menjaga suasana yang hidup, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
Pertama, mempersiapkan mental dengan baik, yakni dengan memahami kondisi ruangan dan psikologis audiensnya.
Kedua, sering berlatih dengan baik dan teratur di depan cermin, dengan maksud agar pembicara mampu melihat mimik dan ekspresi mukanya. Sehingga ketika dipanggung bisa member yang terbaik.
Ketiga, untuk menjaga suasana hidup, seorang pembicara tidak salah menyelipkan humor-humor atau cerita lucu di antara pembicaraan yang disampaikan, sehingga pendengar tidak merasa bosan.    

3.      Penyajian Alat bantu  (Media)
Pembicaraan yang hanya disampaikan dengan kata-kata tanpa alat bantu peraga hasilnya diresapi pendengar.  Di dalam mempergunakan alat bantu seperti alat peraga, seorang pembicara harus menyiapkan hal-hal berikut :
Pertama, Gambar-gambar atau bagan-bagan yang ditulis pada karton manila
Kedua, Alat-alat peraga yang nyata atau alat peraga yang sebenarnya seperti lidi, ember, sapu tangan, botol aqua, apa-apa saja bisa asalkan kreatif dan aktif.
Ketiga, Slide proyektor yang menarik dan film singkat yang memberi makna kepada para audiens.
Tujuan alat bantu berupa media di atas memberikan audiens untuk dapat dimengerti secara cepat bahkan membuat para audiens untuk selalu mengingat akan pesan yang disampaikan para pembicara meski waktunya sudah lama.  Jadi ternayata bahwa melalui media pesan yang disampaikan bisa menyimpan di dalam memory ingatan audiens daripada hanya sekedar komunikasi.
4.      Penyajian  Gaya bahasa  Tubuh  dalam berbicara
Gaya bahasa berbicara sangat mempengaruhi suasana. Banyak audiens tidak puas, bosan bahkan saking bosannya pergi meninggalkan ruangan. Untuk mengatasi hal ini seorang pembicara perlu memperhatikan bagaimana seharusnya berbicara yang baik yang bisa membuat para audiens tertarik, mata mereka terbuka, bersemangat. Biasanya para audiens malas atau bosan mendengar  karena pembicara terlalu cepat ngomongnya, nadanya monoton, gerak tubuhnya tidak ada, kontak matanya tidak menguasai situasi. Maka dari itu pentingnya memahami gaya bahasa di dalam berbicara.
4.1.Penekanan Suara
Seorang pembicara yang professional suaranya harus lantang, jelas dan tepat.  Di samping suaranya harus jelas juga jangan monoton (satu nada). Pada waktu bicara juga diharapkan suaranya cukup keras, jelas, bersemangat dan berirama atau bervasiasi.  Yang dimaksud berirama adalah penekanan suaranya mempunyai variasi dalam artian kadang tinggi, kadang rendah, kadang menekan, kadang lembut (dalam artian tetap jelas).  Jadi,tempo bicara yang ideal adalah tempo yang terlalu lambat dan tidak terlalu cepat. Tempo sedang dapat dikatakan baik, namun klau seseorang pembicara menghadapai waktu yang terbatas atau keadaan memaksa, ia harus dapat menyelesaikan presentasinya dengan cepat. 
Penekanan suaran Seperti film naga Bonar yang pertama. Ada satu dialog yang mengilustrasikan perlunya penekanan pada kata yang menjadi pesan  utama. Sudah kubilang jangan bertempur, (jeda) bertempur pula kau, matilah kau, Begitu yang diucapkan naga Bonar (Deddy Mizwar). Bang Deddy memberi tekanan pada kata matilah kau. Ia meninggikan suaranya, dan kita audiens sadar akan konsekuensi melanggar 
Jeda sangat berfungsi seperti koma, titik koma, titik, dan tanda seru. Jeda adalah tanda-tanda dalam berbicara. Jeda adalah “saat diam yang penuh dengan pikiran”. Jeda hanya lebih dari hanya sekadar berhenti berbicara, sebab jeda juga member para pendengar suatu kesempatan singkat untuk berpikir, merasakan, dan merespon. 
4.2. Mengatur tatanan Bahasa
Seorang pembicara yang professional harus memperhatikan tatanan bahasa yang benar sehingga para audiens bisa memahami dengan baik apa yang menjadi pesan. Dan mengenai tentang penggunaan bahasa asing seperti typology-typology harus diterjemahkan sehingga mudah dipahami oleh para pendengar atau audiens.
4.3.Gerak-gerik
Gerak-gerik yang dimaksud adalah sikap tubuh, Tujuan gerak-gerik ini adalah untuk menyampaikan pesan kepada orang yang tidak bisa bicara atau bisu, disamping itu gerak ini bisa menyampaikan pesan yang kurang jelas di dalam kata-kata  sehingga audiens mengerti apa yang dimaksud. Gerakan tangan harus seimbang dengan pembicaraan.  Gerakan badan atau tangan jangan dibuat-buat. Dan jangan terlalu banyak gerak-gerika. Gerakan harus diperlukan sebaiknya ketika kurang jelas di dalam kata-kata. Sikap badan pada waktu berbicara hendaknya tegak, tapi tidak kaku dan dapat terlihat dengan jelas oleh pendengarnya.  Seorang harus memanfaatkan seluruh tubuhnya sebagaimana yang dijelaskan di dalam buku cara berkhotbah yang baik:
Pada umunya, para professional memanfaatkan keselurhan tubuhnya. Konduktorsimponi, pianis konser, pelempar bola baseball, wasit, actor, dan pemain golf semua memberikan tubuh mereka pada apa yang mereka kerjakan. Demikian juga dengan pembicara yang baik, ia pun membiarkan tubuhnya untuk berbicara baginya. Inilah prinsip dasar untuk gerakan dan gerak tubuh:isi harus memotivasi gerakan.
Jadi gerakan tubuh sangatlah bermanfaat untuk menciptakan suasana yang hidup atau bergairah. Sehingga para audiens yang mendengar pun semangat dan tertarik. Dan gerak tubuh harus spontan dan berkembang dari dalam sebagai hasil dari keyakinan dan perasaan.
4.4. Sikap Badan
Seorang pembicara yang professional harus menguasai sikap badanya. Jadi sikap badan pada waktu bicara tidak bungkuk, harus tegap atau  lurus.  Jadi sikap badanya harus diperhatikan agar audiens merasa aman di dalam penyampaian pesan. Jika memang pembicaranya badanya bungkuk, alangkah baiknya dengan jujur diberitahukan kepada para audiens dengan cara penyampaian canda, sehingga para audiens mengerti keberadaan pembicara tersebut.
4.5.Kontak Mata
Kontak mata disaat berbicara sangat mempengaruhi situasi.  Pada waktu berbicara, pandangan mata harus menyeluruh dan cara melihatnya selalu berpindah-pindah dan tidak boleh satu arah. Tujuan di dalam pandangan ini adalah memperhatikan respon audiens sekaligus memperhatikan audiens yang sedang ngantuk sehingga sebagai pembicara harus melakukan situasi yang berbeda seperti kadang member humor sehingga yang tadi sudah hamper ngantuk bisa melek kembali. Pentingnya kontak mata yang baik kepada audiens karena bisa bercerita.
 Ketulusan tatapan mata yang dilakukan oleh seorang pembicara akan menyampaikan pesan yang lebih kuat daripada audiens dibanding cara lainnya. Ketika kita menatap audiens, mereka yakin bahwa kita peduli terhadap mereka.
4.6. Menguasai Panggung
Seorang oembicara harus peka terhadap situasi dan mampu menarik perhatian audiens. Untuk menarik perhatian audiens, terdapat beberapa hal yang harus dipersiapkan oleh pembicara selain persiapan materi yang matang, yaitu:
Pertama, Mempersiapkan mental dengan baik, yakni dengan memahami kondisi ruangan dan psikologis audiensnya.
Kedua, Berlatih dengan baik dan teratur di depan cermin, dengan maksud agar pembicara mampu melihat mimik dan ekspresi mukanya.
Ketiga, Menyesuaikan penampilan fisik sebelum tampil di atas panggung.
Keempat, Menyelipkan humor-humor atau cerita lucu di antara pembicaraan yang disampaikan, sehingga pendengar tidak merasa bosanatau jenuh.
Menguasai panggung sebagai pembicara adalah sangatlah penting untuk menghidupkan suasana. Dengan penguasaan panggung maka seorang pembicara merasa percaya diri dan leluasa di dalam penyampaian materi atau informasinya maupun pesan yang diberikan.
B.     Etika Berbicara
Ketika penulis makalah ini masih kecil, teringat sering dimarahi orangtua disaat memotong pembicaraan orangtua. Jadi etika berbicara sangatlah penting untuk diperhatikan bagi seorang yang professional.  Karena etika berbicara ini membuktikan berhasil atau tidak sebagai seorang pembicara yang disukai banyak orang. Jadi bisa dikatakan kunci no 2 (dua) keberhasilan seorang pembicara terletak pada etika berbicaranya. Sebab pada umumnya focus perhatian audiens mengarah kepada etikanya yang baik yang dapat diteladani dan disertai kesaksian hidupnya yang telah nyata. Maka otomatis dengan kesaksian hidup yang nyata, maka para audiens akan tertarik dan senang dengan pembicara itu. Atau sering disebut “sudah senang terlebih dahulu dengan pembicaranya, maka dengan otomatis akan mengikuti jalur pembicaraan yang dibawa par a pembicara tersebitut. Itulah sebabnya sebagai pembicara perlu memperhatikan beberapa hal dibawah ini: 
1.      Pakaian yang Sopan
Pakaian yang digunakan sebaiknya yang rapi,  lengkap dan sopan, tidak boleh pakai kaos oblong, karena hal ini bisa mempengaruhi integritas. Pakaian rapi artinya mengenakan pakaian terlihat wajar, teratur, dan serasi. Pakaian lengkap artinya sesuai dengan apa semestinya. Pakaian yang sopan artinya pakaian yang pantas dipakai menurut etika berpakaian.
2.      Menjaga Kesantunan
`Pembicara itu dapat diibaratkan sebagai penjual suara. Kalau suaranya berkualitas, tentu pendengar pun akan membelinya. Pengertian kualitas tentu berdasarkan isi, teknik, dan kesan pendengar. Namun, kesan pendengar harus mendapat prioritas pembicara. Mengapa? Karena pendengar memperhatikan semua tingkah dan sikap serta kesantunan pembicara tersebut.
Agar dapat meninggalkan kesan positif dan mendalam, sebaiknya pembicara bersikap santun. Kesantunan dapat dimulai dari sikap ramah ketika berbicara. Dapat pula dilakukan ketika berpakaian. Dan dapat pula dilakukan ketika menjawab pertanyaan. Banyak pembicara kurang memperhatikan etika. Maka, wajar-wajar saja pendengar bersikap acuh dan tidak memperhatikannya.
Ketika mengawali pembicaraan, sebaiknya pembicara menyapa dengan salam, memperkenalkan diri atau bografinya secara singkat, dan hantarkan isi secara sistematis. Ketika menjawab pertanyaan, pembicara perlu menyampaikan ucapan terima kasih. Setelah itu, pembicara menjawab pertanyaan itu secara logis dan proporsional.
Jika pembicara sudah memberikan yang terbaik maka otomatis tanpa diminta para audiens akan  memberikan beragam reaksi apresiasi sepereti tepuk tangan, tertawa ramah, dan bertukar alamat atau mengundangnya. Jadi, pembicara perlu memperhatikan kesantunan.
3.      Bersikap Jujur
Bersikap jujur yang dimaksud adalah memahami dengan baik apa yang menjadi tanggungjawab sebagai pembicara. Karena pada umumnya di dalam sebuah kegiatan seminar atau diskusi, tentu akan diadakan forum atau session tanya jawab. Pada kesempatan seperti ini, pembicara sering gagap atau kurang siap menerima pertanyaan dari peserta.  Biasanya kalau seorang pembicara yang tidak professional akan menjawabnya dengan panjang lebar dan berbelit-belit, sehingga dengan suasana hal ini akan membuat para audiens tidak puas dengan jawaban yang diberikan.  Jadi untuk mengatasi rasa ketidakpuasaan akan jawaban yang diberikan, seorang pembicara harus bersikap jujur. Jika memang pertanyaan itu dirasa berat dan mungkin kurang pas, pembicara sebaiknya menyiasatinya dengan menunda jawaban. Pembicara dapat meminta nomor HP, pin BB atau email penanya. Itu tentu lebih diapresiasi atau dihargai pendengar daripada jawaban yang berbelit-belit tadi. Biasanya pendengar itu berasal dari latar belakang yang berbeda-beda: akademisi, pengusaha, atau mungkin masyarakat awam. Jadi, pembicara tidak boleh menyamaratakan kondisi jika peserta memang bertanya.
4.      Diam dalam Menyimak
Seorang pembicara yang profesional adalah mempunyai sikap kerendahan hati dalam artian ketika orang bertanya tentang pesan atau pengajaran yang disampaikan  harus benar-benar memahami dengan baik sehingga bisa member jawaban yang sistematis, tepat dan memuaskan. Jadi tidak boleh langsung menjawab. Dan arti diam yang dimaksud adalah seorang pembicara pikiran atau otaknya harus dilatih untuk bekerja untuk mencari jawaban yang paling tepat. Jadi tidak boleh berbicara namun menyimaknya dengan penuh pengertian.
5.      Tidak Memotong Pembicaraan
Menjadi seorang pembicara yang baik adalah mempunyai sikap setia mendengar sampai selesai. Dalam artian memberi kesempatan kepada para audiens untuk mengutarakan atau mengungkapkan apa-apa saja yang menjadi pertanyaan dan masukan yang di ajukan. Setelah selesai berbicara, baru bisa dijawab sehingga para audiens merasa dihormati.
Di dalam peraturan pengadilan pun, bahwa tidak bisa memotong pembicaraan, bahkan Alkitab pun sangat mendukungnya bahwa orang yang menjawab sebelum mendengar atau memahami hal ini adalah orang bodoh.
6.      Tidak Meninggalkan lawan Bicara
Biasanya ketika mengadakan seminar atau pengajaran ada namanya tanya jawab dari pembicara dengan para audiens. Seorang pembicara tidak boleh meninggalkan lawan bicara. Jadi, sikap meninggalkan lawan bicara adalah sikap yang tidak sopan. Tentu lawan bicara tidak akan senang dengan pembicara. Maka dari itu perlu di fahami diperhatikan supaya terjadi hal yang tidak diinginkan. Untuk tidak terjadi hal ini bagi seorang pembicara, alangkah lebih baiknya anda berkata: Maaf ya sebentar, sebentar nanti kita akan membahasnya kembali. Dan perasaan parasaan audiens pun puas meski jawabanya belum tepat.
7.      Tidak Menggurui/Menyindir
Banyak orang menyukai pembicara karena pembawaannya enak di dengar, meski sebenarnya materi yang dibawa atau diajarkan itu materi bentuk mengingatkan atau sedang menunjukkan bahwa pembicara tersebut pintar. Tetapi karena seorang pembicara pintar bersilat lidah atau cerdik, maka hal itu tidak akan menyinggung para audiens.
Jadi supaya tidak terjadi berbicara yang menggurui atau menyindir, bahwa seorang pembicara perlu mempunyai kerendahan hati sebagai manusia yang masih punya kekurangan yang sebenarnya memang dia pintar. Tetapi kepintaran itu tidak boleh difamerkan kepada para audiens. Dan secara tidak langsung akan ketahuan aslinya bahwa seorang pembicara professional atau tidak, itu dapat dilihat dengan buah kehidupannya.
C.     Manjaga Integritas
Integritas bagi seorang pembicara menentukan berhasil tidaknya seorang pembicara.  Tentu jika disertai dengan menjaga integritas maka para audiens akan senang dengan kehadiran kita sebagai seorang pembicara yang disegani bahkan dikagumi. Maka dari itu, betapa pentingnya menjaga integritas seorang pembicara yang professional.
1.      Harus Menepati Janji
 Salah satu kegagalan atau kelemahan pembicara yang professional yang tidak disadari terutama pembicara di tanah air ini. Seperti mengadakan kompanye dengan visi dan misi, janji-janji manis yang sepertinya akan ditepati, namun hanya sekedar janji palsu. Disinilah jatuhnya integritas seorang pembicara.  Jadi seorang pembicara yang profeional harus menepati janji, dan hal ini menunjukkan kehidupan nyata sebagai pembicara yang baik.  Jhon Stott pernah menuliskan demikian:
“Integritas adalah ciri orang-orang yang terintegrasi secara selaras, yang di dalam dirinya tidak ada dikotomi antara kehidupan pribadi dankehidupan di muka umum, antara yang disaksikan dan yang diterapkan, antara yangdiucapkan dan yang dilakukan”. Maksudnya, keselarasan antaraperkataan dan perbuatan itu harus menjadi ciri khas orang-orang yang hidupterintegrasi.[10]
Dengan cara menjaga dan meningkatkan nilai integritas di atas maka dengan otomatis akan banyak orang yang suka dengan kita, ketika disertai integritas yang baik sebab hal ini mengacu kepada prilaku pribadi yang dapat dilihat dengan mata jasmani secara nyata.
2.      Disiplin
Kebiasaan keburukan di Indonesia adalah waktunya molor, atau sering disebut jam karet atau tidak tepat waktu. Penulis makalah ini pernah didik di STT Kanaan Nusantara, dan STT ini adalah pemimpinya adalah orang Korea. Jadi harus “ON TIME” jadi cerita singkatnya bahwa penulis tinggal di asrama, dan tidak bisa keluar kecuali hari Sabtu, itupun hanya 3 jam, dan kalau terlambat hanya 5 menit saja, maka hukumannya adalah cuci piring.  Jadi dengan contoh ini, bisa ditarik kesimpulan bahwa tepat waktu sudah menjadi gaya hidup Negara Korea, dan harapan penulis jika seorang pembicara terlambat tidak tepat waktu maka tidak bisa dikatakan pembicara yang professional berarti masih belum bisa mengatur manajemen kehidupannya.  Sebab salah satu sifat seorang pembicara yaitu “on time.”
3.      Membangun Persahabatan Sosial
Seorang  pembicara yang professional yang telah diakui oleh masyarakat, organisasi atau para audiens perlu diingat juga bahwa tidak hanya berhenti di dalam pengetahuan kompetensi keprofessional di dalam bidang komunikasi saja namun harus didukung oleh persahabatan social atau yang sering disebut pergaulannya kepada semua orang mendapat peringkat atau dukungan yang baik. Biasanya orang akan menilai dari sikap tindak-tanduk untuk bersahabat dengan yang lainya. Dan biasa orang yang berjiwa sosial tinggi lebih dihargai banyak orang.
Jadi seorang pembicara professional ternyata harus mengutamakan hubungan antara sesame tanpa mengenal latar belakang dan pendidikan. Jadi tipe pembicara ini adalah mendapat dukungan yang bisa dikatakan orang berjiwa social.


BAB IV
KESIMPULAN

Setelah menulis makalah yang berjudul menjadi pembicara yang professional ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa menjadi seorang pembicara yang professional tidak hanya sekedar terampil di depan umum, tetapi perlu juga menjaga integritas, social, standar kualitas seorang pembicara. Integritas menentukan layaknya seorang pembicara bisa terampil di depan umum. Maka dari itu bahwa setiap pembicara harus menjaga nama baik atau itegritas yang baik. Dan perlu diperhatikan bahwa integritas tanpa tehnik atau keterampilan berbicara akan membuat timpang atau tidak seimbang. Untuk itu pengetahuan keterampilan berbicara di tambah dengan integritas yang baik, maka akan seimbang.
Jadi untuk menjadi seorang pembicara dibutuhkan proses untuk terus berlatih mulai dari kognitif, mental serta dari para senior. Dan tidak boleh berhenti untuk berlatih meski sudah banyak terampil di depan public sebagai seorang pembicara.
Hal penting bagi seorang pembicara harus tetap percaya diri serta berlatih dengan ulet sehingga kelemahan yang tadinya namfak bisa disembunyikan dengan adanya pelatihan yang terus menerus.  Sehingga dengan keuletan bisa menjadi seorang pembicara professional yang disenangi banyak orang.

A.    SARAN DAN REFLEXI

Jika mau menjadi seorang pembicara professional harus atau wajib berlatih setiap hari tanpa melihat bahwa kita sering terampil atau berbicara  di depan public.  Seperti pisau yang tajam, kalau tidak pernah dipakai maka pisaunya akan tumpul. Demikian juga seorang pembicara yang professional.
Untuk menjadi seorang pembicara yang disenangi, dan diakui oleh kalangan umum harus berlajar dan belajar serta menjaga etika berbicara, integritas seperti di dalam hal janji. Jadi harus ditepati tidak hanya sekedar omongan namun tindakan yang nyata.
Agar pembicara disenangi para audiens dan di undang ke sebuah organisasi, maka perlu diperhatikan standar kualitas yang  terbaik,sperti materinya sistematis, penampilannya dikatakan okey, pengetahuan okey juga dan orang yang mendengar mudah memahami.
Jadi perlu diperhatikan bahwa seorang pembicara yang professional harus memperhatikan dan menjaga integritas segingga menjadi dambaan bagi banyak para audiens.


















Tujuh Kebiasaan Efektif


Judul Buku           : Tujuh Kebiasaan Efektif
Pengarang       : Stepen Covey
Penerbit           : Bina Rupa
Penulis dari buku ini adalah Stephen R. covey. Dia mengupas tiap kebiasaan yang efektif dimulai dari masalah pribadi yang ia hadapi. Buku ini membahas tujuh kebiasaan yang efektif.
Bagian satu: Mengubah Paradigma dan Prinsip
Dari dalam ke luar; Intinya dasarnya mengubah dari dalam diri terlebih dahulu secara efektif dan juga juga harus mengubah persepsi. Yang dimaksud dari dari dalam adalah berbicara etika kepribadian dan etika karakter karena hal ini menjadi keberhasilan. Dimana karakter merupakan suatu fungsi kepribadian, citra masyarakat, sikap dan prilaku. Berfokus pada etika karakter sebagai dasar keberhasilan-hal-hal seperti integritas, kerendahan hati, kesetian, pembatasan diri, kesopanan, dan hokum utama (berbuatlah kepada orang lain seperti apa yang kamu kehendaki mereka perbuat kepadamu).
Sebelum mengerti paradigma kita sendiri dan bagimana membuat perubahan paradigm. Kata paradigm berasal dari bahasa Yunani. Kata ini semula merupakan istila ilmiah, dan lebih lazim digunakan  sekarang ini dengan arti model, teori, persepsi, asumsi, atau kerangka acuan . Dalam pengertian yang umum , paradigm adalah cara kita “melihat” dunia-bukan berkaitan dengan pengerian visual dari tindakan melihat, melainkan berkaitan dengan pengertian visual dari tindakan melihat, melainkan berkaitan dengan persepsi, mengerti, menafsirkan. Jadi paradigm adalah sebuah teori, penjelasan, atau model untuk sesuatu. Tehnik mudah, serba mudah mungkin berhasil tetapi dalam jangka  situasi jangka pendek. Akhirnya, jika tidak ada integritas yang mendalam dan kekuatan karakter yang mendasar, tantangan hidup malah akan menyebabkan muncul kegagalan hubungan pribadi.
Tujuh Kebiasaan Sebuah Tinjauan Umum:
Karakter kita pada dasarnya adalah gabungan dari kebiasaan-kebiasaan kita.  Defenisi kebiasaan, kebiasaan sebagai titik pertemuan dari pengetahuan, keterampilan, dan keinginn. Pengetahuan adalah pardigma teoritis, apa yang harus dilkukan. Dan keterampilan adalah bagaimana melakukannya. Dan keinginan adalah motivasi, keinginan untuk melakukannya.. Tujuh kebiasaan bukanlah seperangkat formula pemberi semangat yang terpisah atau sepotong-sepotong. Selaras dengan hokum alam pertumbuhan, ketujuh kebiasaan tersebut memberikan pendekatan yang meningkat, berurutan, dan sangat terpadu  bagi perkembangan efektivitas. Kebiasaan-kebiasaan ini meningkatkan  kita secara progresif pada Kontinum kematangan dari ketergantungan  (dependence) menujue kemandirian (indepence) hingga kesalingtergantungan (interdevence).
Bagian Dua:Kemenangan Pribadi (Kebiasaann 1: Jadilah Proaktif)
Menjadi proaktif harus mempunyai prinsip pribadi yang dimaksud adalah cermin social, stimulus dan respon dan didalam respon ada sikap memilih. Jadi orang yang reaktif dipengaruhi oleh lingkungan sosia; mereka “cuaca sosial’. Biasanya orang reaktif membangaun kehidupan emosional mereka di sekitar prilaku orang lain, member kekuatan kepada kelemahan orang lain untuk bisa mengendalikan mereka. Sedangkan orang proaktf digerakkan oleh nilai-nilai yang sudah dipikirkan secara cermat, diseleksi dan dihayati.
Mengambil insiatif. Bertindak atau menjadi sasaran tindakan. Mendengarkan bahasa kita. Ada focus yang dituju.  Yaitu energy positif memperbesar lingkaran pengaruh. Yaitu membuat dan memenuhi komtmen. Sedangkan orang reaktif yang menjadi sifat dasarnya menyerah; membebaskan diri mereka dari tanggung jawab.
Merujuk Akhir Pada Tujuan
Merujuk pada tujuan akhir berarti memulai dengan pengertian yang jelas tentang tujuan kita. Merujuk pada tuuan akhir didasarkan pada prinsip bahwa segalanya diciptakan dua kali. Ada ciptaan fisik. Ada prinsip bahwa segalanya diciptakan dua kali, tetap tidak semua ciptaan pertama didasari oleh desain yang disadari penuh. Dan kebiasaan kedua ini didasarkan pada prinsip kepemimpinan pribadi, yang berarti bahwa kepemimpinan adalah ciptaan pertama. Manajemen merupakan ciptaan kedua. Di dalam prinsip kepemimpinan pribadi perlunya pernyataan misi pribadi untuk merujuk pada akhir. Dan pernyataan ini berfokus pada  ingin menjadi apakah anda. Untuk menulis pernyataan misi pribadi, kita harus memulai di titik paling pusat dari lingkaran pengaruh kita. Dang mengenali pusat pada diri anda, berpusat pada prinsip. Menulis dan menggunakan pernyataan misi pribadi, menggunkan seluruh otak, dan meluaskan perspektif, visualisasi dan afirmasi.
Kebiasaan 3 Dahulukan Yang Utama
Kebiasaan  1 mengatakan, “Andalah si pencipta. Andalah yang bertanggung jawab. Kebiasaan ini didasari empat anugerah manusia yang unik yaitu imajinasi, suara hati, kehendak bebas, dan khususnya kesadaran diri. Kebiasaan 2 adalah ciptaan pertama atau mental. Kebiasaan ini didasarkan pada imajinasi-kemampuan untuk membayangkan, untuk melihat potensi, untuk menciptakan dengan pikiran kita apa yang tidak dapat kita lihat sekarang ini dengan mata kita; dan suara hati kita-kemampuan untuk mendeteksi  keunikan dari diri kita sendiri.
Kebiasaan ketiga adalah ciptaan kedua, ciptaan fisik. Kebiasaan ini adalah pemenuhan, aktualisasi, kemunculan wajar dari kebiasaan 1 dan 2 Ia merupakan latihan kehendak bebas yang berpusat pada prinsip tanpa lebih dulu sadar dan mengembangkan sifat proaktif. Kehendak bebas adalah kemampuan untuk mengambil keputusan dan membuat pilihan serta bertindak sesuai dengan keputusan dan pilihan tersebut. Jadi bagaimana kita mendisiplin diri atau tegas kepada diri sendiri, jadi tidak mengikuti kata hati. Jafi harus proaktif untuk mengerjakan kuadaran tiga karena kuadaran I dan III mengerjakan anda, Untuk mengatakan “ya” pada prioritas Kuadran II dan tidak pada kativitas lain.
Bagian Tiga: Paradigma Kesalingtergantungan
Kesalingtergantungan yang efektif hanya dapat dibangun di atas dasar kepercayaan yang tulus. Jadi, sebelum kita turun dari titik pengintaian kitadan masuk kedalam kebiasaan 4,5,6. Rekening bank emosi adalah kiasaan yang menggambarkan jumlah kepercayaan yang sudah kita tambahkan ke dalam suatu hubungan. Jika saya membuat deposito ke dalam rekening bank emosi anda melalui sopan santun, kebaikan hati, keujujuran, dan memenuho komitmen. Maka kepercayaan semakin tinggi.
Melakukan hal-hal sepele. Kebaikan dan sopan santun yang kecil-kecilan begitu penting. Ketidaksopanan kecil, kekasaran kecil, bentuk ketiadaan respek yang kecil menyebabkan penarikan besar-besaran.  Dalam suatu hubungan, hal yang kecil adalah hal yang besar.Seperti memenuhi komitmen; adalah janji adalah deposito besar; melanggar janji adalah penarikan yang besar.; menjelaskan harapan;memperlihatkan integritas pribadi adalah menghasilkan kepercayaan dan merupakan dasar dari berbagai jenis deposito., Meminta maaf dengan tulus ketika anda membuat penarikan; hokum kasih dan hokum kehidupan, ketika kita hidup terutama kasih, kita mendorong orang lain untuk hidup terutama menurut hukum kehidupan.
Kebiasaan 4 Berpikir Menang/menang
Menang/menang bukanlah teknik, melainkan filosofi total interaksi manusia. Paradigma alternatifnya adalah menang/Kalah, kalah/Menang, kalah/kalah, menang dan menang/menang atau tidak sama sekali. Lima dimensi dari menang/menang. Prinsip menang/menang adalah dasar untuk keberhasilan pada semua interaksi kita, dan meliputi lima dimensi kehidupan yang saling tergantung. Prinsip ini dimulai dengan karakter dan bergerak kea rah hubungan, dan darinya mengalir kesepakatan. Dan dalam menang/menang ini membutuhkan system, proses.
Kebiasaan 5 :Berusaha Mengerti Terlebih Dahulu, baru dimengerti
Adanya prinsip  komunikasi empati, karakter dan komunikasi, mendengar emapty. Berusaha mengerti terlebih dahulu memerlukan paradigma yang sangat mendalam. Membuat diagnosis sebelum membuat resep. Ada empat Respon Autobiografis. Kita cenderung berespon dalam salah satu dari empat cara. Kita mengavaluasi---- kita setuju atau tidak setuju; kita menyelidik----- kita mengajukan pertanyaan dari kerangka acuan kita sendiri; kita menasihati---- kita memberikan nasihat berdasarkan pengalaman kita sendiri; atau kita menafsirkan ---- kita berusaha memahami orang, menjelaskan motif mereka, berdasarkan motif dan prilaku kita sendiri.         
Kebiasaan 6: Prinsip kerja sama Kreatif
Sinergi adalah aktivitas tertinggi dalam semua kehidupan-ujian dan manifestasi atau intisari dari kepemimpinan yang berpusat pada prinsip. Dan sinergi berfungsi sebagai katalisator, menyatukan, dan melepaskan kekutan terbesar dari dalam diri manusia. Dan kunci untuk sinergi antarpribadi adalah sinergi intrapribadi, yaitu sinergi di dalam diri kita sendiri. Inti dari sinergi intrapribadi diwujudkan dalam prinsip-prinsipp pada tiga kebiasaan, rasa aman internal yang memadai untuk mengatasi resiko dari bersikap terbuka dan rentan.
Kebiasaan 7:  meluangkan waktu untuk mengasah gergaji.
Empat dimensi pembaruan, kebiasaan 7 adalah KP pribadi. Kebiasaan ini memelihara dan meningkatkan asset terbesar yang anda miliki, yaitu dari diri anda. Kebiasaan ini memperbaharui keempat dimensi alamiah anda-fisik, spiritual, mental, dan social/emosional.
Kelebihan Buku ini sangat menarik sekali, karena dimulai dari merubah paradigm, karakter (integritas) secara pribadi. Juga membahas mulai dari hal-hal sepele sampai kepada hal yang besar. Buku ini sangat memberi motivasi bagi para pembaca terutama bagi para pemimpin Kristen agar terbangun dari kelemahan, dan kemalasan. Serta juga member system atau sebuah manajemen diri di dalam pengembangan diri untuk mencapai sebuah tujuan kesuksesan. Dan memberikan inspirasi persis seperti pemikiran Covey tentang perubahan paradigma yang dapat membawa individu  atau kelompok agar lebih efektif dalam menjalani kehidupan. Seperti kebiasaan mengembangkan diri identik dengan nilai “mengasah gergaji” dan masih banyak ulasan menarik tentang ketujuh kebiasaan efektif lainnya.
Kritik  Membangun
Setelah membandingkan buku dengan judul THE 7 Habits of Highl Effective  dengan versi pewayangan adat Jawa, People karya Stephen yang ajarannya mampu mengubah paradigma dunia tentang kehidupan, telah termaknai lebih dulu dalam ajaran kehidupan budaya Jawa. Ajaran tentang ide-ide kepemimpinan dan dunia barat dalam karya Covey sebenarnya telah kita miliki bahkan jauh ide sebelum ide barat itu digagas, yakni tercermin dalam seminar dan pandawa.

Masih ada jalan keluar